Presiden Ukraina Umumkan Hari Persatuan - HarianSIB - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Presiden Ukraina Umumkan Hari Persatuan - HarianSIB

Share This

 

Presiden Ukraina Umumkan Hari Persatuan

* PBB Desak Utamakan Diplomasi Cegah Perang
Rabu, 16 Februari 2022 09:02 WIB
37 view
Foto: Kementerian Pertahanan Rusia/Handout
BERGERAK: Sebuah gambar dari video yang dirilis, Selasa (15/2) oleh Kementerian Pertahanan Rusia menunjukkan dua tank unit distrik militer Selatan dan Barat yang bergerak dalam konvoi dari wilayah perbatasan dengan Ukraina dan kembali ke pangkalan setelah latihan militer. 
Kiev (SIB)
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menetapkan tanggal 16 Februari sebagai 'hari persatuan' di tengah ketegangan dengan Rusia. Langkah ini dilakukan Volodymyr setelah intelijen Amerika Serikat (AS) dilaporkan memprediksi Rusia akan mulai menginvasi Ukraina pada tanggal tersebut.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (15/2), Zelensky menyerukan warga Ukraina untuk mengibarkan bendera di gedung-gedung serta menyanyikan lagu kebangsaan secara serempak pada Rabu (16/2) waktu setempat.
Para pejabat Ukraina menekankan bahwa Zelensky tidak memprediksi serangan pada tanggal tersebut, namun merespons laporan media-media asing dengan skeptisisme. Sejumlah media Barat mengutip para pejabat AS dan lainnya yang menyebut tanggal itu sebagai momen militer Rusia siap untuk menyerang.
"Mereka memberitahu kita bahwa 16 Februari akan menjadi hari penyerangan. Kita akan menjadikannya sebagai hari persatuan," cetus Zelensky dalam pesan video yang ditujukan untuk rakyat Ukraina.
"Mereka berupaya menakut-nakuti kita sekali lagi dengan menyebutkan tanggal dimulainya aksi militer," sebutnya.
"Pada hari itu, kita akan mengibarkan bendera nasional kita, mengenakan spanduk warna kuning dan biru, dan menunjukkan persatuan kita kepada seluruh dunia," ujar Zelensky dalam pesannya.
Zelensky telah sejak lama mengatakan bahwa, meski dirinya meyakini Rusia mengancam negaranya, namun kemungkinan adanya serangan dalam waktu dekat telah dilebih-lebihkan oleh sekutu-sekutu Barat, yang merespons upaya Rusia mengintimidasi Ukraina dan menebar kepanikan.
Salah satu penasihat untuk kepala staf kepresidenan Ukraina, Mykhailo Podolyak, menuturkan kepada Reuters bahwa Zelensky merespons laporan media soal prediksi tanggal invasi Rusia 'dengan ironi'.
"Sangat dapat dipahami mengapa warga Ukraina saat ini skeptis soal berbagai 'tanggal spesifik' dari apa yang disebut sebagai 'awal invasi' yang diumumkan oleh media," sebutnya.
"Ketika 'awal invasi' menjadi semacam tanggal tur yang bergulir, pengumuman media semacam itu hanya bisa ditanggapi dengan ironi," imbuh Podolyak.
Kantor Zelensky merilis naskah dekrit yang menyerukan semua desa dan kota di Ukraina untuk mengibarkan bendera nasional pada Rabu (16/2) waktu setempat, dan bagi seluruh bangsa untuk menyanyikan lagu nasional pukul 10.00 waktu setempat.
Rusia diketahui mengerahkan lebih dari 100.000 tentaranya ke dekat perbatasan Ukraina. Namun Rusia menyangkal tuduhan Barat soal rencana invasi ke Ukraina, meski menyatakan pihaknya bisa mengambil aksi militer jika tuntutan keamanan, termasuk larangan Ukraina bergabung NATO, tidak dipenuhi.
Pada Senin (14/2) waktu setempat, Rusia mengindikasikan pihaknya siap terus berunding dengan Barat untuk meredakan krisis keamanan yang berlangsung.
Diplomasi
Sementara itu, Sekjen PBB, Antonio Guterres menyampaikan pada Senin, sangat khawatir terkait meningkatnya ketegangan di Ukraina dan meningkatnya spekulasi soal konflik militer. Guterres juga mendesak para pemimpin dunia meningkatkan upaya diplomasi untuk menenangkan situasi.
"Kami hanya tidak bisa terima kemungkinan konfrontasi yang membawa malapetaka seperti itu," jelasnya kepada wartawan setelah makan siang dengan para duta besar Dewan Keamanan PBB, dikutip dari Reuters, Selasa (15/2).
"Saatnya sekarang untuk meredakan ketegangan dan deeskalasi tindakan di lapangan. Tidak ada tempat bagi retorika yang membakar. Pernyataan publik harus bertujuan untuk mengurangi ketegangan, bukan mengobarkannya," jelas Guterres.
Sebelumnya pada Senin, Guterres juga berbicara secara terpisah dengan menteri luar negeri Rusia dan Ukraina dan menyampaikan kepada wartawan dia akan tetap memantau krisis tersebut sepenuhnya.
Guterres menekankan, Piagam PBB mewajibkan semua negara anggota untuk "menahan diri dalam hubungan internasional mereka dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara mana pun."
"Mengabaikan diplomasi demi konfrontasi bukanlah sebuah langkah melewati batas, itu (langkah seperti) terjun menyelam dari atas tebing," ujarnya.
"Singkatnya, permintaan saya adalah begini: Jangan gagalkan tujuan perdamaian."
PBB tidak ada rencana untuk mengevakuasi atau memindahkan stafnya yang berjumlah lebih dari 1.600 dari Ukraina - yang mana 220 adalah staf asing dan lebih dari 1.400 adalah orang Ukraina, seperti disampaikan juru bicara PBB, Stephane Dujarric pada Senin.
Tarik Mundur
Namun, Pemerintah Rusia mengklaim telah menarik mundur sejumlah pasukan militernya di dekat perbatasan Ukraina untuk kembali ke pangkalan mereka. Langkah ini dinilai akan menjadi langkah besar pertama menuju deeskalasi dalam krisis dengan Barat yang berlangsung selama beberapa pekan terakhir.
Seperti dilansir, Selasa (15/2), penarikan tiba-tiba itu diumumkan saat upaya diplomatik intens dilakukan demi mencegah invasi Rusia yang dikhawatirkan akan dilakukan terhadap Ukraina, setelah lebih dari 100.000 tentara Rusia dikerahkan ke dekat perbatasan Ukraina.
Pada, Selasa (15/2) pagi waktu setempat, kepala juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov, menyatakan bahwa sejumlah pasukan yang dikerahkan dekat Ukraina telah menyelesaikan latihan mereka dan bersiap untuk pergi.
"Unit-unit distrik militer Selatan dan Barat, setelah menyelesaikan tugas-tugas mereka, telah mulai menaiki transportasi kereta api dan jalan raya, dan hari ini mereka akan mulai bergerak ke garnisun militer mereka," tutur Konashenkov kepada kantor-kantor berita Rusia.
Tidak disebutkan dengan jelas oleh Konashenkov jumlah tentara yang kembali ke pangkalan dan apa dampak penarikan itu terhadap keseluruhan pasukan militer yang mengepung Ukraina. Namun diketahui bahwa ini menjadi pengumuman pertama soal penarikan tentara Rusia dalam beberapa pekan terakhir.
Kena Sanksi
Para Menteri Keuangan dari kelompok ekonomi besar G-7 pada Senin (14/2) memperingatkan pemerintah Rusia akan mendapatkan sanksi yang berdampak langsung pada ekonomi Rusia, jika Kremlin melanjutkan agresi militer terhadap Ukraina.
"Prioritas langsung kami adalah mendukung upaya untuk meredakan situasi," kata menteri-menteri keuangan dari kelompok negara paling maju G-7 dalam sebuah pernyataan, Senin (14/2).
Namun, jika pemerintah Rusia meningkatkan aksi militer, maka G-7 secara kolektif akan menjatuhkan hukuman. "Sanksi ekonomi dan keuangan akan memiliki konsekuensi besar pada ekonomi Rusia," lanjutnya.
Para menteri G-7 mengatakan peningkatan militer Rusia di perbatasan Ukraina merupakan penyebab keprihatinan serius.
"Menteri Keuangan G-7, menggarisbawahi kesiapan kami untuk bertindak cepat dan tegas mendukung ekonomi Ukraina," dalam sebuah pernyataan bersama.
Setiap agresi militer lebih lanjut oleh pemerintah Rusia terhadap Ukraina akan ditanggapi dengan respons yang cepat, terkoordinasi, dan kuat.
G-7 meminta pemerintah Rusia untuk mengurangi eskalasi, mengedepankan saluran diplomatik, dan mematuhi komitmen internasional tentang transparansi kegiatan militer.
Dievakuasi
Terpisah, Dubes RI untuk Ukraina Ghafur Dharmaputra mengatakan, kondisi di Ukraina saat ini masih relatif kondusif.
"Kami di KBRI dan para WNI di Ukraina dalam keadaan sehat walafiat. Hingga saat ini, kondisi di Ukraina relatif masih kondusif," kata Ghafur saat dihubungi, Selasa (15/2).
Ghafur tidak membantah adanya suasana memanas seperti yang diberitakan di perbatasan Rusia dan Ukraina. Namun dia menegaskan keadaan Kota Kyiv sampai saat ini masih aman dan tenang tanpa penjagaan berarti.
"Memang yang ramai diberitakan adalah latihan militer di utara antara Rusia dan Belarusia, dan latihan AL Rusia di Laut Hitam. Keadaan Kota Kyiv aman dan tenang, tidak ada penjagaan yang berarti," ucapnya.
Meski Kota Kyiv masih relatif aman, Ghafur menyebut pihak KBRI tetap melakukan langkah kontingensi dan komunikasi dengan para WNI untuk mendapat perlindungan. Selain itu, jika situasi dan kondisi memburuk, Ghafur memastikan akan ada evakuasi terhadap WNI yang berada di Ukraina.
"KBRI sudah jalin komunikasi dengan para WNI dan mendata mereka sebagai bagian dari perlindungan WNI. KBRI memiliki Rencana kontingensi, termasuk evakuasi, sekiranya sikon memburuk dan mengancam keselamatan jiwa," ujarnya. (Detikcom/Merdeka/SP/a)
Penulis
: Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages