Adakah Celah Hukum Lain Bagi Pembeli Meikarta Agar Uang Bisa Kembali? - CNN Indonesia - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Adakah Celah Hukum Lain Bagi Pembeli Meikarta Agar Uang Bisa Kembali? - CNN Indonesia

Share This

 

Adakah Celah Hukum Lain Bagi Pembeli Meikarta Agar Uang Bisa Kembali?

CNN Indonesia
9-11 minutes
ANALISIS

Kamis, 16 Feb 2023 07:46 WIB

Pengamat hukum menyebut pembeli bisa saja memidanakan pengembang Meikarta dengan tuduhan penipuan bila upaya mereka menuntut pengembalian dana gagal.

Pengamat hukum menyebut pembeli bisa saja memidanakan pengembang Meikarta dengan tuduhan penipuan bila upaya mereka menuntut pengembalian dana gagal. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah).

Jakarta, CNN Indonesia --

Proyek Apartemen Meikarta di Bekasi, Jawa Barat masih menjadi perbincangan karena unit yang tak kunjung diserahkan ke konsumen.

Konsumen sebenarnya tak tinggal diam. Mereka melakukan demonstrasi di halaman Bank Nobu selaku bank pembiayaan apartemen itu di Plaza Semanggi, Jakarta Selatan pada akhir Desember 2022 lalu demi meminta bank tersebut mengembalikan uang yang sudah masuk untuk pembelian unit Meikarta.

Tak hanya itu, para konsumen pun mengadu ke DPR. Mereka berharap Sang Wakil Rakyat bisa membantu pembeli mendapatkan haknya kembali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukannya mendapat hak, sejumlah konsumen yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) malah digugat senilai Rp56 miliar di PN Jakarta Barat oleh pihak PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku penanggung jawab proyek.

Komisi VI DPR RI pun memanggil pihak Lippo Group selaku induk usaha PT MSU. Namun, perusahaan ini malah mangkir.

Setelah beberapa kali mangkir, pihak Lippo Group akhirnya memenuhi panggilan DPR. Lippo Group diwakili Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk Ketut Budi Wijaya dan CEO PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) Indra Azwar.

Meski demikian, DPR yang tidak 'puas' dengan jawaban Ketut dan Indra berencana memanggil CEO PT Lippo Karawaci Tbk John Riady. John akan dipanggil untuk memberikan keterangan terkait pembangunan Apartemen Meikarta yang bermasalah.

Tak hanya itu, dalam rapat bersama dua 'bos' Meikarta tadi, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade marah hingga menggebrak meja. Ia marah karena kasus Meikarta tak kunjung selesai di mana para konsumen tidak mendapatkan unitnya. Konsumen bahkan dituntut oleh Meikarta.

"Kalau kita tidak bejek bapak, tidak kita panggil ke DPR, bapak injak itu orang-orang itu. Saya dengar 'oh kita bisa atur polisi, kita bisa atur jaksa, kita bisa atur hakim'. Makanya bapak berani," katanya, Senin (13/2) lalu.

Andre menegaskan bahwa tidak ada yang bisa bertindak sewenang-wenang di Indonesia termasuk Lippo Group.

"Ini Republik Indonesia bukan republik Lippo. Nggak ada yang bisa mengatur republik ini. Ini penting pak supaya paham itu oligarki. Kita hadapi," kata Andre sambil menggebrak meja.

Usai rapat ini, keesokan harinya rombongan DPR RI meninjau langsung lokasi apartemen Meikarta di Bekasi. Setelah kunjungan itu, DPR yang tadinya garang seolah menciut.

DPR menerima saja ketika manajemen PT Lippo Cikarang Tbk dan PT MSU menyampaikan para konsumen atau pembeli tak bisa meminta uang kembali alias refund atas pembelian apartemen Meikarta yang bermasalah.

Padahal, sudah sejak lama konsumen Meikarta meminta dana mereka kembali alias refund karena apartemen yang dibeli tak kunjung diterima.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengatakan saat ini yang bisa dilakukan oleh konsumen hanya sebatas titip jual.

"Jadi keseluruhannya bukan refund tapi dititip jual melalui manajemen. Jadi berapa yang disetor yang itu nanti yang dikembalikan. Cuma memang memerlukan proses karena tiap-tiap unit yang dijual peminatnya," kata Dasco.

Atas masalah itu, ia menyebutkan memberi waktu kepada manajemen untuk segera menyelesaikannya dalam waktu paling lama empat minggu atau sebulan. Supaya batas waktu tak dilanggar, Dasco berjanji DPR akan ikut memantau proses serah terima dan titip jual kepada konsumen itu.

Sementara, Andre Rosiade menyebut DPR akan melibatkan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) untuk memastikan penyelesaian itu berjalan sesuai dengan apa yang dijanjikan dan tidak merugikan konsumen. Hal ini juga dilakukan agar masyarakat merasakan dampak dari keberadaan BPKN.

"Tentu ada tahapan dalam satu bulan masa reses ini kita akan awasi rencana pembagian unit juga rencana titip jual apakah terealisasi atau tidak. Kami akan awasi dan kami akan memerintahkan Badan Perlindungan Konsumen untuk mengawasi ini," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Pengacara PKPKM Rudi Siahaan mengatakan konsumen tak mempermasalahkan skema yang ditawarkan PT MSU selaku pengembang Meikarta asalkan uang kembali maksimal akhir Februari 2023.

"Ya itu (titip jual) kan teknis dari mereka (Meikarta). Kami kan sebagai korban tidak mau tahu seperti apa. Mau titip jual, titip beli, titip bayar, yang penting hak-hak yang diminta refund harga mati terpenuhi dengan batas waktu yang sudah disepakati," jelas Rudi kepada CNNIndonesia.com.

Selain itu, uang yang telah disetor dikembalikan utuh tanpa ada pinalti atau denda dan pertimbangan inflasi.

Ia menegaskan harapan dari para korban masih tetap ada, meski muncul istilah titip jual demi bisa mendapatkan refund. Rudi juga mengklaim sudah ada pembicaraan dengan pihak Meikarta soal kemungkinan refund tersebut.

Meski tak merinci sudah sejauh mana pembahasan tersebut, Rudi mengapresiasi langkah Meikarta mencabut gugatan perdata Rp56 miliar kepada 18 konsumen yang menuntut haknya. Ia pun meyakini itikad baik itu akan dibarengi upaya refund kepada konsumen.

"Pasti kami akan memikirkan langkah-langkah hukum ke depan (kalau tetap tidak bisa refund melewati batas kesepakatan), tetapi saya yakin dengan dicabut gugatan itu sudah itikad baik, pasti berbarengan dengan itikad baik pemenuhan hak-hak para konsumen Meikarta ini," jelasnya.

Lantas bagaimana kalau kesepakatan itu dilanggar, bisakah konsumen Meikarta menempuh langkah lain termasuk membawa kasus ini ke penegak hukum? delik apa yang bisa dimanfaatkan pembeli untuk menyeret pengembang ke jalur hukum?

Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Ade Adhari mengatakan konsumen bisa saja mengadukan pengembang secara pidana dengan delik penipuan.

Ia menjelaskan kebohongan yang diucapkan pada saat sebelum perjanjian disepakati, barulah dapat dikatakan ada penipuan. Inilah yang harus diperhatikan dalam kasus a quo.

Salah satu kebohongan yang dapat diidentifikasi di awal adalah selama ini pengembang mengklaim telah menjual 100 ribu unit apartemen, tapi ternyata data itu tidak valid.

"Kebohongan inilah yang tentu dalam delik penipuan, menjadi sesuatu yang menggerakkan konsumen untuk membeli," kata Ade.

Ia juga memberikan catatan dengan merujuk pada Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1689 K/PID/2015, maka dapat diketahui bahwa tidak semua perbuatan tidak melaksanakan kewajiban perjanjian tidak dapat dipandang sebagai penipuan.

Apabila perjanjian tersebut dibuat dengan didasari itikad buruk/tidak baik, niat jahat untuk merugikan orang lain, maka perbuatan tersebut bukan merupakan wanprestasi, tetapi tindak pidana penipuan.

Ade mengatakan dalam wanprestasi, para pihak dengan itikad baik menyepakati perjanjian. Namun salah satu pihak tidak melakukan prestasi yang disepakati. Sedangkan, dalam penipuan perjanjian sejak awal dilandasi adanya niat jahat.

Senada, Praktisi Hukum Perumahan Joni Tanamas menyebut para konsumen sebenarnya bisa melakukan gugatan perdata dan pidana. Namun, ia tidak mau menjabarkan secara gamblang delik apa yang bisa diambil.

Sebab, ia tidak memiliki wewenang lebih dan membiarkan kuasa hukum konsumen saja yang bertindak. Joni pun yakin kalau kuasa hukum konsumen memiliki strategi tersendiri.

"Gugat perdata dan LP (laporan polisi) pidana, dua yuridis ya bisa saja. Tapi, biarlah sejawat lawyer konsumen saja yang menjelaskannya, karena saya harus menahan diri dan tak mau masuk terlalu jauh. Pasti lawyernya paham dan punya strategi," ucap Joni.

Lebih lanjut, ia pun mengatakan opsi lain yang bisa digugat oleh konsumen, yakni ihwal kredit pemilikan apartemen (KPA) dengan bank. Joni menjelaskan KPA relasi hukumnya adalah perjanjian kredit dengan jaminan apartemen.

Namun, apartemen tersebut belum ada. Sementara jaminan kalau belum ada dan jika wanprestasi tak bayar cicilan, apa hendak dieksekusi? Hal ini lah yang menjadi hambatan.

"Perlu diluruskan, KPA tetap saja perjanjian dan hemat saya perjanjian terikat dengan klausul perjanjian cq KPA dan KUHPerdata, bahwa perjanjian itu asasnya konsensus," imbuh Joni.

Kasus Meikarta Jadi Dorongan Revisi UU Rumah Susun

BACA HALAMAN BERIKUTNYA 


[Category Opsiin, Media Informasi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages