Journal: MyPertamina Tuai Sorotan, Apa yang Harus Dibenahi?
Advertisement
Liputan6.com, Jakarta - Hendri, bukan nama sebenarnya, mengaku telah melakukan uji coba pendaftaran MyPertamina agar kendaraan miliknya dapat menerima Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dari pemerintah. Pendaftarannya dilakukan melalui aplikasi MyPertamina pada 8 Juli 2022 atau sekitar sembilan hari yang lalu.
Menurut warga Yogyakarta itu, dalam melakukan pendaftaran dan memasukkan sejumlah dokumen yang dibutuhkan tidak memakan waktu lama. Penjelasan mengenai tahapan pendaftaran juga cukup dimengerti. Hendri mengaku tidak mengalami kendala yang berarti.
Advertisement
"Selama prosesnya tidak ada kendala dan contoh yang diberikan juga cukup jelas, jadi arahan dan petunjuk dari aplikasinya itu cukup jelas, jadi nggak membuat saya browsing lagi atau nanya ke orang lain karena sudah cukup jelas," kata Hendri kepada Liputan6.com.
Setelah mendaftarkan jenis kendaraannya selang tujuh hari kemudian Hendri telah mendapatkan QR code untuk ditunjukkan kepada petugas SPBU saat mengisi BBM.
Namun, hal berbeda dialami Juswanda. Dia mengaku kebingungan jika mendaftarkan sendiri melalui aplikasi. Maka itu, warga Tasikmalaya ini melakukan pendaftaran di posko SPBU yang disediakan.
Seperti juga Hendri, Juswanda melakukan pendaftaran kendaraan miliknya untuk mempermudah mendapatkan BBM subsidi ke depannya.
Sebagai driver online, Juswanda mengaku keberatan jika harus membeli BBM non subsidi setiap harinya. "Tadi hanya bawa KTP, STNK sama unit mobilnya. Selebihnya dibantu sama petugas posko," kata dia kepada Liputan6.com.
Bersama Juswanda, sejumlah warga juga mendatangi posko pendaftaran di salah satu SPBU di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Posko tersebut menyediakan dua meja untuk warga yang bingung atau tidak mengerti pendaftaran melalui website ataupun aplikasi MyPertamina.
Petugas disediakan untuk membantu mendaftarkan dan pemilik kendaraan telah membawa sejumlah dokumen yang dibutuhkan. Salah satunya, meminta pemilik menunjukkan kendaraannya untuk difoto sebagai salah satu syaratnya.
Pertamina melalui anak usaha Pertamina Patra Niaga memang akan mewajibkan konsumen BBM jenis Pertalite dan Solar melakukan pendaftaran di situs MyPertamina lebih dulu untuk bisa membeli BBM subsidi tersebut. Pendaftaran sendiri dimulai pada 1 Juli 2022.
Sejumlah kota yang melakukan ujicoba pendaftaran MyPertamina yaitu Kota Bandung, Kota Ciamis, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Padang Panjang, Kabupaten Bukittinggi, Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Manado, Kabupaten Cilacap, Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, dan Kota Semarang.
Fokus Pendataan Kendaraan Calon Penerima BBM Subsidi
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menyatakan saat ini pihaknya masih proses melakukan pendataan sebagai upaya untuk memastikan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran.
Pendataan itu dilakukan dengan tiga proses, yakni melalui website subsiditepat.mypertamina.id, lalu melalui aplikasi MyPertamina dan ketiga yaitu pendaftaran secara fisik atau offline yang disiapkan di SPBU.
Menurut dia, antusiasme masyarakat juga cukup tinggi. Berdasarkan data tanggal 14 Juli 2022, Irto menyatakan ada 110ribu yang telah mendaftarkan diri. Untuk pengaturan subsidi pemerintah telah menetapkan sebanyak 23 juta KL untuk pertalite dan 15 juta KL solar per tahun.
"Sementara, sebagai gambaran ini baru pertengahan tahun Juni kita sudah mengalami peningkatan persentasenya sebesar 62 persen untuk pertalite, sementara untuk solar 50 persen. Kalau hitung-hitungan kasarnya, kalau dikali dua saja hingga akhir tahun, pasti sudah melebihi 100 persen," kata Irto kepada Liputan6.com.
Dia melanjutkan, "Artinya kuota itu akan over, bila kita tidak atur. Nah, kita kan tidak mau ya terjadi hal seperti Sri Lanka misalkan ya."
Dia menjelaskan, hal tersebut yang mengakibatkan adanya pengaturan subsidi BBM. Lanjut Irto, berdasarkan data dari Kementerian Keuangan 80persen subsidi BBM itu dinikmati oleh masyarakat atau 60 masyarakat terkaya. Kemudian 20persej subsidi BBM hanya dinikmati 40 persen masyarakat terbawah, miskin maupun yang rentan miskin.
Irto juga menyatakan bersama pemerintah saat ini tengah mempersiapkan revisi Perpres Nomor 192 tahun 2014. Sebab dalam aturan tersebut penerima subsidi pertalite belum ditentukan.
"Saya juga belum bisa memberikan pengumuman karena masih menunggu revisi Perpres tersebut ditandatangani gitu ya. Secara resmi bertanda tangan mengenai kriteria kendaraan yang boleh mendapatkan BBM Pertalite subsidi itu belum ada," ucap dia.
Permudah Masyarakat
Selain itu, Irto menegaskan, pihaknya saat ini terus mengupayakan untuk mempermudah masyarakat dalam pendataan. Sebab menurut dia banyak masyarakat yang mengira jika penyaluran subsidi BBM hanya diberikan kepada masyarakat yang memiliki gadget. Yakni dengan mendatangi SPBU terdekat.
"Ini tujuan untuk mempermudah. Ketika masyarakat sudah mendapatkan QR Code dan sudah dicocokan dengan data kendaraannya dan telah mendapatkan QR code-nya, kita juga telah mempermudah ketika masyarakat kemarin masih mempeributkan masalah penggunaan gadget di SPBU, QR code tersebut bisa diprint atau dilaminating lah supaya tidak luntur gitu ya. Tidak usah terlalu besar, cukup kecil saja," ujar dia.
QR code, kata dia melekat pada kendaraan bukan pemiliknya atau pengemudinya. Sebab barcode itulah yang nantinya discan oleh pihak SPBU untuk mengetahui bahwa mobil tersebut layak menerima BBM subsidi.
"Proses scan QR code menggunakan handpone dilakukan saat sebelum proses pengisian BBM pada kendaraan. Atau nanti bisa dilakukan pada saat pembayaran setelah mengisi BBM pada kendaraan. Jadi, kita memitigasi risiko itu untuk keamanan masyarakat. Saya titip pesan, bahwa sejak isu ini bergulir selama kurang lebih dua minggu, berbagai hoax itu sudah cukup banyak di masyarakat," Irto menandaskan.
Advertisement
Masalah di Faktor Pengunci
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menyatakan hal yang dilakukan Pertamina masih merupakan langkah awal untuk penyaluran tepat sasaran. Kata dia, fokus saat ini yaitu pendataan calon penerima subsidi atau penerima QR code untuk pengisian BBM di SPBU.
Komaidi menyatakan, berdasarkan APBN 2022, kuota untuk Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) telah ditetapkan sebesar 24,3 juta kilo liter. Atau angka tersebut harus mencukupi selama setahun. Sedangkan data dari pemerintah dan Pertamina menetapkan kebutuhan mencapai 28-30 juta kilo liter.
"Konteksnya, kemudian pertamina kan harus menjaga yang ada sekitar 23 juta tadi cukup sampai dengan akhir tahun. Kalau dibuka mekanismenya sampai sekarang, itu mungkin hanya akan sampai Oktober karena habis," kata Komaidi kepada Liputan6.com..
Dia menambahkan, "Jadi, konteks mengaturnya itu adalah kalau dari sisi pertamina yaitu mengupayakan bagaimana 23 juta kilo liter yang diamanatkan pemerintah kepada mereka untuk didistribusikan kemudian cukup sampai dengan akhir tahun."
Komaidi menjelaskan, ketika data yang dibutuhkan untuk penerima subsidi telah terkumpul pelaksanaan penyaluran BBM subsidi dapat terealisasi. Sedangkan saat ini semua pihak bisa mendaftarkan diri dan nantinya akan dilakukan verifikasi.
"Kalau yang sekarang ini yang menjadi masalah ada pada faktor penguncinya ini, terdapat pada siapa-siapa yang berhak, yang basisnya apa, kalau mobil yang jenis apa, masyarakatnya dengan pendapatan berapa. Saya kira itu adalah pendataan yang paling krusial untuk dilalui di dalam proses ini," ucap dia.
Saat ini, kata Komaidi, ketentuan tersebut belum diputuskan oleh pemerintah, Pertamina dan sejumlah instansi lainnya. Dia juga menyarankan jika aplikasi MyPertamina merupakan salah satu instrumen dalam pelaksanaan penyaluran BBM subsidi.
"Saya melihatnya ada sesuatu yang terlewat untuk dikomunikasikan oleh teman-teman di Pertamina. Jadi, seolah-olah hal ini untuk mengkomunikasikan programnya pertamina, yaitu my Pertamina. Padahal, MyPertamina sebelum ada program ini kan sudah ada. Aplikasi tersebut sebagai loyalty program," ujar dia.
"Perusahaan-perusahaan lain sebenarnya juga punya, seperti shell dan lain lain. Mereka memiliki program tersendiri dan hanya berbeda instrumen. Akhirnya, fasilitas adanya aplikasi tersebut digunakan sebagai salah satu instrumen untuk mendata subsidi tepat sasaran," dia menandaskan.
Diunduh 5 Juta Kali
Berdasarkan pantauan Liputan6.com, Minggu (17/7/2022), aplikasi tersebut kini sudah diunduh lebih dari 5 juta kali. Namun, ulasan aplikasi besutan Pertamina tersebut ternyata tidak terlalu bagus.
Hingga berita ini ditayangkan, ada sekitar 280 ribu ulasan mengenai aplikasi ini dan kebanyakan dari pengguna memberikan rating bintang 1. Akibatnya, rating aplikasi MyPertamina secara keseluruhan kini hanya 1,2.
Dari beberapa ulasan bintang 1, banyak dari mereka mengeluhkan aplikasi ini ternyata tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satu yang kerap dikeluhkan masyarakat adalah aplikasi ini kerap mengalami crash.
"Sudah mendaftar. Selalu crash dan menutup sendiri ketika coba dibuka," tulis salah satu pengguna yang memberikan ulasannya di kolom review aplikasi MyPertamina.
Lalu, ada pengguna lain yang menuliskan, "Crash ketika loading untuk pertama kali". Selain itu, ada pula beberapa pengguna yang mengeluhkan tidak bisa mendaftar.
"Tidak bisa mendaftar. Masalah server katanya," tulis salah seorang pengguna di Playstore. Ada pula yang menyebut mereka tidak bisa login di aplikasi, meski sudah berhasil melakukan pendaftaran.
Banyak Hal Perlu Disoroti
Pengamat Keamanan Siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menyatakan banyak hal yang perlu disoroti dari kebijakan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina ini.
Menurut dia kebijakan tersebut terkesan buru-buru dan tidak memiliki parameter yang tidak jelas. Yakni dari kebijakan pembatasan tersebut belum dilakukan secara jelas dan terperinci. Misalnya dari jenis kendaraan, tahun keluar kendaraan, hingga model yang akan dilakukan pembatasan.
"Kendaraan pribadi itu ada yang menengah ke atas menengah ke bawah, mereka tidak bisa membatasinya, 60 liter itu kebutuhan mobil-mobil tersebut dalam sehari. Jadi itulah hal mendasar yang harus diperbaiki terlebih dahulu," kata Alfons kepada Liputan6.com..
Alfons menjelaskan, "Pemerintah juga belum mengeluarkan, mobil ini, jenis ini, tahun ini, cc-nya berapa, kendaraan ini boleh dan yang ini tidak boleh. Kalau kriteria-kriteria tersebut sudah ada, barulah tepat untuk membuat aplikasinya."
Kemudian kata dia, permasalahan selanjutnya mengenai data yang digunakan dalam pendaftaran tersebut. Seperti halnya data kependudukan yang sudah ada di Dinas Kependudukan setiap daerah. Kemudian Data kendaraan juga sudah ada di kantor Samsat.
"Sebenarnya aplikasi ini hanya perlu menggunakan Aplication Programming Interface lalu dihubungkan ke Dukcapil dan Samsat, lalu ambil saja parameter yang dibutuhkan. Setelah itu akan muncul kriteria-kriteria kendaraan yang boleh dan tidak boleh mendapatkan BBM subsidi. Sebenarnya semudah itu saja untuk mendapatkan QR code," ucap dia.
"Jadi, sebenarnya tanpa handphone pun dengan QR code itu ditempelkan saja di kendaraan dalam bentuk stiker dan itu bisa saja dilakukan, sesimpel apa? Itu dapat dilakukan sewaktu perpanjang STNK saja," sambung Alfons.
Menurut Alfons, nantinya hal tersebut tidak akan bergantung pada network dan mengantisipasi adanya antrean panjang di SPBU, network yang bermasalah, hingga faktor X lainnya yang harus dipertimbangkan.
Kemudian Alfons juga menyoroti mengenai banyaknya data atau dokumen yang diperlukan saat pendaftaran melalui aplikasi ataupun website milik Pertamina. Menurut dia hal tersebut dapat memicu adanya kebobolan data. Apalagi lanjut dia, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menyatakan bila terdapat 24 ribu aplikasi di instansi pemerintah dan aplikasi tersebut mengelola 2.700 data base.
Lalu untuk pembuatan aplikasi rata-rata pembiayaan produksinya sangat mahal, bahkan sampai mencapai Rp1 miliar. Alfons mengaku pesimis jika pemerintah dapat menyediakan super apps yang dapat menampung ribuan aplikasi milik instasi pemerintah.
"Jadi, mereka mungkin membuat satu cloudser government, mungkin itu yang dimaksudkan. Nah, jadi yang perlu kita soroti adalah harusnya bukan cuma Kominfo yang bekerja, malah harusnya jika Ibu Sri sudah mengatakan yang seperti itu, harusnya yang bergerak adalah BPK, lembaga audit. 24.000 aplikasi dan Rp 24 triliun rupiah ini dipertanggungjawabkan, bagaimana? Dasar membuatnya apa? Hasilnya apa? Manfaatnya apa? Apakah benar-benar untuk melayani masyarakat dan bermanfaat, ataukah untuk menggunakan budget dan anggaran saja?" ujar dia.
Advertisement
Komentar
Posting Komentar