Buntut Oknum Polisi Banting Mahasiswa, Kapolresta Tangerang Didesak Dicopot
SERANG – Massa dari Aliansi Mahasiswa Tangerang mendesak agar Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Wahyu Sri Bintoro dicopot dari jabatannya. Desakan itu diungkapkan mahasiswa saat aksi unjuk rasa di depan Kompleks Taman Krisan, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Cipocokjaya, Kota Serang, Kamis (14/10).
“Kami dari Aliansi Mahasiswa Tangerang menuntut copot Kapolres Kabupaten Tangerang dan stop tindakan represif,” kata perwakilan mahasiswa bernama Sandi kepada wartawan.
Pantauan Radar Banten di lokasi, massa dari mahasiswa Tangerang itu mulai melakukan aksi unjuk rasa sekira pukul 13.00 WIB. Aksi unjuk rasa yang awalnya hendak dilaksanakan di depan Mapolda Banten itu urung dilakukan karena dihadang petugas kepolisian.
Mereka pun akhirnya berorasi di lokasi yang berjarak sekira 1 kilometer dari Mapolda Banten yakni di depan kompleks Taman Krisan. Dalam orasinya, mereka memprotes aksi ‘smackdown’ oknum polisi terhadap mahasiswa saat aksi unjuk rasa di HUT Kabupaten Tangerang pada Rabu (14/10).
Aliansi mahasiswa yang terdiri mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Tangerang seperti Stisip Yuppentek, Raharja, ISVIL, UMT, Insan Pembangunan, UNIS, STISNU Nusantara itu menilai tindakan oknum kepolisian yang membanting mahasiswa bernama Faris merupakan tindakan yang diluar batas dalam penanganan aksi massa. “Menggunakan kekerasan dalam melaksanakan keamanan publik bertentangan cita-cita dibentuknya Polri karena sudah mengesampingkan hak-hak konstitusional rakyat,” kata Sandi.
Ia mengatakan, menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia. Namun, rupanya masih banyak pembungkaman atas nilai-nilai demokrasi. Kasus di Tangerang adalah salah satu bentuk yang muncul. Ia mengutip bahwa catatan dari Kontras ada 921 kekerasan oleh polisi dari Juni 2019 hingga Mei 2020.
“Kasus di atas jadi gambaran jelas bagi kita bahwa Polri hari ini masih kental dengan nuansa menjaga keamanan di zaman Orde Baru,” kata Sandi.
Mahasiswa lainnya, Muflih Al Fajri menambahkan desakan mundur Kapolresta Tangerang itu juga dikarenakan kegagalan pimpinan dalam membina anggotanya. “Dia (Kapolresta Tangerang-red) telah lalai dalam membina anggotanya,” kata Muflih.
Kepada oknum kepolisian yang telah membanting mahasiswa, mereka ingin agar dipecat. Selain itu, mereka juga menginginkan proses pidana. “Enggak cukup dengan sanksi internal, kami ingin dipenjarakan,” kata Muflih.
Ia mengungkapkan permintaan maaf saja oleh oknum polisi yang melakukan tindakan penganiayaan tidak cukup bagi mereka. “Kalau permintaan maaf saja tidak cukup, biar jadi contoh (disanksi pidana-red),” ucap Muflih.
Dikatakan Muflih. kecewa dengan sikap Polda Banten yang menghalangi aksi unjuk rasa tersebut. Keinginan mereka adalah bertemu langsung dengan Kapolda Banten Irjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho. “Kami pengin menyuarakan aspirasi ke Kapolda Banten, tapi kami dihalangi kepolisian,” kata Muflih.
Kendati tidak bisa berorasi di depan Mapolda Banten, namun sejumlah perwakilan mahasiswa telah bertemu dengan Karo Ops Polda Banten Kombes Pol A Roemtaat dan pejabat utama (PJU) Polda Banten yang lainnya. “Sudah ada delegasi kami yang masuk (ke Mapolda-red),” ungkap Muflih.
Sementara, Kabid Humas Polda Banten Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Shinto Silitonga membantah pihaknya menghalangi aksi unjuk rasa mahasiswa. Alasan unjuk rasa di depan Mapolda Banten tidak diperbolehkan karena dikhawatirkan menggangu ketertiban umum. “Dikhawatirkan menganggu masyarakat karena itu jalan utama (kalau unjuk rasa di Mapolda Banten-red),” kata Shinto.
Dikatakan Shinto, aspirasi mahasiswa yang melakukan unjuk rasa telah ditampung oleh PJU Polda Banten. Aspirasi tersebut akan disampaikan ke Kapolda Banten. “Tentu disampaikan kepada Bapak Kapolda,” ujar perwira menengah Polri ini.
Ditegaskan Shinto, pihaknya akan memberikan sanksi tegas terhadap oknum kepolisian yang melakukan aksi kekerasan terhadap mahasiswa. Namun, pria berdarah Batak tersebut mengaku belum mengetahui jenis sanksi yang akan dijatuhkan kepada bintara Polri tersebut.
“Bapak Kapolda tidak akan melindungi anggota yang melakukan tindakan kekerasan di luar prosedur. (proses sanksi-red) bisa sidang disiplin dan kode etik, nanti ankum (atasan yang berhak menghukum, Kapolresta Tangerang-red) yang akan mengambil keputusan terkait jenis sanksinya,” kata alumnus Akpol 1999 tersebut.
Shinto menuturkan terkait sanksi pidana, proses tersebut bisa dilakukan apabila korban membuat laporan kepolisian. “Sejauh ini belum ada laporan. Kalau ada laporan tentu akan kami layani,” tutur Shinto. (fam/alt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar