Kisah Anggota PKI yang Punya Ilmu Kebal Akhirnya Tewas Setelah Terucap Satu Kata 'TIDAK'
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fcdn-2.tstatic.net%2Fbangka%2Ffoto%2Fbank%2Fimages%2F20210921-peristiwa-pembersihan-anggota-dan-simpatisan-pki.jpg)
Kisah Anggota PKI yang Punya Ilmu Kebal Akhirnya Tewas Setelah Terucap Satu Kata TIDAK
BANGKAPOS.COM -- Peristiwa kelam pernah terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia yaitu G30S/ Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 30 September 1965.
Setelah pasukan TNI berhasil menggagalkan upaya kudeta G30S/PKI dan mengendalikan situasi Ibu Kota Jakarta, terjadi perburuan terhadap mereka yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan PKI.
Perburuan dan penangkapan itu dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia yang diduga sebagai basis PKI.
Peristiwa tak masuk akal atau bersifat klenik pun mewarnai rangkaian penumpasan anggota maupun simpatisan PKI.
Di antaranya, kejadian aneh saat anggota TNI melaksanakan eksekusi mati anggota PKI di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Saat itu, ada seorang anggota PKI yang tak mempan ditembak.
Anggota PKI itu sama sekali tak menunjukkan rasa takut. Padahal, ia tengah menjalani proses eksekusi mati.
Di tengah alun-alun Blora, tawanan tersebut ditembak tepat di keningnya. Namun, ia tak mati.
Mayor Kemal Idris yang menjadi komandan Batalyon Kala Hitam Divisi Siliwangi bingung mendapati hal ini.
Seorang komandan peleton (Danton), anak buah Mayor Kemal Idris, lantas bertanya. "Ada apa Mayor?"
"Itu tawanan minta mati," tukas Kemal.
Danton tersebut lantas mengambil pistol dan menempelkannya tepat di kening tawanan tersebut.
"Klik-klik." Pistol sama sekali tak bisa menyalak, padahal peluru masih penuh.
Dua kali Danton mengulanginya, namun hasilnya tetap sama. Pistol itu tak mau meletus.
"Kamu punya ilmu ya?" tanya sang Danton.
"Tidak," jawab anggota PKI yang jadi tawanan tersebut.
Kali ini pistol dikokang dan ditempelkan lagi ke kening tawanan. Pelatuk ditarik dan Dorr!
Sejurus kemudian tawanan itu terjengkang ke belakang dan langsung tewas.
"Rupanya, jawaban "Tidak" dari sang jagoan merupakan kunci pelepasan ilmu kebalnya sehingga dia mati sesuai permintaannya…" ungkap Mayjen TNI (Purn) Rachwono yang ikut dalam Batalyon Kala Hitam saat menggulung sisa-sisa kekuatan PKI Madiun seperti dikutip dalam dokumen pribadinya.
Dukun PKI Kebal Senjata dan Peluru
Kejadian tak jauh berbeda dialami pasukan Kopassus yang diterjunkan untuk menumpas seorang simpatisan PKI yang terkenal sebagai dukun.
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fcdn-2.tstatic.net%2Fbangka%2Ffoto%2Fbank%2Fimages%2F20210921-organisasi-pelajar-muslim-membakar-sekretariat-organisasi-pelajar-underbow-pki.jpg)
Dikutip dari buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" karya Hendro Subroto, saat itu pada tahun 1967, perburuan terhadap simpatisan dan anggota PKI dilakukan di kawasan yang terletak antara Cepu dan Ngawi.
Kopassus bersama sejumlah prajurit Kodam Diponegoro hendak menumpas simpatisan PKI yang bernama Mulyono Surodihadjo alias Mbah Suro.
Dalam operasi ini, Kopassus berkekuatan satu kompi di bawah pimpinan Letnan Feisal Tanjung, sedangkan Kodam Diponegoro menerjunkan prajurit dari Yon 408, Yon 409, Yon 410.
TNI terpaksa menggunakan cara kekerasan untuk menghentikan dukun PKI itu.
Adapun Mbah Suro merupakan seorang mantan lurah yang dibebastugaskan akibat kesalahannya sendiri.
Setelah lengser sebagai lurah, Mbah Suro membuka praktik sebagai dukun yang mengobati orang sakit.
Namun, belakangan sosok Mulyono dikenal sebagai dukun kebal, hingga ia disebut sebagai Mbah Suro atau Pendito Gunung Kendheng.
Pergantian nama baru menjadi Mbah Suro juga diikuti dengan perubahan penampilannya seperti memelihara kumis tebal, dan rambut panjang.
Ia melakukan berbagai kegiatan yang berbau klenik, dan menyebarkan kepercayaan Djawa Dipa.
Mbah Suro juga sering memberi jampi-jampi atau mantera dan air kekebalan kepada para muridnya.
Banyak pengikutnya yang percaya telah menjadi kebal terhadap senjata tajam dan senjata api.
Seiring waktu, nama Mbah Suro semakin terkenal sehingga makin banyak yang datang ke padepokannya hingga mencapai ribuan orang.
Banyak dari mereka adalah anggota dan simpatisan PKI yang bersembunyi dari kejaran TNI.
Melihat Mbah Suro telah ditunggangi oleh PKI, Panglima Kodam VII/Diponegoro memerintahkan untuk menutup padepokan tersebut.
"Pangdam terpaksa memerintahkan agar penutupan dilakukan dengan jalan kekerasan, karena segala upaya jalan damai yang ditempuh telah menemui jalan buntu," tulis Hendro dalam bukunya
Akhirnya, Kodam VII/ Diponegoro beserta satu Kompi RPKAD (sekarang Kopassus) di bawah pimpinan Feisal Tanjung menyerbu padepokan Mbah Suro.
Mbah Suro pun berhasil ditaklukkan dalam penyerbuan itu.
Selain Mbah Suro, puluhan orang muridnya tewas. Sedangkan pengikut Mbah Suro lainnya berjumlah seribuan orang akhirnya menyerah.
Di pihak TNI, terdapat tiga orang prajurit yang gugur. Beberapa anggota lainnya mengalami berat dan ringan.
(*/tribun-medan.com/berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar