Herry Wirawan Dituntut Kebiri Kimia, Bagaimana Sejarah dan Mekanisme Hukumannya?
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg.okezone.com%2Fokz%2F500%2Fcontent%2F2022%2F01%2F11%2F337%2F2530581%2Fherry-wirawan-dituntut-kebiri-kimia-bagaimana-sejarah-dan-mekanisme-hukumannya-TMpfnqD6Rr.jpg)
JAKARTA - Herry Wirawan dituntut hukuman mati dan kebiri kimia akibat aksi bejatnya mencabuli belasan santriwati hingga hamil dan melahirkan. Selain hukuman tersebut, oknum guru pesantren itu juga harus membayar dendaRp500 juta subsider 1 tahun kurungan, penyebaran identitas, hingga pembekuan yayasan dan pondok pesantren yang dikelolanya.
Lantas, apa itu hukum kebiri?
Melansir dari Farmasi.ugm.ac.id, tulisan Apoteker Ika Puspitasari, PhD (Ketua Program Studi Profesi Apoteker, Dosen Farmasi UGM) menjelaskan, kebiri adalah upaya menurunkan dorongan seksual dengan cara menurunkan kadar hormone androgen yaitu testosterone (T) pada pria.
Testosteron adalah hormone utama yang diperlukan untuk libido atau hasrat seksual dan fungsi seksual (sexual behavior). Beberapa penelitian menyebutkan tingginya kadar hormone androgen utamanya testosterone pada pelaku kekerasan seksual dibandingkan pada pria normal bukan pelaku kekerasan seksual (Kreuz & Rose, 1972; Rada dkk, 1976; Brooks &Reddon, 1996).
Ada pula penelitian yang menyebutkan adanya korelasi antara tingginya kadar hormone androgen terhadap agresivitas kekerasan seksual (Giammanco dkk, 2005).
Atas dasar itulah, para peneliti mulai melirik kemungkinan penurunan angka kekerasan seksual dengan cara menurunkan kadar testosterone pada jumlah tertentu pada pelaku kekerasan seksual sehingga diharapkan nafsu seksual/libidonya pelaku menjadi sangat rendah atau bahkan hilang untuk sementara waktu/sepanjang waktu yang diharapkan (dalam masa observasi oleh tenaga medis)(Grubin& Beech, 2010).
Kapan Pertama Kali Kebiri Dilakukan?
Awal mula munculnya praktek penurunan testosterone terjadi pada tahun 1944 saat para ahli menemukan bahwa telah terjadi penurunan kadar testosterone yang sangat bermakna pada pasien pria yang mendapatkan terapi disetilstilbesterol (DES) (Miller, 1998).
Obat Apa Saja untuk Kebiri Kimia?
Medroksiprogesteron asetat dan cyproteron asetat digunakan di Amerika, Eropa dan Kanada untuk melakukan hukuman kebiri kimia. Kedua obat ini adalah hormone antiandrogen yang bekerja pada tahap sintesis testosterone maupun reseptor androgen di dalam sel Leydig di testis (Scott & Holmberg, 2003).
Dalam PP No 70 tahun 2020 pasal 1 tidak disebutkan zat kimia apa yang akan diberikan untuk kebiri kimia. Dalam PP tersebut dituliskan bahwa kebiri kimia yang dimaksud adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain yang dimulai dengan penilaian klinis oleh tenaga medis dan psikiatri (pasal 7). Tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun (pasal 5).
Obat lain yang juga digunakan untuk menekan produksi testosterone yang bekerja secara langsung pada GnRH adalah obat analog GnRH (histrelin asetat) dan GnRH agonis (goserelin, leuprolid, triptorelin).
Masuknya obat mirip GnRH akan menyebabkan makin banyaknya jumlah GnRH yang seiring dengan waktu menyebabkan GnRH di otak akan memproduksi testosterone dalam jumlah makin banyak namun jumlah testosterone yang banyak ini akhirnya akan menyebabkan feedback negative terhadap GnRH akhirnya testosterone juga turun.
Penggunaan obat GnRH agonis ini di beberapa penelitian dianggap yang menjanjikan tujuan penurunan testosterone secara lebih baik dibandingkan dengan penggunaan obat lainnya (Deeks, 2010; Bolla dkk, 1997).
Obat lain yang juga masuk dalam golongan obat penghambat sintesis testosterone adalah ketokonazol. Ketokonazol menghambat konversi kolesterol menjadi progesterone. Selama ini ketokonazol dikenal sebagai obat jamur. Namun mungkin dibutuhkan penggunaan ketokonazol jangka panjang untuk mencapai kadar testosterone yang turun secara bermakna (Santen dkk, 1983).
Apakah Cukup dengan Hukuman Kebiri?
World Federation of Societies of Biological Psychiatry menyarankan upaya hukum kebiri tidak hanya dilakukan secara farmakologi karena melibatkan obat, namun yang tidak dapat ditinggalkan adalah edukasi dan konseling oleh psikiatri sebagai upaya mengembalikan para pelaku hukum kebiri ke tengah masyarakat mengingat efek dari obat-obat ini dapat saja reversible setelah obat dihentikan pemberiannya kepada pelaku (Thibaut dkk, 2010).
Artinya pelaku dapat kembali memiliki hasrat seksual yang harapannya dapat dikendalikan setelah menjalani hukum kebiri kimia selama masa waktu tertentu sesuai penilaian para klinisi.
Sesuai dalam PP No 70 tahun 2020, yang akan diterapkan di Indonesia, kebiri kimia dilakukan selama jangka waktu 2 tahun dan diikuti upaya rehabilitasi jika sudah 2 tahun. Rehabiltasi yang dilakukan untuk pelaku antara lain rehabilitasi psikiatrik, social dan medic (PP 70 tahun 2020, pasal 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar