Makanan dan Transportasi Beri Dampak Kenaikan Inflasi Jelang Ramadan
Senin, 13 Maret 2023 | 12:13 WIB
Oleh: Arnoldus Kristianus / WIR

Jakarta, Beritasatu.com- Badan Pusat Statistik (BPS) mengimbau pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan inflasi menjelang Ramadan dan Idulfitri. Secara musiman Hari Besar Keagamaan Nasional menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya inflasi. Sebab pada momen tersebut terjadi kenaikan fluktuasi harga dan kenaikan permintaan.
“Bahan makanan, makanan jadi, serta transportasi akan menjadi kelompok komoditas yang memberikan dampak kepada inflasi di bulan Ramadan dan Idulfitri. Jadi mungkin ini yang perlu kita waspadai bersama,” ucap Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada Senin (13/03/2023).
Dia mengatakan mengatakan perubahan konsumsi makanan/minuman masyarakat terjadi pada 23 hari atau tiga minggu sebelum Idulfitri. Tingkat konsumsi makanan/minuman masyarakat akan mencapai puncak pada H-19 sebelum Idulfitri. Akhir efek Ramdan terlihat sekitar dua hari sebelum Idulfitri beralih ke konsumsi transportasi pulang kampung. Tren kenaikan konsumsi mulai hilang kira-kira 15 hari (2 minggu) setelah Idulfitri.
“Pola perubahan harga, bisa kita indikasikan dari fluktuasi harga yang kami ukur menggunakan koefisien variasi harga. Dimana koefisien variasi harga ini menggambarkan fluktuasi harga. Jadi semakin besar koefisien variasinya ini maka semakin besar perubahan harga maka semakin bervariasi harganya,” tandas dia .
Bila melihat data dari Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) ada tiga komoditas yang cenderung meningkat konsumsinya di bulan Ramadan yaitu daging sapi, daging ayam ras, dan cabai merah. Tiga komoditas ini sudah mulai menunjukkan peningkatan harga jelang Ramadan.
“Koefisien variasi ini cenderung meningkat, jadi terlihat peningkatan koefisien variasi yang mengindikasikan adanya perubahan harga yang berfluktuasi,” kata Pudji.
Pudji menuturkan bila melihat historis inflasi maka inflasi tertinggi berada di bulan Ramadan, kecuali di tahun 2020 dan 2021 karena adanya masa pandemi. Berdasarkan historis sebagian besar kota mengalami inflasi pada bulan Ramadhan, dengan inflasi tinggi dominan terjadi di kota luar Pulau Sumatera dan Jawa.
“Oleh karena itu pengendalian inflasi pada level daerah harus diupayakan untuk menekan tingkat inflasi nasional,” imbuh Pudji.
Pada tahun 2019 Ramadan terjadi pada bulan Mei dengan tingkat inflasi bulanan sebesar 0,68%. Dari 90 kota yang dipantau BPS, tercatat 89 kota mengalami inflasi. Lima kota dengan inflasi tertinggi yaitu Tual (2,91%), Manado (2,60%), Manokwari (2,25%), Kendari (1,80%), dan Pangkalpinang (1,78%).
Pada tahun 2020 Ramadan terjadi pada bulan April dengan tingkat inflasi bulanan sebesar 0,08% Dari 90 kota yang dipantau BPS, tercatat 39 kota mengalami inflasi. Lima kota dengan inflasi tertinggi yaitu Baubau (0,88%), Timika (0,72%), Merauke (0,56%), Luwuk (0,54%), dan Kotamobagu (0,51%).
Pada tahun 2021 Ramadan berlangsung pada bulan April dengan tingkat inflasi bulanan sebesar 0,13%. Dari 90 kota yang dipantau BPS ada 72 kota mengalami inflasi. Lima kota dengan inflasi tertinggi yaitu Kotamobagu (1,31%), Timika (1,27%), Manado (0,96%), Parepare (0,92%), dan Kupang (0,91%).
Pada tahun 2022 Ramadan berlangsung pada bulan April dengan tingkat inflasi bulanan sebesar 0,95%. Dari 90 kota yang dipantau BPS tercatat 90 kota mengalami inflasi tanpa ada yang deflasi. Lima kota dengan inflasi tertinggi yaitu Tanjung pandan (2,58%), Jayapura (2,38%), Pangkalpinang (1,82%), Kendari (1,80%), dan Tual (1,74%).
“Pada bulan Ramadan 2022 ini andil transportasi juga cukup tinggi, karena sudah dibukanya pembatasan aktivitas masyarakat, sehingga masyarakat mulai melakukan mobilitas cukup tinggi.,” kata Pudji. (
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
TAG:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar