Riset Ungkap Perlindungan Vaksin AstraZeneca Cuma 6 Bulan

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa perlindungan dari dosis penuh vaksin Covid-19 AstraZeneca akan memudar dalam waktu enam bulan. Hal ini memancing studi baru mengenai pentingnya dosis penguat atau booster.
Studi yang dilakukan oleh ilmuwan di King's College London ini menggunakan data yang dikumpulkan melalui aplikasi ponsel dengan lebih dari satu juta pengguna aktif yang mencatat rincian vaksinasi dan hasil tes mereka.
"Perlindungan dari vaksin AstraZeneca turun dari 77% satu bulan setelah dosis kedua menjadi 67% setelah empat sampai lima bulan," tulis laporan itu seperti dikutip AFP, Rabu (25/8/2021).
Pelemahan kekuatan vaksin ini dikhawatirkan akan menyebabkan lebih banyak rawat inap dan kematian pada musim dingin pada akhir tahun 2021.
"Menurut pendapat saya, skenario terburuk yang masuk akal dapat melihat perlindungan di bawah 50% untuk orang tua dan petugas kesehatan pada musim dingin," kata Prof Spector dari King's College.
"Jika tingkat infeksi tetap tinggi, didorong oleh varian Delta yang lebih menular dan pelonggaran pembatasan, skenario ini dapat berarti peningkatan rawat inap dan kematian," sebut ilmuwan itu.
"Kami sangat perlu membuat rencana untuk booster vaksin," tambahnya.
Temuan terbaru ini muncul setelah studi lain oleh para ilmuwan Universitas Oxford yang diterbitkan pekan lalu menemukan bahwa efektivitas vaksin Pfizer menurun lebih cepat daripada AstraZeneca.
Sebelumnya usulan mengenai dosis penguat sudah menjadi wacana yang berkembang di seluruh dunia. Beberapa negara seperti negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) juga menilai bahwa vaksin booster efektif dalam memperkuat imun dari virus corona.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebut bahwa vaksin booster yang saat ini lebih banyak diterapkan negara kaya akan menciptakan defisit vaksin di negara-negara berpenghasilan rendah.
"Kami membutuhkan pembalikan mendesak dari sebagian besar vaksin masuk ke negara-negara berpenghasilan tinggi, ke sebagian besar ke negara-negara berpenghasilan rendah," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar