Terungkap, Trump Ingin 10.000 Tentara Tangani Demo George Floyd di Washington Halaman all - Kompas.com

Terungkap, Trump Ingin 10.000 Tentara Tangani Demo George Floyd di Washington Halaman all - Kompas.com

Presiden Amerika Serikat Donald Trump ketika memberikan pernyataan mengenai demonstrasi yang terjadi karena kematian pria kulit hitam bernama George Floyd di Rose Garden, Gedung Putih, Washington DC, pada 1 Juni 2020.

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden AS Donald terungkap ingin menempatkan 10.000 tentara aktif diWashington, guna menangani demo George Floyd.

Menurut penuturan sumber senior Pentagon, sang presiden melayangkan permintaan itu dalam pertemuan "menegangkan" di Ruang Oval bersama Menteri Pertahanan Mark Esper.

Kepada NBC News, sumber itu mengungkapkan Esper berusaha membujuk bosnya itu agar "tidak membentuk pasukan federal", dalam rapat yang berlangsung Senin (1/6/2020).

Yang dimaksud dengan "pasukan federal" adalah Trumpmendesak sejumlah gubernur negara bagian untuk mengirim Garda Nasional ke Washington.

Pada hari yang sama dalam konferensi pers di Rose Garden, presiden 73 tahun itu berencana untuk mengaktifkan UU Pemberontakan.

Dipatenkan pada Maret 1807, UU itu memberi kewenangan pada Presiden AS untuk mengerahkan militer untuk memadamkan pemberontakan dan kerusuhan.

Memang dalam beberapa hari terakhir, unjuk rasa memprotes kematian George Floyd itu berubah rusuh di ibu kota, dengan laporan adanya perusakan dan penjarahan.

Dilansir Daily Mail Minggu (7/6/2020), pada akhirnya Esper menempatkan 1.600 tentara untuk "berjaga-jaga jika diperlukan".

Bagaimana pun, saat itu sudah ditempatkan sekitar 5.000 Garda Nasional di ibu kota, di mana mereka seharusnya tak membutuhkan bantuan.

Pada Kamis (4/6/2020), ratusan prajurit dari Divisi Udara ke-82 ditarik dari DC setelah hanya beberapa hari menempati posnya.

Penarikan itu terjadi setelah laporan kekerasan dan penjarahan berkurang, dengan Trump kemudian menarik ancamannya untuk mengerahkan militer.

Kemudian sumber lain menerangkan, Chairman Gabungan Kepala Staf, Jenderal Mark Milley, menegaskan dia menolak untuk mengerahkan pasukan aktif.

Bahkan, jenderal di angkatan darat itu "sampai harus saling berteriak" dengan sang presiden yang menghendaki penempatan serdadu.

Scroll untuk lanjut baca

"Saya tidak akan melakukannya. (Tugas) ini adalah untuk penegak hukum," tegas Milley seperti ditirukan sumber kepada The New Yorker.

Tidak dijelaskan apakah momen itu terjadi di pertemuan yang sama dengan Esper, di mana presiden ke-45 itu menginginkan 10.000 tentara.

Pada Kamis, Milley berusaha membungkam atasannya itu dengan mengirimkan surat kepada seluruh pimpinan matra militer di AS.

Dalam surat tersebut, dia menegaskan mereka sudah terikat sumpah untuk melindungi Konstitusi, dalam hal ini kebebasan berpendapat dan berkumpul secara damai.

"Sebagai anggota Pasukan Gabungan, terdiri dari ras, warna kulit, dan keyakinan berbeda, kalian adalah representasi ideal Konstitusi kita," ujar Milley.

Kemudian sang jenderal membubuhkan tulisan tangan, di mana dia menekankan bahwa mereka mempertaruhkan jiwa raga untuk AS yang mereka yakini ideal, sesuai konstitusi.

Sebelumnya, mantan Menteri Pertahanan James Mattis untuk pertama kalinya berbicara secara terang-terangan, dan mengecam Trump.

Dalam opininya, jenderal Marinir yang dipecat pada 2018 tersebut mengingatkan mereka tidak boleh menjadikan kota sebagai medan perang.

Mattis menjelaskan, kekuatan militer harus dipergunakan secara bijak oleh gubernur negara bagian dalam keadaan yang paling darurat.

"Menyaksikan apa yang terjadi Washington DC, seolah terjadi konflik antara militer dengan sipil, yang mana adalah palsu," beber Mattis.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya