Jaksa Agung: Hati-hati Sanksi Penutupan Korporasi, Bisa Berdampak Luas - detik

 

Jaksa Agung: Hati-hati Sanksi Penutupan Korporasi, Bisa Berdampak Luas

Yulida Medistiara - detikNews
Jumat, 19 Agu 2022 22:26 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin
Jaksa Agung ST Burhanuddin (Foto: Dok Kejagung)
Jakarta -

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengingatkan jajarannya untuk berhati-hati menerapkan sanksi bagi kasus pidana korporasi. Sebab, Burhanuddin menilai penerapan sanksi yang berupa penutupan korporasi bisa berdampak luas.

Menurutnya, pemidanaan terhadap korporasi tidak semata-mata persoalan hukum, tetapi juga persoalan sosial kemasyarakatan. Burhanuddin menilai pemidanaan yang lebih mengutamakan pendekatan pembalasan akan menghadirkan dampak negatif lebih banyak, terutama terhadap orang-orang yang tidak berdosa yang bergantung hidupnya pada korporasi.

"Pemidanaan terhadap korporasi khususnya sanksi penutupan korporasi hendaknya dilakukan secara hati-hati, cermat, dan bijaksana karena dampaknya sangat luas," kata Burhanuddin dalam keterangan tertulis, Jumat (19/8/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jangan sampai orang-orang yang tidak berdosa seperti buruh, pemegang saham, konsumen dan pihak-pihak yang bergantung kepada korporasi termasuk pemerintah menjadi korban sebagai pihak yang dirugikan," sambungnya.

Jaksa Agung mengatakan pengaturan sanksi pidana korporasi dilatarbelakangi perkembangan industri dan kemajuan di bidang ekonomi dan perdagangan. Hal itu mendorong pemikiran bahwa subjek hukum pidana tidak hanya dibatasi pada manusia tetapi juga korporasi, karena untuk tindak pidana tertentu dapat pula dilakukan oleh korporasi.

Adapun kaitan penegakan hukum dengan tindak pidana korporasi, ada kondisi dilematis antara kepentingan pemidanaan dengan menjaga kelangsungan hidup korporasi.

Lebih lanjut, Burhanuddin mengatakan, pidana terhadap korporasi tidak mungkin diterapkan sanksi pidana yang hanya dapat diterapkan pada subyek hukum manusia, misalnya hukuman mati, penjara, maupun kurungan. Oleh sebab itu, sanksi pidana yang dianggap pas adalah pemulihan kerugian keuangan negara.

"Sanksi pidana yang paling tepat diterapkan untuk subyek hukum korporasi adalah optimalisasi pengembalian atau pemulihan kerugian yang timbul sebagai akibat perbuatan pidana korporasi, serta terciptanya kembali harmonisasi kehidupan di masyarakat yang sebelumnya terkoyak oleh tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi," ungkapnya.

Ia menyebut pemidanaan korporasi perlu mempertimbangkan pendekatan efektivitas dan efisiensi penegakan hukum. Adapun pendekatan ekonomis yang dimaksud tidak hanya untuk mempertimbangkan antara biaya atau beban yang ditanggung masyarakat dengan hasil yang ingin dicapai, tetapi juga dalam arti mempertimbangkan efektivitas dari sanksi pidana itu sendiri.

Jaksa Agung mendorong kewajiban utama korporasi sebagai pelaku tindak pidana adalah mengembalikan kerugian negara.

"Korporasi sebagai pelaku tindak pidana, dalam perspektif penegakan hukum integral, tentunya tidak hanya untuk memulihkan keadaan seperti semula, namun juga guna mewujudkan tercapainya tujuan pembangunan nasional," katanya.

"Pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah terutama dalam sektor padat karya, menghendaki korporasi untuk berupaya maksimal menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, serta terciptanya kondisi yang memungkinkan partisipasi dan kesempatan berusaha secara adil bagi masyarakat," sambungnya.

Simak selengkapnya pada halaman berikut.

Selain itu, Jaksa Agung meminta agar pemidanaan korporasi juga mempertimbangkan agar terwujudnya stabilitas ekonomi dan mengantisipasi krisis di berbagai bidang, sebagai akibat tindak pidana yang dilakukan korporasi.

Menurutnya, pembaharuan hukum pidana korporasi yang holistik harus diwujudkan dengan menyelaraskan seluruh sistem hukum yang ada meliputi substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum secara integral. Hal demikian, dengan tetap mempertimbangkan dampak dari pemidanaan terhadap korporasi itu sendiri.

"Kiranya ke depan dalam pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia dapat dilakukan dengan pendekatan penegakan hukum integral untuk mencapai keadilan transformatif. Dengan pendekatan ini diharapkan akan menciptakan suatu tatanan kehidupan yang ajeg yang mampu memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi korporasi dan masyarakat, sekaligus mampu memberikan manfaat nyata untuk memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara," ujarnya.

Hal itu disampaikan Burhanuddin dalam acara pengukuhan Prof (HC) Dr Asep N Mulyana, SH, MHum, sebagai Profesor Kehormatan Universitas Pendidikan Indonesia Bidang Ilmu Hukum. Burhanuddin berharap diangkatnya Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat itu sebagai Profesor Kehormatan UPI bidang ilmu hukum dapat memberikan karya nyata dan kerja nyata dalam penegakan hukum di Tanah Air.

"Kami mengucapkan selamat kepada Prof (HC) Dr Asep N Mulyana, SH, MHum, sebagai Profesor Kehormatan Universitas Pendidikan Indonesia Bidang Ilmu Hukum, semoga dengan amanah yang diemban dapat terus memberikan karya nyata yang diiringi dengan kerja nyata dan kerja tuntas bagi penegakan hukum di Indonesia," ujarnya.

Adapun hal tersebut merupakan ulasan pidato ilmiah Penegakan Hukum Integral Menuju Keadilan Transformatif Dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi terhadap Pidato Ilmiah Pengukuhan Profesor Kehormatan Universitas Pendidikan Indonesia Bidang Ilmu Hukum, Prof (HC) Dr Asep N Mulyana, SH, MHum, dengan tema 'Rancang Bangun Model Integratif Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Korporasi dan Bisnis'.




(yld/lir)

Baca Juga

Komentar