6 Dampak Ekonomi yang Muncul Akibat Konflik Rusia dan Ukraina - Harian Haluan - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

6 Dampak Ekonomi yang Muncul Akibat Konflik Rusia dan Ukraina - Harian Haluan

Share This

 

6 Dampak Ekonomi yang Muncul Akibat Konflik Rusia dan Ukraina

Konflik antara Rusia dan Ukraina yang sedang terjadi saat ini sangat memberikan banyak dampak di berbagai aspek. Saat ini yang paling terpengaruh dari konflik ini adalah perekonomian global. Hal ini terjadi karena ekonomi global saling terhubung satu sama lain.

Invasi yang telah dilakukan Rusia kepada Ukraina membuat pemulihan ekonomi global jadi terhambat. Apalagi sebagian besar negara di Kawasan Eropa dan juga secara global sedang memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Lantas apa sajakah dampak ekonomi yang diakibatkan dari konflik dua negara ini. Simak ulasan berikut ini.

  1. Harga Minyak Dunia

Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah mempengaruhi harga minyak dunia. Rusia sendiri merupakan negara yang kaya dengan sumber daya energi.

Rusia dapat memproduksi 9,7 juta barel minyak per hari. Catatan tersebut menempatkan Rusia sebagai negara penghasil minyak kedua terbesar setelah Amerika Serikat (AS).
JP Morgan memperingatkan bahwa jika ada aliran minyak Rusia yang terganggu oleh krisis, maka harga minyak bisa dengan mudah melonjak menjadi US$120 per barel. Jika ekspor minyak dari Rusia berkurang setengahnya, harga minyak mentah akan melonjak hingga US$150 per barel.

Advertising
Ad
Advertising
  1. Ancaman Inflasi

Ketegangan Rusia dengan Ukraina dapat membuat inflasi di beberapa negara memburuk. Jika minyak naik menjadi lebih dari US$100 per barel, tingkat inflasi di Amerika Serikat (AS) secara tahunan bisa naik hingga 10 persen.

Harga minyak yang tinggi tentu akan dibebankan kepada perusahaan hingga konsumen. Selain energi, komoditas lain dapat mengalami gejolak harga seperti logam, aluminium, dan paladium.

  1. Gejolak Pasar Saham
    Saat ini investor tengah fokus terhadap gejolak Rusia dan Ukraina. Tanda-tanda eskalasi perang membuat investor menahan transaksi di pasar saham.
    Investor berpotensi melakukan aksi jual besar-besaran. Pasalnya, kenaikan harga minyak dunia dan inflasi karena aksi militer Rusia membuat investor khawatir dengan proses pemulihan ekonomi di dunia. Ketidakstabilan pasar juga dapat merusak kepercayaan di antara konsumen dan pelaku bisnis.
  2. Pertumbuhan Ekonomi Melambat
    Konflik seperti invasi dan peperangan memang dapat mengganggu stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikhawatirkan dapat terjadi pada invasi yang dilakukan Rusia.
    AS khawatir ketegangan antar kedua negara dapat memperburuk pemulihan ekonomi negaranya, memperburuk inflasi, dan meningkatkan ketidakpastian.
    Analisis mengemukakan apabila lonjakan harga minyak dunia menyentuh US$110 per barel, maka akan mengurangi PDB AS sebesar 1 persen. Memang tidak sedramatis dampaknya terhadap inflasi, tetapi masih signifikan mengingat ekonomi AS belum sepenuhnya pulih akibat pandemi.
  3. Kenaikan Suku Bunga
    Jika inflasi melonjak di atas 10 persen, tentu The Fed akan mengendalikan harga dengan menaikkan suku bunga yang lebih cepat. Kenaikan suku bunga yang akan datang dari The Fed akan meningkatkan biaya pinjaman bagi konsumen dalam segala hal. Beberapa contohnya, seperti hipotek, pinjaman mobil, hingga kartu kredit. The Fed dapat memilih untuk mengabaikan peningkatan inflasi hanya sebagai fenomena sementara yang didorong oleh situasi Rusia-Ukraina. Namun, strategi itu tidak berjalan dengan baik tahun lalu, di mana The Fed akhirnya mengabaikan deskripsi "sementara" tentang inflasi terkait pandemi. Yang pasti, ketegangan Rusia-Ukraina akan semakin memperumit tugas The Fed untuk mengendalikan inflasi tanpa memicu resesi ekonomi.
  4.  Serangan Siber

Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia untuk tidak melancarkan aksi serangan siber.
"Jika Rusia menyerang Amerika Serikat atau sekutu melalui cara asimetris, seperti serangan siber yang mengganggu terhadap perusahaan kami atau infrastruktur penting, kami siap untuk merespons," kata Biden.

Ilustrasi Perang (Ghina Atika)

Baca Juga: Rusia Terus Menekan, Presiden Ukraina Berencana Persenjatai Rakyatnya
Serangan siber hanyalah salah satu contoh bagaimana situasi Rusia-Ukraina dapat meluas ke kehidupan sehari-hari.
"Perang berkembang dengan cara yang tidak terduga. Tidak seorang pun boleh berasumsi bahwa mereka dapat melihat semua dampak perang pada awalnya," kata Kelly.

Halaman:
Ilustrasi Perang (Ghina Atika)

Konflik antara Rusia dan Ukraina yang sedang terjadi saat ini sangat memberikan banyak dampak di berbagai aspek. Saat ini yang paling terpengaruh dari konflik ini adalah perekonomian global. Hal ini terjadi karena ekonomi global saling terhubung satu sama lain.

Invasi yang telah dilakukan Rusia kepada Ukraina membuat pemulihan ekonomi global jadi terhambat. Apalagi sebagian besar negara di Kawasan Eropa dan juga secara global sedang memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Lantas apa sajakah dampak ekonomi yang diakibatkan dari konflik dua negara ini. Simak ulasan berikut ini.

  1. Harga Minyak Dunia

Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah mempengaruhi harga minyak dunia. Rusia sendiri merupakan negara yang kaya dengan sumber daya energi.

Rusia dapat memproduksi 9,7 juta barel minyak per hari. Catatan tersebut menempatkan Rusia sebagai negara penghasil minyak kedua terbesar setelah Amerika Serikat (AS).
JP Morgan memperingatkan bahwa jika ada aliran minyak Rusia yang terganggu oleh krisis, maka harga minyak bisa dengan mudah melonjak menjadi US$120 per barel. Jika ekspor minyak dari Rusia berkurang setengahnya, harga minyak mentah akan melonjak hingga US$150 per barel.

  1. Ancaman Inflasi

Ketegangan Rusia dengan Ukraina dapat membuat inflasi di beberapa negara memburuk. Jika minyak naik menjadi lebih dari US$100 per barel, tingkat inflasi di Amerika Serikat (AS) secara tahunan bisa naik hingga 10 persen.

Harga minyak yang tinggi tentu akan dibebankan kepada perusahaan hingga konsumen. Selain energi, komoditas lain dapat mengalami gejolak harga seperti logam, aluminium, dan paladium.

  1. Gejolak Pasar Saham
    Saat ini investor tengah fokus terhadap gejolak Rusia dan Ukraina. Tanda-tanda eskalasi perang membuat investor menahan transaksi di pasar saham.
    Investor berpotensi melakukan aksi jual besar-besaran. Pasalnya, kenaikan harga minyak dunia dan inflasi karena aksi militer Rusia membuat investor khawatir dengan proses pemulihan ekonomi di dunia. Ketidakstabilan pasar juga dapat merusak kepercayaan di antara konsumen dan pelaku bisnis.
  2. Pertumbuhan Ekonomi Melambat
    Konflik seperti invasi dan peperangan memang dapat mengganggu stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikhawatirkan dapat terjadi pada invasi yang dilakukan Rusia.
    AS khawatir ketegangan antar kedua negara dapat memperburuk pemulihan ekonomi negaranya, memperburuk inflasi, dan meningkatkan ketidakpastian.
    Analisis mengemukakan apabila lonjakan harga minyak dunia menyentuh US$110 per barel, maka akan mengurangi PDB AS sebesar 1 persen. Memang tidak sedramatis dampaknya terhadap inflasi, tetapi masih signifikan mengingat ekonomi AS belum sepenuhnya pulih akibat pandemi.
  3. Kenaikan Suku Bunga
    Jika inflasi melonjak di atas 10 persen, tentu The Fed akan mengendalikan harga dengan menaikkan suku bunga yang lebih cepat. Kenaikan suku bunga yang akan datang dari The Fed akan meningkatkan biaya pinjaman bagi konsumen dalam segala hal. Beberapa contohnya, seperti hipotek, pinjaman mobil, hingga kartu kredit. The Fed dapat memilih untuk mengabaikan peningkatan inflasi hanya sebagai fenomena sementara yang didorong oleh situasi Rusia-Ukraina. Namun, strategi itu tidak berjalan dengan baik tahun lalu, di mana The Fed akhirnya mengabaikan deskripsi "sementara" tentang inflasi terkait pandemi. Yang pasti, ketegangan Rusia-Ukraina akan semakin memperumit tugas The Fed untuk mengendalikan inflasi tanpa memicu resesi ekonomi.
  4.  Serangan Siber

Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia untuk tidak melancarkan aksi serangan siber.
"Jika Rusia menyerang Amerika Serikat atau sekutu melalui cara asimetris, seperti serangan siber yang mengganggu terhadap perusahaan kami atau infrastruktur penting, kami siap untuk merespons," kata Biden.

Halaman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages