Mengenal Klasifikasi dalam Paralimpiade Tokyo

Paralimpiade mengenal istilah klasifikasi sehingga jumlah medali yang diperebutkan dalam satu nomor pertandingan jauh lebih banyak dibandingkan gelaran Olimpiade.
Dalam Paralimpiade edisi ke-16 ini ada 22 cabang olahraga yang akan dipertandingkan. Dari jumlah tersebut sebanyak 539 medali emas diperebutkan sekitar 4.520 atlet dari 163 National Paralympic Committeee (NPC) yang mewakili tiap negara.
Jumlah medali Paralimpiade ini jauh lebih banyak dibanding Olimpiade Tokyo 2020 yang mempertandingkan 33 cabang olahraga dan terdiri dari 55 disiplin. Jumlah medali emas dari seluruh cabang dan disiplin tersebut adalah 339 emas.
Mengapa bisa demikian? Ini tak lain karena klasifikasi nomor lomba di Paralimpiade lebih beragam. Untuk satu nomor perlombaan Olimpiade misalnya, bisa menjadi beberapa nomor perlombaan di Paralimpiade, menyesuaikan kategori difabel tiap atlet.
Dari nomor lari 100 meter putra misalnya, hanya satu nomor untuk Olimpiade tetapi ada lima nomor untuk Paralimpiade. Klasifikasi kelima nomor perlombaannya adalah gangguan penglihatan, celebral palsy, amputasi, kursi roda, dan prostesis (alat bantuan/kaki palsu).
Begitu juga dengan tenis meja nomor tunggal. Jika di Olimpiade hanya memperebutkan satu medali emas, untuk Paralimpiade akan memperebutkan 11 medali emas. Ke-11 nomor tersebut dikategorikan berdasarkan difabel tiap atlet, dari C1 hingga C11.
Kategori C1 untuk atlet yang tidak memiliki keseimbangan duduk dan lengan bermain yang terpengaruh secara signifikan, misalnya karena tetraplegia. Pemain akan sering mendukung keseimbangan duduk mereka dengan lengan yang tidak bermain.
Kategori C2 juga untuk yang tidak memiliki keseimbangan duduk dan lengan bermain mereka sedikit terpengaruh. Seperti para pemain di kelas C1, mereka menempelkan raket ke tangan untuk menggantikan fungsi pegangan yang terbatas.
Kategori C3 untuk yang memiliki fungsi tangan dan lengan penuh dan berkursi roda. Atlet kategori ini biasanya mengalami gangguan yang terjadi akibat cedera tulang belakang atau kondisi neurologis, seperti cerebral palsy.
Kategori C4 merupakan nomor yang diperuntukkan bagi atlet yang memiliki keseimbangan duduk, adapun lengan dan tangan mereka bisa berfungsi penuh. Dengan menggunakan kursi roda, mereka bisa bergerak maju ke depan untuk menyambut servis lawan.
Kategori C5 mencakup atlet yang bertanding di kursi roda, dan memiliki keseimbangan duduk, fungsi lengan, dan tangan yang normal. Atlet di kategori ini bisa meregangkan tubuh ke samping untuk melakukan pukulan. Kelas ini termasuk bagi atlet dengan cedera tulang belakang bagian bawah.
Kategori C6 untuk mereka yang bisa berdiri, tetapi memiliki gangguan yang mempengaruhi kedua lengan dan kaki. Kelas ini mencakup atlet dengan ataksia, athetosis atau hypertonia yang mempengaruhi kaki dan lengan yang bermain.
Kategori C7 untuk atlet yang memiliki gangguan signifikan pada kedua kaki atau lengan yang bermain atau gangguan yang cukup mempengaruhi lengan dan kaki. Misalnya pemain dengan amputasi kedua lengan di atas siku.

Kategori C8 untuk atlet dengan gangguan kaki sedang atau lengan bermain yang terpengaruh. Seorang atlet yang mengalami kelemahan otot pada salah satu kakinya karena penyakit polio misalnya, akan bertanding di kategori ini.
Kategori C9 untuk mereka yang memiliki gangguan ringan di kaki atau lengan. Bisanya atlet dengan lutut kaku, atau siku yang terbatas, atau yang memiliki gangguan signifikan pada lengan non-main, akan bersaing di kelas olahraga ini.
Kategori C10 untuk atlet yang memiliki gangguan relatif ringan, seperti pergelangan kaki yang kaku atau pergelangan tangan yang bermain. Pemain dengan perawakan mungil juga dapat bermain di kelas olahraga 10 ini.
FOTO: Semangat Membara di Arena Renang Paralimpiade Tokyo








Kategori C11 bagi pemain dengan gangguan intelektual yang biasanya mengalami kesulitan pengenalan pola, pengurutan, dan memori, atau memiliki waktu reaksi yang lebih lambat, yang berdampak pada keterampilan.
Hal tersebut adalah contoh klasifikasi di nomor tunggal putra tenis meja. Di tiap cabang olahraga, selalu ada klasifikasi yang dilakukan untuk mengelompokkan atlet-atlet yang berlaga sesuai dengan kondisi tubuh masing-masing atlet.
Dua cabang olahraga yang paling banyak memperebutkan medali adalah atletik dan renang. Di Olimpiade Tokyo 2020 cabang olahraga atletik memperebutkan 48 medali emas dan renang 49 medali.
Di Paralimpiade Tokyo 2020, medali emas yang diperebutkan dari cabang olahraga atletik sebanyak 167. Dari cabang olahraga renang ada 146 medali emas yang diperebutkan.
Disadur dari laman Resmi IPC, klasifikasi atlet dikelompokkan berdasarkan derajat keterbatasan aktivitas akibat dari gangguan difabelnya. Dalam hal ini ada tiga langkah yang digunakan IPC dalam menetapkan klasifikasi.
Ketiga langkah klasifikasi itu adalah apakah difabelnya memenuhi syarat untuk olahraga tertentu, apakah kecacatannya memenuhi kriteria kecacatan minimum olahraga, dan kelas olahraga yang paling tepat menggambarkan batasan aktivitasnya.
IPC lantas menetapkan 10 kategori atlet di Paralimpiade. Hal ini dijelaskan pada bab 3.13 dalam Buku Pegangan IPC, sebagai berikut:
1. Kekuatan otot. Maksudnya berkurangnya kekuatan otot atau kelompok otot, seperti otot satu anggota badan atau bagian bawah tubuh yang disebabkan, misalnya, cedera tulang belakang, spina bifida, atau polio.
2. Rentang gerakan pasif. Rentang gerakan sendi yang berkurang secara permanen, misalnya karena arthrogryposis. Hipermobilitas sendi, ketidakstabilan sendi, dan kondisi akut, seperti artritis, tidak dianggap memenuhi syarat.
3. Anggota gerak, yakni tidak adanya tulang atau persendian total atau sebagian sebagai akibat trauma (misalnya kecelakaan mobil), penyakit (misalnya kanker tulang) atau defisiensi anggota badan bawaan (misalnya dysmelia).
4. Perbedaan panjang kaki. Pemendekan tulang pada satu kaki karena kelainan bawaan atau trauma.
5. Perawakan pendek. Berkurangnya tinggi badan saat berdiri karena dimensi abnormal tulang tungkai atas dan bawah atau batang tubuh, misalnya karena akondroplasia atau disfungsi hormon pertumbuhan.
6. Hypertonia, yakni peningkatan ketegangan otot yang tidak normal dan berkurangnya kemampuan otot untuk meregang, karena kondisi neurologis, seperti cerebral palsy, cedera otak, atau multiple sclerosis.
7. Ataksia atau kurangnya koordinasi gerakan otot karena kondisi neurologis, seperti cerebral palsy, cedera otak atau multiple sclerosis.
8. Athetosis yang umumnya ditandai dengan gerakan yang tidak seimbang, tidak disengaja, dan kesulitan dalam mempertahankan postur simetris, karena kondisi neurologis, seperti cerebral palsy, cedera otak, atau multiple sclerosis.
9. Gangguan penglihatan. Kategori melingkupi samar penglihatan yang dipengaruhi oleh kerusakan struktur mata, saraf optik atau jalur optik, dan atau korteks visual.
10. Gangguan Intelektual. Ini merupakan keterbatasan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif seperti diekspresikan dalam keterampilan adaptif konseptual, sosial, dan praktis, yang dimulai sebelum usia 18 tahun.
Ketua Umum NPC Indonesia, Senny Marbun mengatakan, klasifikasi nomor perlombaan Paralimpiade saat ini sudah baku: berdasarkan 10 kategori tersebut. Namun, dari 10 kategori ini dibagi lagi berdasarkan kelas difabelnya.
"Kalau sekarang klasifikasinya sudah sangat detail. Screening terperinci ini dilakukan agar perlombaannya setara. Tidak bisa kan, misalnya yang amputasi tangan bertanding dengan yang amputasi kaki," kata Sanny kepada CNNIndonesia.com.
"Goalball [bola gawang] misalnya hanya untuk atlet tunanetra. Tingkat gangguan penglihatan di Paralimpiade dibagi tiga kelas. Tujuannya apa? Agar atlet dengan gangguan penglihatan yang lebih sedikit tidak akan mendapat keuntungan," katanya menjelaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar