Diungkit Jokowi, Ini Perkembangan Perkara Jiwasraya, Asabri, dan Garuda - BeritaSatu

 

Diungkit Jokowi, Ini Perkembangan Perkara Jiwasraya, Asabri, dan Garuda

Rabu, 17 Agustus 2022 | 17:54 WIB
Oleh: Muhammad Aulia / FFS

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pada sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR dan DPD di Ruang Rapat Paripurna, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin 16 Agustus 2022.
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pada sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR dan DPD di Ruang Rapat Paripurna, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin 16 Agustus 2022. (Foto: Youtube BPMI Setpres)

Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyinggung tiga kasus megakorupsi saat pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang bersama DPR dan DPD di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).

Ketiga kasus korupsi yang disinggung Jokowi itu, yakni kasus dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) (Persero), dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Advertisement

“Untuk itu, Polri, kejaksaan, dan KPK terus bergerak. Korupsi besar di Jiwasraya, Asabri, dan Garuda berhasil dibongkar, dan pembenahan total telah dimulai,” ungkap Jokowi.

Terkait pernyataan Jokowi itu, Beritasatu.com merangkum jejak dan perkembangan terakhir ketiga kasus dugaan korupsi tersebut. Berikut ini adalah rangkumannya.

Kasus Jiwasraya

Kejaksaan Agung (Kejagung) menangani kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi pada Jiwasraya. Dalam perkara ini, Kejagung telah menjebloskan sejumlah terpidana ke dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).

Para terpidana tersebut yakni mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Harry Prasetyo; mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahwirman; serta Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto.

Selain itu, ada juga Komisaris PT Hanson International, Benny Tjokrosaputro; dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat. Para napi tersebut dihukum dengan vonis yang variatif.

Eksekusi ini dilakukan setelah MA menolak kasasi terhadap enam terdakwa. Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Joko Hartono divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Sedangkan Syahwirman divonis 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Sementara Heru Hidayat serta Benny Tjokrosaputro divonis seumur hidup dalam kasus tersebut. Para terpidana tersebut dinyatakan terbukti merugikan keuangan negara Rp 16,8 triliun. Hal itu diakibatkan karena mengendalikan 13 manajer investasi untuk membentuk produksi reksa dana khusus untuk PT Jiwasraya. Sebab reksa dana yang dikendalikan tidak memberikan keuntungan.

Dalam perkara ini, Harry bersama-sama dengan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018, Hendrisman Rahim; Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya 2008-2014, Syahmirwan; Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat; dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto melakukan berbagai perbuatan yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 16,807 triliun dalam pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya.

Kasus Asabri

Kejagung turut mengusut dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan serta dana investasi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) (Persero) pada rentang waktu 2012 sampai 2019. Dalam kasus ini, sejumlah orang sudah dijerat akibat diduga telah merugikan keuangan negara mencapai sekitar Rp 22,7 triliun.

Sejumlah pihak sudah dijatuhi vonis oleh majelis hakim pada perkara ini. Terbaru, Teddy Tjokrosaputro divonis 12 tahun penjara. Dia dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi dan pencucian uang.

“Menjatuhkan pidana terdakwa tersebut dengan pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun,” kata hakim ketua IG Eko Purwanto saat persidangan di PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (3/8/2022).

Hal-hal yang memberatkan Direktur Utama PT Rimo International Lestari itu adalah tidak mengakui kesalahannya, korupsi yang dia lakukan menimbulkan kerugian negara yang masif, tidak mendukung program pemerintah mewujudkan negara bersih dari KKN, serta perbuatannya menimbulkan distrust masyarakat terhadap aktivitas asuransi dan pasar modal.

Sementara hal yang meringankan yakni Teddy belum pernah dihukum, kooperatif selama persidangan, serta merupakan tulang punggung keluarga. Atas vonis tersebut, baik Teddy maupun jaksa menyatakan pikir-pikir.

“Menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 20.832.107.126,” ungkap hakim.

Selain itu, ada juga Komisaris Utama PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat. Majelis hakim menjatuhkan vonis nihil terhadap Heru di kasus PT Asabri karena yang bersangkutan sudah dihukum seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya.

Majelis hakim juga sudah menjatuhkan vonis 20 tahun pidana penjara terhadap Direktur Utama PT Asabri periode 2012 hingga Maret 2016 Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri, dan Dirut PT Asabri periode Maret 2016 hingga Juli 2020 Letjen (Purn) Sonny Widjaja.

Majelis hakim menyatakan, para terdakwa terbukti bersama-sama melakukan korupsi pengelolaan dana PT Asabri yang merugikan keuangan negara senilai Rp 22,788 triliun.

Sementara, terdakwa lainnya, yakni Benny Tjokrosaputro yang juga kakak dari Teddy Tjokrosaputro masih menjalani proses persidangan.

Kasus Garuda

Kejagung juga mengusut kasus dugaan korupsi terkait pengadaan pesawat di Garuda Indonesia pada periode 2011 sampai 2021. Sejumlah pihak telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini.

Diketahui, Kejagung telah mengumumkan tiga tersangka dalam perkara pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 oleh PT Garuda Indonesia, yakni Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda Indonesia periode 2009-2014, Vice President Strategic Management Office Garuda Indonesia periode 2011-2012 Setijo Awibowo, dan Vice President Treasury Management Garuda Indonesia periode 2005-2012 Albert Burhan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan tahap perencanaan dan tahap evaluasi proses pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia tidak sesuai dengan prosedur pengelolaan armada (PPA).

Dalam tahap perencanaan yang dilakukan tersangka Setijo Awibowo, tidak terdapat laporan analisis pasar, rencana rute, analisis kebutuhan pesawat, serta rekomendasi dan persetujuan jajaran direksi.

Para tersangka bersama Emirsyah Satar, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia, dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik mengevaluasi dan menetapkan pemenang pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten, dan tidak akuntabel.

Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600, yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip PPĂ€, prinsip pengadaan BUMN, dan business judgment rule, mengakibatkan pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,8 triliun.

Selanjutnya, Kejagung juga telah menetapkan Emirsyah Satar dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus beneficial owner Connaught International Pte ltd, Soetikno Soedarjo. Ketut menjelaskan, Emirsyah diduga membocorkan rencana pengadaan pesawat ke Soetikno. Hal itu bertentangan dengan pedoman pengadaan armada (PPA) milik Garuda Indonesia.

Emirsyah lalu diduga menginstruksikan tim pemilihan untuk membuat analisa dengan menambahkan sub kriteria menggunakan pendekatan nett present value (NPV). Hal itu bertujuan agar Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimenangkan atau dipilih.

"Bahwa instruksi perubahan analisa yang diinstruksikan tersangka (Emirsyah) kepada tim pemilihan adalah dengan menggunakan analisa yang dibuat oleh pihak manufaktur yang dikirim melalui tersangka SS (Soetikno Soedarjo)," kata Ketut dalam keterangannya, Senin (27/6/2022).

"Tersangka telah menerima gratifikasi dari pihak manufaktur melalui tersangka SS dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600," tambahnya.

Sementara untuk Soetikno, Ketut menuturkan yang bersangkutan diduga berkomunikasi dengan pihak manufaktur usai mendapatkan bocoran rencana pengadaan dari Emirsyah. Soetikno diduga memengaruhi Emirsyah dengan cara mengirim analisa yang dibuat oleh pihak manufaktur.

"Sehingga tersangka ES (Emirsyah Satar) menginstruksikan tim pengadaan untuk mempedomani dalam membuat analisa sehingga memilih Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600," ungkap Ketut.

Soetikno juga diduga merupakan perantara untuk memberikan gratifikasi dari pihak manufaktur ke Emirsyah dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600.

Atas ulahnya, Kejagung menjerat Emirsyah Satar dan Soetikno atas dugaan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus Garuda juga sebelumnya ditangani oleh KPK. Terdapat tiga orang yang dijerat KPK atas kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia dan pencucian uang. Ketiga orang itu, yakni mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar; pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte ltd Soetikno Soedarjo; dan mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno. Ketiganya telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman.

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: BeritaSatu.com

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya