RI Dapat Utang Rp 2,13 T dari ADB - detikFinance

 

RI Dapat Utang Rp 2,13 T dari ADB

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 16 Feb 2022 10:33 WIB
Pengembalian Uang Korupsi Samadikun

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Toni Spontana (tengah) menyerahkan secara simbolis kepada Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman A. Arianto (ketiga kanan) uang ganti rugi korupsi Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) dengan terpidana Samadikun Hartono di Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (17/5/2018). Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Samadikun Hartono terbukti korupsi dana talangan BLBI dan dihukum 4 tahun penjara serta diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 169 miliar secara dicicil. Grandyos Zafna/detikcom

-. Petugas merapihkan tumpukan uang milik terpidana kasus korupsi BLBI Samadikun di Plaza Bank Mandiri.
Foto: grandyos zafna
Jakarta -

Asian Development Bank (ADB) menyetujui pinjaman senilai US$ 150 juta atau setara Rp 2,13 triliun (kurs Rp 14.233) kepada Indonesia. Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung fasilitas yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19.

Direktur ADB untuk Thailand, Anouj Mehta mengatakan pinjaman termasuk jadi katalis bagi dana pemerintah dan swasta dalam mendukung proyek infrastruktur yang hijau dan layak. Tujuannya agar dapat membantu Indonesia mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG).

"Fasilitas ini akan meningkatkan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dan mempercepat pemulihan Indonesia dari pandemi COVID-19 dengan menghimpun modal dan menciptakan lapangan kerja," Anouj dalam keterangan resmi dikutip detikcom, Rabu (16/2/2022).

The Sustainable Development Goals Indonesia One-Green Finance Facility (SIO-GFF), menjadi yang pertama di Asia Tenggara. Program ini bertujuan membiayai setidaknya 10 proyek, dengan minimal 70% dari pembiayaan tersebut mendukung infrastruktur hijau dan sisanya mendukung SDG.

Fasilitas ini akan merancang proyek yang layak dijalankan guna menarik pendanaan untuk melengkapi belanja pemerintah, termasuk dari sumber-sumber swasta, lembaga, dan komersial.

"SIO-GFF ditujukan agar dapat menjadi katalis hingga delapan kali dari dana yang kami investasikan guna mendukung infrastruktur yang ramah iklim dan membantu kemajuan Indonesia menuju SDG," tuturnya.

Pinjaman kepada pemerintah Indonesia tersebut akan diteruskan lagi pada PT Sarana Multi Infrastruktur/SMI (Persero) sebagai lembaga milik negara untuk pembiayaan infrastruktur yang akan mengelola fasilitas tersebut.

Baca juga:

ADB juga telah menyetujui bantuan teknis guna membantu memperkuat kemampuan PT SMI untuk menjalankan fasilitas tersebut, sehingga bisa memperluas layanan PT SMI agar dapat mendukung peminjam lainnya dan mengkatalisis pendanaan swasta.

Bantuan teknis tersebut didanai senilai US$ 1,2 juta dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (Department of Foreign Affairs and Trade) dan US$ 375.000 dari Dana Khusus Kemitraan Pembangunan Sektor Keuangan Luxembourg (Financial Sector Development Partnership Special Fund).

"Indonesia merupakan negara sumber emisi gas rumah kaca terbesar kelima di dunia dan mengkontribusikan lebih dari setengah emisi gas rumah kaca di Asia Tenggara," kata Spesialis Senior Sektor Keuangan ADB, Benita Ainabe.

Dengan model pembiayaan inovatif yang memasukkan standar hijau global, SIO-GFF akan membantu Indonesia berfokus pada infrastruktur tangguh iklim seiring pemulihannya dari pandemi COVID-19.

"Belajar dari pengalaman kami di Indonesia, kami berharap dapat mengembangkan pendekatan tersebut ke negara-negara lain di kawasan ini," imbuhnya.

Menurut laporan ADB, kebutuhan pembiayaan infrastruktur tahunan di Indonesia dari 2016-2020, setelah memasukkan komponen perubahan iklim, diperkirakan rata-rata sekitar US$ 74 miliar. Dari dana tersebut terdapat kesenjangan pembiayaan infrastruktur setiap tahunnya mencapai US$ 51 miliar.

Oleh karena itu, fasilitas yang diberikan ADB ini berupaya membantu mengelola risiko kredit selama siklus hidup proyek terutama pada tahap konstruksi dan tahun awal operasi komersial saat arus kas masih negatif. Fasilitas ini akan menawarkan pinjaman, mungkin juga memberikan ekuitas, utang yang dapat dikonversi dan jaminan, guna mengurangi risiko kredit proyek dan menarik pemberi pinjaman komersial.

Proyek ini sejalan dengan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 Indonesia dan mengikuti strategi kemitraan negara ADB untuk Indonesia 2020--2024 yang berfokus pada percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan ketangguhan.

ADB berkomitmen mencapai Asia dan Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh dan berkelanjutan, serta terus melanjutkan upayanya memberantas kemiskinan ekstrem. Didirikan pada 1966, ADB dimiliki oleh 68 anggota, di mana 49 di antaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik.

Baca juga:

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya