183 Orang Ditangkap, Diduga Penyusup Dalam Demo di Palembang Halaman all - Kompas.com

PALEMBANG, KOMPAS.com - Demo menolak omnibus lawUndang-Undang Cipta Kerja yang dilakukan Aliansi Pemuda dan Mahasiswa untuk Masyarakat (Ampera) Sumatera Selatan berakhir damai di Palembang, Rabu (7/10/2020).
Sempat beberapa kali terjadi ketegangan, karenamahasiswa memblokade akses jalan di Pom IX, tepatnya di depan Gedung DPRD Provinsi Sumatera Selatan.
Namun, pihak kepolisian berhasil mencegah terjadinya gesekan dan membiarkan massa terus berorasi.
Namun, Polrestabes Palembang menangkap sebanyak 183 orang yang diduga sebagai penyusup.
Sebanyak 183 orang tersebut diduga akan menimbulkan kericuhan saat demo mahasiswa berlangsung.
Kapolrestabes Palembang Kombes Anom Setiyadji mengatakan, 183 pemuda tersebut telah dibawa untuk diperiksa.
Mereka rata-rata kedapatan membawa senjata tajam, bom melotov hingga air keras.
Seluruh barang berbahaya itu diduga bakal digunakan untuk menyulut kericuhan.
"Sekarang mereka kita data untuk dimintai keterangan. Dari yang diamankan sejak aksi dimulai sampai selesai ada 183 orang," kata Anom.
Menurut Anom, 183 orang yang ditangkap itu diduga dikoordinasikan oleh seseorang.
Polisi menemukan percakapan dalam WhatsApp yang diduga berisi rencana untuk menimbulkan kerusuhan.
Namun, polisi akhirnya berhasil menggagalkan rencana tersebut.
"Kebanyakan dari penyusup yang diamankan tersebut berstatus pelajar dan pengangguran. Mereka sudah membuat rencana untuk rusuh. Sementara mahasiswa yang aksi sama sekali tidak ingin rusuh," kata dia.
Sementara itu, Humas Aliansi Pemuda dan Mahasiswa untuk Masyarakat (Ampera) Sumatera Selatan, Bagas Pratama mengakui bahwa 183 orang yang ditangkap itu bukanlah kelompok mereka.
Menurut dia, rencana aksi penolakan omnibus law di Palembang memang dilakukan secara terbuka tanpa membuat kericuhan.
"Itu bukan aliansi kami," kata Bagas kepada wartawan.
Bagas mengatakan, ribuan mahasiswa yang ikut turun ke jalan hari ini berasal dari seluruh kampus yang ada di Sumatera Selatan.
Mereka mempunyai empat tuntutan kepada pemerintah.
Pertama, mereka ingin Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar