Bamsoet: COVID-19 dan Perang Rusia-Ukraina Bawa Krisis Energi hingga Pangan - MSN

 

Bamsoet: COVID-19 dan Perang Rusia-Ukraina Bawa Krisis Energi hingga Pangan

MSN
2 min
© Disediakan oleh Kumparan
 Ketua MPR Bambang Soesatyo memeriksa mikrofonnya saat mengikuti geladi bersih persiapan Pidato Kenegaraan Presiden di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin
© Disediakan oleh Kumparan Ketua MPR Bambang Soesatyo memeriksa mikrofonnya saat mengikuti geladi bersih persiapan Pidato Kenegaraan Presiden di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin

Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet menyinggung soal krisis energi dan pangan yang mengintai masyarakat Indonesia setelah pandemi COVID-19 ditambah ada perang Rusia dan Ukraina, dalam pidatonya di sidang tahunan 2022, Selasa (16/8).

Bamsoet mengatakan, kondisi global saat ini semakin tidak menentu. Di saat semua negara sedang berupaya keras memulihkan ekonomi pasca pandemi COVID-19, namun terganggu oleh dinamika global, seperti konflik Rusia-Ukraina.

Selain itu, ada juga ancaman perang dagang dan teknologi antara Amerika Serikat dan Tiongkok, ketegangan baru di Selat Taiwan, serta disrupsi rantai pasok yang berimplikasi pada fluktuasi harga komoditas pangan dan energi.

"Perang dengan alasan apa pun, selalu membawa petaka, kehancuran, dan kesengsaraan. Menghancurkan peradaban, yang telah dibangun berabad-abad lamanya. Membawa krisis kemanusiaan, krisis ekonomi, krisis pangan, dan krisis energi," katanya saat pidato, Selasa (16/8).

Bamsoet melanjutkan, berdasarkan pernyataan Presiden Jokowi mengingatkan, ancaman krisis pangan global sudah ada di depan mata. Sekitar 320 juta penduduk dunia berada dalam kondisi kelaparan akut.

"Menurut data IMF dan Bank Dunia, perekonomian 66 negara diprediksi akan bangkrut dan ambruk. Perlambatan dan kontraksi pertumbuhan ekonomi global, semakin diperburuk oleh tingginya kenaikan inflasi," tuturnya.

Selain krisis pangan, Bamsoet juga mewaspadai adanya krisis energi, terlebih setelah lonjakan harga minyak dunia pada awal April 2022 mencapai USD 98 per barel, jauh melebihi asumsi APBN 2022 sebesar USD 63 per barel.

"Di sisi lain, beban subsidi untuk BBM, Pertalite, Solar, dan LPG, sudah mencapai Rp. 502 triliun," tegasnya.

"Kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi, tentunya akan menyulitkan kita dalam mengupayakan tambahan subsidi, untuk meredam tekanan inflasi. Tidak ada negara yang memberikan subsidi sebesar itu," pungkas Bamsoet.


Baca Juga

Komentar