Jika Taliban Kuasai Afghanistan, Para Wanita Takut Dieksekusi hingga Larangan Tak Boleh Keluar Rumah - TRIBUNNEWS

 

Jika Taliban Kuasai Afghanistan, Para Wanita Takut Dieksekusi hingga Larangan Tak Boleh Keluar Rumah - Halaman all

Keluarga pengungsi internal Afghanistan, yang melarikan diri dari provinsi Kunduz, Takhar dan Baghlan karena pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan, berjalan di depan tenda sementara mereka di Sara-e-Shamali di Kabul pada 11 Agustus 2021.
Keluarga pengungsi internal Afghanistan, yang melarikan diri dari provinsi Kunduz, Takhar dan Baghlan karena pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan, berjalan di depan tenda sementara mereka di Sara-e-Shamali di Kabul pada 11 Agustus 2021.

TRIBUNNEWS.COM, TALIBAN - Sore itu di sebuah kota di Afghanistan susana tiba-tiba gempar.

Tiba-tiba orang-orang berlarian dan mendengar suara tembakan di jalan.

"Taliban ada di sini!" orang-orang banyak berteriak.

Kala itu, Zahra (26) serta ibu dan tiga saudara perempuannya sedang dalam perjalanan untuk makan malam di rumah saudara perempuan lainnya.

Hanya dalam beberapa menit, segalanya berubah bagi penduduk Herat, kota terbesar ketiga di Afghanistan itu.

Zahra dibesarkan di wilayah yang sebagian besar terbebas Taliban,  dimana para wanita berani memimpikan karier dan anak perempuan bisa mendapat pendidikan.

Selama lima tahun terakhir, Zahra telah bekerja dengan organisasi nirlaba lokal untuk meningkatkan kesadaran bagi perempuan dan mendesak kesetaraan gender.

Impian dan ambisinya runtuh pada Kamis (12/8/2021) malam ketika Taliban menyerbu ke kota.

Keluarga Afghanistan yang terdampar menunggu pembukaan kembali titik penyeberangan perbatasan Pakistan-Afghanistan di Chaman pada 13 Agustus 2021, setelah Taliban menguasai kota perbatasan Afghanistan dalam serangan cepat di seluruh negeri. (AFP)

Taliban mengibarkan bendera putih mereka di alun-alun pusat sementara orang-orang dengan sepeda motor dan mobil bergegas ke pulang rumah mereka.

Seperti kebanyakan warga lainnya, Zahra, orang tua, dan lima saudara kandungnya kini meringkuk di dalam rumah, terlalu takut untuk keluar dan mengkhawatirkan masa depan mereka.

Associated Press (AP) tidak menyebutkan nama lengkapnya agar ia tidak dijadikan target.

"Saya sangat terkejut," kata Zahra.

"Bagaimana mungkin saya sebagai wanita yang telah bekerja keras dan berusaha untuk belajar dan maju, sekarang harus sembunyi dan tinggal di rumah?"

Di tengah serangan kilat selama beberapa hari terakhir, Taliban sekarang menguasai lebih dari dua pertiga negara itu, hanya dua minggu sebelum AS berencana untuk menarik pasukan terakhirnya.

Kelompok itu pun perlahan mendekati ibu kota, Kabul.

Badan pengungsi PBB mengatakan hampir 250.000 warga Afghanistan telah meninggalkan rumah mereka sejak akhir Mei.

Warga khawatir Taliban akan menerapkan kembali interpretasi mereka yang ketat dan kejam tentang Islam.

Delapan puluh persen dari mereka yang mengungsi adalah perempuan dan anak-anak.

Sebelumnya, kelompok fundamentalis itu memerintah Afghanistan selama lima tahun sampai invasi AS pada 2001.

Selama waktu itu, Taliban melarang anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan hak untuk bekerja.

Mereka bahkan tidak mau membiarkan para wanita bepergian ke luar rumah tanpa ditemani kerabat laki-laki.

Taliban juga melakukan eksekusi publik yang kejam.

Seorang pejuang Taliban memegang granat berpeluncur roket (RPG) di Herat, kota terbesar ketiga di Afghanistan Jumat (13/8/2021), setelah pasukan pemerintah ditarik keluar sehari sebelumnya setelah berminggu-minggu dikepung. (AFP)

Belum ada laporan yang dikonfirmasi tentang tindakan ekstrem itu di daerah-daerah yang baru-baru ini direbut oleh para pejuang Taliban.

Namun militan dilaporkan telah mengambil alih beberapa rumah dan membakar setidaknya satu sekolah.

Di sebuah taman di Kabul, yang diubah sejak minggu lalu menjadi tempat penampungan bagi para pengungsi, keluarga mengatakan kepada AP pada hari Jumat bahwa gadis-gadis yang mengendarai becak bermotor di provinsi Takhar utara dihentikan dan dicambuk karena mengenakan "sandal terbuka."

Seorang guru sekolah dari provinsi mengatakan tidak ada yang diizinkan pergi ke pasar tanpa pendamping laki-laki.

Sekitar 3.000 keluarga terutama dari provinsi utara baru-baru ini diambil alih oleh Taliban sekarang tinggal di tenda-tenda di dalam taman, beberapa tinggal di trotoar.

Zahra berhenti pergi ke kantor sekitar sebulan yang lalu ketika para militan mendekati Herat.

Dia bekerja dari rumah sejak saat itu.

Tetapi pada hari Kamis, pejuang Taliban menerobos garis pertahanan kota, dan dia tidak dapat bekerja sejak itu.

Matanya berlinang air mata saat dia membayangkan kemungkinan bahwa dia tidak akan dapat kembali bekerja, bahwa saudara perempuannya yang berusia 12 tahun tidak dapat melanjutkan sekolah, dan bahwa kakak laki-lakinya tidak akan bisa bermain sepak bola, atau dia tidak akan bisa bermain gitar dengan bebas lagi.

Zahra membuat daftar beberapa pencapaian yang dibuat oleh wanita dalam 20 tahun terakhir sejak penggulingan Taliban, seperti anak perempuan bersekolah, dan ada pula perempuan di Parlemen, pemerintah serta bisnis.

Marianne O'Grady, wakil direktur CARE International yang berbasis di Kabul, mengatakan langkah yang dibuat oleh wanita selama dua dekade terakhir sangat dramatis, terutama di daerah perkotaan.

Ia menambahkan bahwa dia tidak dapat melihat hal-hal kembali seperti semula, bahkan dengan pengambilalihan Taliban.

"Anda tidak bisa tidak mendidik jutaan orang," katanya.

"Jika perempuan kembali ke balik tembok dan tidak bisa banyak keluar, setidaknya mereka sekarang dapat mendidik sepupu mereka dan tetangga mereka dan anak-anak mereka sendiri dengan cara yang tidak dapat terjadi 25 tahun yang lalu."

Namun, rasa takut tampaknya ada di mana-mana, terutama di kalangan wanita, karena pasukan Taliban merebut lebih banyak wilayah setiap hari.

"Saya merasa kami seperti burung yang membuat sarang untuk mencari nafkah dan menghabiskan waktu membangunnya, tapi kemudian secara tiba-tiba dan tak berdaya, ada orang lain yang menghancurkannya," kata Zarmina Kakar, aktivis hak perempuan berusia 26 tahun di Kabul.

Kakar berusia satu tahun ketika Taliban memasuki Kabul pertama kali pada tahun 1996.

Ia ingat saat ibunya membawanya keluar untuk membeli es krim, saat Taliban berkuasa.

Ibunya dihukum oleh seorang pejuang Taliban karena memperlihatkan wajahnya selama beberapa menit.

"Hari ini, saya merasa bahwa jika Taliban berkuasa, kami akan kembali ke masa-masa kelam yang sama," katanya.

Penulis: Tiara Shelavie)

Berita lainnya seputar Konflik di Afghanistan

Editor: Hasanudin Aco

Baca Juga

Komentar