Prinsip Bebas-Aktif dalam Konflik Rusia-Ukraina Halaman all - Kompas - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Prinsip Bebas-Aktif dalam Konflik Rusia-Ukraina Halaman all - Kompas

Share This

 

Prinsip Bebas-Aktif dalam Konflik Rusia-Ukraina Halaman all - Kompas.com

Seorang pria berjalan di depan sebuah bangunan yang hancur setelah serangan rudal Rusia di kota Vasylkiv, dekat Kyiv, Minggu (27/2/2022). Menteri luar negeri Ukraina mengatakan pada 27 Februari bahwa Kyiv tidak akan menyerah pada pembicaraan dengan Rusia mengenai invasinya, menuduh Presiden Vladimir Putin berusaha meningkatkan tekanan dengan memerintahkan pasukan nuklirnya dalam siaga tinggi.

MAJELIS Umum PBB di New York pada 28 Februari lalu mulai bersidang membahas konflik Rusia-Ukraina.

Di akhir persidangan pada 2 Maret, diadakan pemungutan suara terhadap 193 negara anggota PBB untuk mengesahkan resolusi.

Isi resolusi: menyesalkan (deplores in the strongest terms) agresi Rusia terhadap Ukraina, menyerukan Rusia menghentikan kekerasan (cease its use of force) dan menarik pasukannya dari Ukraina (withdraw its military forces).

Hasilnya: 141 negara mendukung resolusi, 35 abstain dan 5 menolak.

Meskipun resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum, hasil voting memberi gambaran sikap mayoritas anggota PBB terhadap agresi Rusia.

Persepsi mayoritas ini bisa menjadi tekanan politik bagi Rusia, yang dapat memengaruhi dinamika deliberasi selanjutnya.

Video Rekomendasi

Konflik Rusia-Ukraina Dinilai Bisa Berdampak Besar ke Inflasi Indonesia
Konflik Rusia-Ukraina Dinilai Bisa Berdampak Besar ke Inflasi Indonesia

Bagaimana memaknai hasil voting ini dari perspektif politik luar negeri Indonesia?

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam wawancaranya dengan Kompas (4 Maret), mengindikasikan sikap Indonesia terhadap konflik Rusia-Ukraina.

Pada prinsipnya, sikap Indonesia terhadap konflik harus berpedoman pada amanat Konstitusi.

Dalam Mukadimah UUD 1945 jelas diamanatkan bahwa Indonesia “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Ini artinya Indonesia ikut berkontribusi terhadap upaya internasional untuk menjaga perdamaian dunia dengan prinsip kemerdekaan.

Kemerdekaan di sini tidak sebatas pada kemerdekaan politik. Sebuah negara boleh saja merdeka secara politik, tidak di bawah penjajahan oleh negara lain.

Tapi tidak merdeka dalam membuat keputusan karena berada dalam tekanan negara lain.

Indonesia mantap hati menentukan garis politik luar negerinya: merdeka secara politik, tapi juga merdeka dalam mengambil keputusan.

Artinya setiap keputusan diambil tidak atas tekanan negara lain. Tapi semata karena kepentingan nasional.

Inilah jiwa dari politik luar negeri “bebas-aktif”. Bebas dalam menentukan sikap. Aktif dalam memelihara perdamaian dunia.

Prinsip bebas-aktif ini dimaktubkan dalam Pasal 3 Undang Undang No 37 tentang Hubungan Luar Negeri.

Lantas bagaimana manifestasi prinsip kemerdekaan dan bebas-aktif dalam resolusi konflik Rusia-Ukraina?

Terkait resolusi konflik, Indonesia memperjuangkan tiga prioritas. Pertama, penghentian kekerasan.

Indonesia berkeyakinan konflik justru akan bereskalasi jika kekerasan terus berlanjut. Seperti jiwa Mukadimah UUD 1945, dalam memelihara perdamaian Indonesia berpegang pada prinsip kemerdekaan.

Kemerdekaan di sini artinya bukan saja merdeka dari penjajajahan. Tapi juga merdeka dari rasa takut karena penindasan dengan kekerasan. Prioritas Indonesia ini tertuang dengan baik di dalam resolusi.

Salah satu diktum (operative paragraph 3) resolusi menyeru dengan jelas agar Rusia menghentikan kekerasan.

Kedua, penyelesaian secara damai dan dialog. Sikap ini juga bersesuaian dengan jiwa Mukadimah UUD 1945, yang memuat prinsip “berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi”.

Indonesia pembelajar sejarah yang baik. Memetik nilai daripadanya. Revolusi kemerdekaan dilalui dengan jalan perang.

Perang yang menuntut korban tak terperi. Tapi pada akhirnya pengakuan kemerdekaan dicapai melalui jalan damai, dialog dan diplomasi.

Nilai ini juga yang diperjuangkan Indonesia dalam resolusi. Prioritas kedua pun sudah termanifestasikan dengan baik di operative paragraph 14, yang mendesak agar konflik Rusia-Ukraina diselesaikan melalui “dialogue, negotiations, mediation and other peaceful means”.

Ketiga, memberi akses bagi bantuan kemanusian. Di Mukadimah UUD 1945 ada pesan bahwa dalam memelihara ketertiban dunia prinsip keadilan sosial harus dijaga.

Rakyat yang terdampak perang harus diberi jaminan keamanan dan mendapat bantuan kemanusiaan.

Prioritas ketiga ini direfleksikan di resolusi operative paragraph 9, yang mendesak semua pihak untuk memberikan akses bagi bantuan kemanusiaan (access to humanitarian assistance).

Alhasil, ketiga prioritas Indonesia sudah berhasil diperjuangkan untuk direfleksikan ke dalam resolusi.

Di sini terlihat jelas, Indonesia membawa kepentingan dalam perumusan resolusi. Dan kepentingan itu senapas dengan prinsip kemerdekaan, perdamaian dan keadilan, seperti diamanatkan oleh Mukadimah Konstitusi.

Justru karena sesuai dengan amanat Konstitusi, Indonesia mendukung resolusi. Bukan kah resolusi itu sudah memuat kepentingan Indonesia? Itulah alasan utama mengapa Indonesia mendukung resolusi.

Pada titik inilah, jika ada pihak yang mengatakan posisi Indonesia dalam resolusi konflik Rusia-Ukraina mengekor pada AS, itu pernyataan gegabah dan keliru.

Politik luar negeri Indonesia selalu konsisten dengan prinsip bebas-aktif. Prinsip yang jadi bintang penuntun (guiding star) dalam penentuan sikap terhadap setiap dinamika politik luar negeri.

Prinsip bebas-aktif mendasari politik non-blok Indonesia yang bersejarah itu. Baik untuk diingat, pada 1955 dengan prinsip bebas-aktif dan non-blok Indonesia mampu mempersatukan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk tegak berdiri menentang kolonialisme.

Prinsip itu juga yang memberi semangat bagi bangsa-bangsa terjajah untuk merdeka.

Jadi, bagi Indonesia bebas-aktif dan non-blok bukan sekadar pedoman politik luar negeri. Lebih dari itu, prinsip itu telah menjadi legacy Indonesia dalam diplomasi dan politik internasional.

Prinsip bebas-aktif dan non-blok bisa dimaknai dalam dua dimensi. Pertama, dimensi kebijakan: Indonesia tidak akan ikut dalam blok politik-militer. Sampai sekarang Indonesia konsisten dengan prinsip ini.

Kedua, dimensi kemandirian dalam pengambilan keputusan. Keputusan politik luar negeri semata-mata didikte oleh kepentingan nasional. Bukan oleh kepentingan negara lain.

Masih ada pihak yang terjangkit mispersepsi terhadap makna non-blok. Non blok dipersepsikan netral jika ada dua pihak yang bertikai.

Sejatinya non-blok bukan netral, bukan tidak berpihak. Sudah tentu Indonesia berpihak.

Tapi berpihak kepada siapa? Berpihak pada kepentingan nasional. Begitu juga ketika menyetujui resolusi konflik Rusia-Ukraina.

Kepentingan Indonesia berupa tiga prioritas sudah terakomodasi dalam resolusi. Sungguh tidak beralasan jika dikatakan Indonesia mengekor pada AS.

Bagi Indonesia, keputusan mendukung atau mengecam tindakan agresi tidak ditentukan oleh siapa negara agresor itu.

Tapi lebih ditentukan oleh prinsip, baik dalam tingkatan internasional (Piagam PBB dan hukum internasional) maupun nasional (prinsip bebas aktif dan non-blok).

Prinsip pada dua tingkatan ini juga yang jadi pedoman Indonesia dalam menyikapi tindakan invasi AS ke Irak (2003), Libya (2011) dan Suriah (2018).

Justru karena berpegang pada prinsip bebas-aktif dan non-blok Indonesia mampu menunjukkan kemandiriannya dalam artikulasi politik luar negerinya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages