Perjalanan Spiritual Salman Al-Farisi Mencari Kebenaran hingga...
Perjalanan Spiritual Salman Al-Farisi Mencari Kebenaran hingga Bertemu Rasulullah
Muhajirin Rabu, 13 Juli 2022 - 20:30 WIB

ilustrasi (langit7.id/istock)
LANGIT7.ID - Salman Al-Farisi merupakan sahabat Rasulullah yang haus spiritual dan tak henti mencari kebenaran. Perjalanan spiritual Salman bisa dikatakan lengkap, dia pernah menganut Majusi, Nasrani, lalu menjadi seorang Muslim.
“Dia tidak pernah berhenti mencari sesuatu yang dia yakini sebagai kebenaran. Dia bukan sembarangan Majusi, dia Majusi taat. Ayahnya seorang pejabat,” kata pakar sejarah peradaban Islam, Ustadz Asep Sobari, di Sirah TV, Rabu (13/7/2022).
Riwayat perjalanan spiritual Salman diceritakan oleh Abdullah bin Abbas. Salman berasal dari sebuah desa bernama Jayyun di Kota Isfahan, Persia atau Iran sekarang. Di sana, dia sudah mencapai puncak hierarki spiritual dengan menjadi penjaga api.
Suatu hari, sang ayah meminta Salman berangkat ke kebun. Di tengah perjalanan, dia melewati sebuah gereja Nasrani. Dia kaget dengan itu. Sebab, selama hidup, dia selalu dibatasi dari dunia luar.
“Kalau dalam bahasa kita, Salman dipingit untuk menjadi Majusi taat,” kata Ustadz Asep. Rasa penasaran membuat Salman masuk ke dalam gereja dan melihat umat Nasrani beribadah.
Baca Juga: Kisah Uwais Al-Qarni: Terlupakan di Bumi, Terkenal di Langit
Salman mengagumi cara orang Nasrani beribadah dan tertarik masuk ke agama tersebut. Salman memang memiliki pemikiran yang terbuka dan bebas dari taklid buta.
Dia berada di gereja tersebut sampai matahari terbenam. Dia tidak jadi ke kebun seperti yang diperintahkan sang ayah. Hingga pada akhirnya diutus seseorang untuk menyusul Salman.
Salman lalu menceritakan hal tersebut kepada sang ayah. Namun, sang ayah menegaskan Majusi merupakan agama nenek moyangnya yang lebih baik. Tapi Salman tetap kukuh menganggap Nasrani lebih baik dari Majusi. Pendirian Salman itu berbuah hukuman. Kedua kakinya dirantai dan dipenjara di dalam rumah.
Tapi Salman tak menyurutkan langkahnya. Dia tetap melanjutkan pencarian kebenaran. Dia lalu mengirim pesan kepada kaum Nasrani dan meminta kabar jika pedagang Nasrani datang dari Syam.
Dia juga meminta orang Nasrani untuk mengabarinya jika kapal rombongan dari Syam kembali ke Persia. Setelah rombongan bersiap kembali ke Syam, Salman melepaskan rantai, kabur dari rumah dan mengikuti rombongan itu.
Baca Juga: Kunci Utama Para Sahabat Jadi Umat Terbaik di Muka Bumi
Saat di Syam, dia bertanya dan mencari sosok yang paling alim di antara orang dari agama Nasrani. Mereka lalu menunjuk pada seorang pendeta di dalam gereja. Dia mendatangi pendeta itu dan mengatakan keinginan masuk Nasrani dan akan berkhidmat di gereja.
Tapi, di sana Salman menemukan sesuatu yang buruk dari pendeta itu. Pendeta itu memerintahkan kaumnya membayar sedekah. Namun, sedekah itu disimpan untuk kepentingan pribadi dan tidak memberikan kepada orang-orang miskin. Salman membenci perbuatan itu.
“Hingga pendeta itu meninggal, dia membuka keburukannya kepada kaumnya, dan menunjukkan harta simpanan berupa tujuh guci emas dan perak yang disembunyikan sang pendeta,” kata Ustadz Asep.
Tapi sebelum pendeta itu meninggal, Salman Sudah terlebih dahulu meminta nasihat terkait sosok yang harus diikuti jika pendeta itu tiada. Sang pendeta lalu menunjuk seorang laki-laki di Musil, kota besar di barat laut Irak.
Salman lalu mendatangi laki-laki itu yang merupakan penganut Nasrani taat. Ketika ajal laki-laki itu tiba, Salman meminta nasihat untuk ditunjukkan sosok yang berada di jalan yang sama.
Baca Juga: Dahsyatnya Hidayah, Panglima Tentara Salib Ini Masuk Islam hingga Mati Syahid
Laki-laki itu lalu menunjuk seorang pria di Nasibin, sebuah kota di tengah perjalanan antara Musil dan Syam, bernama fulan bin fulan. Hal serupa kembali terjadi, sebelum meninggal, pria itu mewasiatkan untuk bergabung dengan seseorang di Amuriyah, sebuah kota yang merupakan bagian dari wilayah Timur Kekaisaran Romawi.
Salman bekerja pada orang itu dan mendapatkan beberapa ekor sapi dan seekor kambing. Jelang ajal menjemput pria itu, Salman pun meminta wasiat. Namun, kali ini jawabannya berbeda.
“Wahai anakku! Saya tidak mengenal seorangpun yang berpegang pada perkara agama yang sama dengan kita. Namun, seorang nabi akan datang pada masa kehidupanmu, dan nabi ini berada pada agama yang sama dengan agama Ibrahim.” Kata laki-laki itu.
Laki-laki itu menggambarkan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok yang akan diutus dengan agama yang sama dengan agama Ibrahim. Dia akan datang dari negeri Arab dan akan hijrah ke wilayah antara dua wilayah yang dipenuhi oleh batu-batu hitam (seolah terbakar api).
Ada pohon-pohon kurma tersebar di tengah-tengah kedua Tanah ini. Dia dapat dikenali dengan tanda-tanda tertentu. Dia akan menerima dan makan dari makanan yang diberikan sebagai hadiah, tetapi tidak akan makan dari sedekah.
Baca Juga: Meneladani Sikap Abdullah bin Rawahah Saat Nama Nabi Muhammad Direndahkan
“Stempel kenabian akan berada di antara pundaknya. Jika engkau dapat pindah ke negeri itu, maka lakukanlah.” kata laki-laki tersebut.
Suatu hari, Salman meminta pedagang Bani Kalb untuk membawanya ke negeri Arab. Sebagai gantinya, Salman akan memberikan sapi-sapi dan kambing yang dia miliki. Tapi saat mendekati Wadi Al-Qura (dekat dengan Madinah), mereka menjual Salman sebagai budak kepada seorang Yahudi.
Suatu hari, sepupu majikan Salman dari suku Yahudi, Bani Quraizah, di Madinah datang berkunjung dan membeli Salman. Dia lantas membawa Salman ke Madinah. Di sana, dia mendapati Rasulullah hijrah ke Madinah.
Kala itu, Salman tengah berada di atas pohon kurma di puncak salah satu rumpun kurman melakukan beberapa pekerjaan. Saudara sepupu majikan Salman datang dan berdiri di hadapan majikan Salman.
Sepupu itu berkata, celaka Bani Qilah. Mereka berkumpul di Quba di sekitar seorang laki-laki yang datang hari ini dari Mekkah mengatakan dirinya sebagai seorang Nabi.
Baca Juga: Cara Rasulullah SAW Berpakaian dari Ujung Kepala hingga Ujung Kaki
Salman bergetar mendengar kabar tersebut sampai khawatir akan jatuh menimpa sang majikan. Dia turun dan berkata, “apa yang engkau katakan? Apa yang engkau katakan”.
Majikan Salman lantas marah dan memukulnya dengan pukulan yang kuat seraya berkata, “apa urusanmu mengenai ini? Pergi dan kerjakanlah pekerjaanmu!”
Pada malam itulah, Salman pergi menemui Rasulullah saat berada di Quba. Saat bertemu, Salman memberikan apa yang dia simpan sebagai sedekah. Salman pun menawarkan kepada Rasulullah.
Rasulullah lalu meminta para sahabatnya untuk memakan pemberian Salman itu. Namun, beliau sendiri tidak memakannya. Saat itulah, Salman merasa yakin bahwa Muhammad adalah sosok nabi yang dimaksud.
Salman lalu mendatangi nabi kembali dan membawa hadiah untuknya di Madinah. Nabi lantas memakan dan memerintahkan sahabat untuk memakan hadiah dari Salman. Saat itulah, dia melihat dua tanda kenabian pada diri Rasulullah.
Baca Juga: Rahasia Rasulullah Didik Sahabatnya Jadi Manusia Baru Bangkitkan Peradaban Islam
Pada pertemuan ketiga, Salman datang ke Baqi’ul Gharqad (tempat pemakaman para sahabat nabi). Pada saat itu, Rasulullah tengah menghadiri pemakaman salah seorang sahabat.
Saat itu, Salman menyapa dengan sapaan ‘Assalamu'alaikum’. Lalu berputar ke Belakang untuk melihat stempel kenabian yang digambarkan kepadanya. Saat nabi melihatnya, beliau tahu bahwa Salman tengah berusaha membuktikan sesuatu. Beliau lalu melepaskan kain dari punggung dan membuat Salman melihat stempel itu.
Salam mengatakan, “Saya mengenalinya. Saya membungkuk dan menciumnya dan menangis. Rasulullah memerintahkanku untuk berbalik (yakni berbicara kepadanya).”
Salman lalu menceritakan kisahnya. Rasulullah menyukai kisah itu, lalu memintanya menceritakan kisah itu kepada para sahabat.
Saat itu, Salman masih menjadi budak. Maka itu, dia tidak mengikuti dua peperangan menghadapi kaum kafir Arab. Lalu, Nabi meminta Salman membuat perjanjian kepada tuannya. Itu lantas disetujui dengan syarat Salman membayar 40 uqiyah emas dan menanam 300 pohon kurma yang baru.
Baca Juga: Ketua MIUMI: Rasulullah Bangun Peradaban Islam dengan Pendidikan, Ekonomi dan Gerakan Politik
Nabi Muhammad saat itu meminta para sahabat membantu Salman mengumpulkan jumlah pohon kurma yang diminta. Sementara, Salman diminta menggali lubang yang cukup untuk menanam bibit.
Rasulullah lalu menanam setiap bibit dengan tangannya sendiri. Salman, lalu memberikan pohon-pohon itu kepada majikannya. Atas bantuan Rasulullah dan sahabat, Salman juga bisa membayar 40 uqiyah emas. Sejak saat itu, Salman menjadi sahabat dekat Rasulullah.
“Salman sudah Merdeka. Itu Kebahagiaan yang sudah memuncak. Dia tidak ada keluarga. Puncaknya Rasulullah mengatakan, ‘engkau memang tidak punya keluarga Salman, maka akulah keluargamu.’,” kata Ustadz Asep Sobari.
Hingga terjadilah perang Khandaq, di mana strategi parit adalah ide dari Salman. Dan berujung pada kemenangan umat Islam.
“Dia tidak pernah berhenti mencari sesuatu yang dia yakini sebagai kebenaran. Dia bukan sembarangan Majusi, dia Majusi taat. Ayahnya seorang pejabat,” kata pakar sejarah peradaban Islam, Ustadz Asep Sobari, di Sirah TV, Rabu (13/7/2022).
Riwayat perjalanan spiritual Salman diceritakan oleh Abdullah bin Abbas. Salman berasal dari sebuah desa bernama Jayyun di Kota Isfahan, Persia atau Iran sekarang. Di sana, dia sudah mencapai puncak hierarki spiritual dengan menjadi penjaga api.
Suatu hari, sang ayah meminta Salman berangkat ke kebun. Di tengah perjalanan, dia melewati sebuah gereja Nasrani. Dia kaget dengan itu. Sebab, selama hidup, dia selalu dibatasi dari dunia luar.
“Kalau dalam bahasa kita, Salman dipingit untuk menjadi Majusi taat,” kata Ustadz Asep. Rasa penasaran membuat Salman masuk ke dalam gereja dan melihat umat Nasrani beribadah.
Baca Juga: Kisah Uwais Al-Qarni: Terlupakan di Bumi, Terkenal di Langit
Salman mengagumi cara orang Nasrani beribadah dan tertarik masuk ke agama tersebut. Salman memang memiliki pemikiran yang terbuka dan bebas dari taklid buta.
Dia berada di gereja tersebut sampai matahari terbenam. Dia tidak jadi ke kebun seperti yang diperintahkan sang ayah. Hingga pada akhirnya diutus seseorang untuk menyusul Salman.
Salman lalu menceritakan hal tersebut kepada sang ayah. Namun, sang ayah menegaskan Majusi merupakan agama nenek moyangnya yang lebih baik. Tapi Salman tetap kukuh menganggap Nasrani lebih baik dari Majusi. Pendirian Salman itu berbuah hukuman. Kedua kakinya dirantai dan dipenjara di dalam rumah.
Tapi Salman tak menyurutkan langkahnya. Dia tetap melanjutkan pencarian kebenaran. Dia lalu mengirim pesan kepada kaum Nasrani dan meminta kabar jika pedagang Nasrani datang dari Syam.
Dia juga meminta orang Nasrani untuk mengabarinya jika kapal rombongan dari Syam kembali ke Persia. Setelah rombongan bersiap kembali ke Syam, Salman melepaskan rantai, kabur dari rumah dan mengikuti rombongan itu.
Baca Juga: Kunci Utama Para Sahabat Jadi Umat Terbaik di Muka Bumi
Saat di Syam, dia bertanya dan mencari sosok yang paling alim di antara orang dari agama Nasrani. Mereka lalu menunjuk pada seorang pendeta di dalam gereja. Dia mendatangi pendeta itu dan mengatakan keinginan masuk Nasrani dan akan berkhidmat di gereja.
Tapi, di sana Salman menemukan sesuatu yang buruk dari pendeta itu. Pendeta itu memerintahkan kaumnya membayar sedekah. Namun, sedekah itu disimpan untuk kepentingan pribadi dan tidak memberikan kepada orang-orang miskin. Salman membenci perbuatan itu.
“Hingga pendeta itu meninggal, dia membuka keburukannya kepada kaumnya, dan menunjukkan harta simpanan berupa tujuh guci emas dan perak yang disembunyikan sang pendeta,” kata Ustadz Asep.
Tapi sebelum pendeta itu meninggal, Salman Sudah terlebih dahulu meminta nasihat terkait sosok yang harus diikuti jika pendeta itu tiada. Sang pendeta lalu menunjuk seorang laki-laki di Musil, kota besar di barat laut Irak.
Salman lalu mendatangi laki-laki itu yang merupakan penganut Nasrani taat. Ketika ajal laki-laki itu tiba, Salman meminta nasihat untuk ditunjukkan sosok yang berada di jalan yang sama.
Baca Juga: Dahsyatnya Hidayah, Panglima Tentara Salib Ini Masuk Islam hingga Mati Syahid
Laki-laki itu lalu menunjuk seorang pria di Nasibin, sebuah kota di tengah perjalanan antara Musil dan Syam, bernama fulan bin fulan. Hal serupa kembali terjadi, sebelum meninggal, pria itu mewasiatkan untuk bergabung dengan seseorang di Amuriyah, sebuah kota yang merupakan bagian dari wilayah Timur Kekaisaran Romawi.
Salman bekerja pada orang itu dan mendapatkan beberapa ekor sapi dan seekor kambing. Jelang ajal menjemput pria itu, Salman pun meminta wasiat. Namun, kali ini jawabannya berbeda.
“Wahai anakku! Saya tidak mengenal seorangpun yang berpegang pada perkara agama yang sama dengan kita. Namun, seorang nabi akan datang pada masa kehidupanmu, dan nabi ini berada pada agama yang sama dengan agama Ibrahim.” Kata laki-laki itu.
Laki-laki itu menggambarkan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok yang akan diutus dengan agama yang sama dengan agama Ibrahim. Dia akan datang dari negeri Arab dan akan hijrah ke wilayah antara dua wilayah yang dipenuhi oleh batu-batu hitam (seolah terbakar api).
Ada pohon-pohon kurma tersebar di tengah-tengah kedua Tanah ini. Dia dapat dikenali dengan tanda-tanda tertentu. Dia akan menerima dan makan dari makanan yang diberikan sebagai hadiah, tetapi tidak akan makan dari sedekah.
Baca Juga: Meneladani Sikap Abdullah bin Rawahah Saat Nama Nabi Muhammad Direndahkan
“Stempel kenabian akan berada di antara pundaknya. Jika engkau dapat pindah ke negeri itu, maka lakukanlah.” kata laki-laki tersebut.
Suatu hari, Salman meminta pedagang Bani Kalb untuk membawanya ke negeri Arab. Sebagai gantinya, Salman akan memberikan sapi-sapi dan kambing yang dia miliki. Tapi saat mendekati Wadi Al-Qura (dekat dengan Madinah), mereka menjual Salman sebagai budak kepada seorang Yahudi.
Suatu hari, sepupu majikan Salman dari suku Yahudi, Bani Quraizah, di Madinah datang berkunjung dan membeli Salman. Dia lantas membawa Salman ke Madinah. Di sana, dia mendapati Rasulullah hijrah ke Madinah.
Kala itu, Salman tengah berada di atas pohon kurma di puncak salah satu rumpun kurman melakukan beberapa pekerjaan. Saudara sepupu majikan Salman datang dan berdiri di hadapan majikan Salman.
Sepupu itu berkata, celaka Bani Qilah. Mereka berkumpul di Quba di sekitar seorang laki-laki yang datang hari ini dari Mekkah mengatakan dirinya sebagai seorang Nabi.
Baca Juga: Cara Rasulullah SAW Berpakaian dari Ujung Kepala hingga Ujung Kaki
Salman bergetar mendengar kabar tersebut sampai khawatir akan jatuh menimpa sang majikan. Dia turun dan berkata, “apa yang engkau katakan? Apa yang engkau katakan”.
Majikan Salman lantas marah dan memukulnya dengan pukulan yang kuat seraya berkata, “apa urusanmu mengenai ini? Pergi dan kerjakanlah pekerjaanmu!”
Pada malam itulah, Salman pergi menemui Rasulullah saat berada di Quba. Saat bertemu, Salman memberikan apa yang dia simpan sebagai sedekah. Salman pun menawarkan kepada Rasulullah.
Rasulullah lalu meminta para sahabatnya untuk memakan pemberian Salman itu. Namun, beliau sendiri tidak memakannya. Saat itulah, Salman merasa yakin bahwa Muhammad adalah sosok nabi yang dimaksud.
Salman lalu mendatangi nabi kembali dan membawa hadiah untuknya di Madinah. Nabi lantas memakan dan memerintahkan sahabat untuk memakan hadiah dari Salman. Saat itulah, dia melihat dua tanda kenabian pada diri Rasulullah.
Baca Juga: Rahasia Rasulullah Didik Sahabatnya Jadi Manusia Baru Bangkitkan Peradaban Islam
Pada pertemuan ketiga, Salman datang ke Baqi’ul Gharqad (tempat pemakaman para sahabat nabi). Pada saat itu, Rasulullah tengah menghadiri pemakaman salah seorang sahabat.
Saat itu, Salman menyapa dengan sapaan ‘Assalamu'alaikum’. Lalu berputar ke Belakang untuk melihat stempel kenabian yang digambarkan kepadanya. Saat nabi melihatnya, beliau tahu bahwa Salman tengah berusaha membuktikan sesuatu. Beliau lalu melepaskan kain dari punggung dan membuat Salman melihat stempel itu.
Salam mengatakan, “Saya mengenalinya. Saya membungkuk dan menciumnya dan menangis. Rasulullah memerintahkanku untuk berbalik (yakni berbicara kepadanya).”
Salman lalu menceritakan kisahnya. Rasulullah menyukai kisah itu, lalu memintanya menceritakan kisah itu kepada para sahabat.
Saat itu, Salman masih menjadi budak. Maka itu, dia tidak mengikuti dua peperangan menghadapi kaum kafir Arab. Lalu, Nabi meminta Salman membuat perjanjian kepada tuannya. Itu lantas disetujui dengan syarat Salman membayar 40 uqiyah emas dan menanam 300 pohon kurma yang baru.
Baca Juga: Ketua MIUMI: Rasulullah Bangun Peradaban Islam dengan Pendidikan, Ekonomi dan Gerakan Politik
Nabi Muhammad saat itu meminta para sahabat membantu Salman mengumpulkan jumlah pohon kurma yang diminta. Sementara, Salman diminta menggali lubang yang cukup untuk menanam bibit.
Rasulullah lalu menanam setiap bibit dengan tangannya sendiri. Salman, lalu memberikan pohon-pohon itu kepada majikannya. Atas bantuan Rasulullah dan sahabat, Salman juga bisa membayar 40 uqiyah emas. Sejak saat itu, Salman menjadi sahabat dekat Rasulullah.
“Salman sudah Merdeka. Itu Kebahagiaan yang sudah memuncak. Dia tidak ada keluarga. Puncaknya Rasulullah mengatakan, ‘engkau memang tidak punya keluarga Salman, maka akulah keluargamu.’,” kata Ustadz Asep Sobari.
Hingga terjadilah perang Khandaq, di mana strategi parit adalah ide dari Salman. Dan berujung pada kemenangan umat Islam.
(jqf)
Bagikan Artikel Ini :

Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
melalui notifikasi browser Anda.
TOPIK TERKAIT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar