Kabur dari Taliban, Siapa Presiden Afghanistan Ashraf Ghani?
Tempo.co
Istman Musaharun Pramadiba

TEMPO.CO, Jakarta - Kaburnya Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dari Kabul pada Ahad kemarin menjadi sorotan di tengah invasi Taliban. Tidak ada yang menyangka ia akan keluar dari Afghanistan, bahkan Taliban dan orang-orang terdekatnya sekalipun. Mereka mengira Ghani akan melakukan perlawanan di saat-saat terakhir, bukannya malah kabur.
Aksi Ghani untuk kabur dari Taliban mendapat kecaman dari warga dan bawahan-bawahannya. Menurut mereka, Ghani mengambil langkah yang memalukan dan tidak patriotik di saat ia seharusnya tampil keras. Adapun kaburnya Ghani diumumkan ke publik oleh Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional.
"Mantan Presiden (Ashraf Ghani) telah meninggalkan Afghanistan. Dia telah meninggalkan negara dalam kondisi seperti sekarang (diduduki Taliban) dan Tuhan akan meminta pertanggungjawaban darinya," ujar Abdullah Abdullah, Ketua Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional, dikutip dari Al Jazeera, Ahad, 15 Agustus 2021.
Ghani, dalam postingan Facebooknya sesudah kabur, menganggap dirinya melakukan hal yang tepat. Ia berdalih dirinya kabur untuk menghindari pertumpahan darah.
Seperti Apa Kepemimpinan Ghani?
<!--more-->
Dikutip dari kantor berita Reuters, Ashraf Ghani memimpin Afghanistan sejak 2014. Di tahun tersebut, ia memenangi pilpres dan mengambil alih pemerintahan dari Hamid Karzai. Karzai memimpin Afghanistan di masa awal Amerika masuk ke sana untuk mengincar Taliban.
Menjadi presiden, mengakhiri pertempuran dengan Taliban menjadi salah satu agenda utamanya. Ia ingin mengawal langsung keterlibatan Amerika di Afghanistan, penarikan pasukan asing, plus proses damai dengan Taliban meski kelompok pemberontak itu terus menyerang administrasinya.
Pengawalan oleh Ghani berujung pada dimulainya negosiasi damai Afghanistan, Amerika, Taliban di tahun 2020. Negosiasi yang melibatkan berbagai negara tersebut dilakukan di Doha, ibu kota Qatar. Kesepakatan damai berhasil dicapai, namun implementasinya masalah lain. Ghani tak bisa mewujudkannya ataupun bertindak tegas ke Taliban.
Lambannya Ghani mewujudkan damai di Taliban membuat berbagai negara kehabisan kesabaran. Mulai berkembang desakan-desakan agar ia mundur dan digantikan PLT Presiden, namun Ghani bertahan walaupun faktanya tidak membuahkan hasil.
Hubungan Ghani memang tidak sepenuhnya baik dengan komunitas internasional, terutama negara-negara Barat. Ia tidak sepandangan dengan mereka, terutama soal proses damai dengan Taliban. Barat ingin cara cepat, Ghani ingin proses bertahap karena khawatir damai yang rapuh.
"Masa depan Afghanistan ditentukan oleh warganya sendiri, bukan oleh mereka yang duduk di belakang meja dan bermimpi di siang bolong," ujar Ghani, menyindir negara-negara Barat tak terkecuali sekutunya, Amerika.
Selain ketiga agenda yang disebutkan di atas, Ghani juga berjanji memberantas korupsi, memperbaiki perekonomian Afghanistan, plus mengubahnya menjadi hub perdagangan regional antara Asia Selatan dan Pusat. Ia juga gagal mewujudkan hal-hal tersebut.
Bagaimana Ia Bisa Menjadi Presiden?
<!--more-->
Memiliki latar belakang pendidikan Antropologi, Ashraf Ghani memiliki gelar doktoral dari Columbia University, New York. Pada tahun 2010, 4 tahun sebelum menjadi Presiden Afghanistan, ia disebut sebagai 1 dari 100 pemikir global berpengaruh versi Foreign Policy Magazine.
Jalan ia mendapatkan jabatan presiden tak gampang. Ia harus menyakinkan warga lokal. Selama seperempat abad, ia lebih banyak menghabiskan waktu di luar Afghanistan. Penyebabnya adalah pengaruh Soviet, perang saudara, dan kuasa Taliban di tahun 90an.
Selama periode itu, ia lebih banyak berperan sebagai akademisi dan diplomat. Ia pernah bekerja untuk Bank Dunia serta PBB untuk wilayah Asia Selatan dan Timur.
Kesempatan untuk kembali ke Afghanistan muncul ketika Amerika memulai War on Terror ke teroris pasca-peristiwa 911. Ghani keluar dari pos internasional dan kembali ke Kabul. Ia menjadi penasihat senior Presiden Hamid Karzai. Setahun mengisi posisi itu, ia dipromosikan menjadi Menteri Keuangan di tahun 2002.
Hubungannya dengan Karzai tak bertahan lama. Tahun 2004, keduanya pecah kongsi. Ghani kembali menjadi akademisi di Universitas Kabul. Di sana, ia dikenal sebagai pemikir berpengaruh, mendorong reformasi di Afghanistan via lembaga think-thank yang fokus ke negara-negara dunia ketiga.
Tahun 2009, Ashraf Ghani akhirnya memiliki kans untuk maju sebagai capres. Ia gagal, hanya berhasil menjadi pengumpul suara terbanyak keempat (4 persen). Kesempatan datang di tahun 2014 ketika Karzai tak bisa kembali maju untuk ketiga kalinya.
Baca juga: Warga Afghanistan Kecewa Presiden Ashraf Ghani Kabur dari Taliban
ISTMAN MP | REUTERS


Tidak ada komentar:
Posting Komentar