Bouraq Airlines, Maskapai Paling On Time yang Ambruk Karena Tak Sanggup Bayar Utang - Merdeka - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Bouraq Airlines, Maskapai Paling On Time yang Ambruk Karena Tak Sanggup Bayar Utang - Merdeka

Share This

 

Bouraq Airlines, Maskapai Paling On Time yang Ambruk Karena Tak Sanggup Bayar Utang



Reporter : Yunita Amalia

Merdeka.com - Di tengah sengitnya industri penerbangan saat ini, nama maskapai Bouraq Indonesia Airline atau lebih dikenal dengan Bouraq, tidak cukup populer di masyarakat. Maskapai ini dibangun tahun 1970 oleh putra Jerri A Sumendap, putra asli Manado, Sulawesi Utara.

Mengutip liputan 6.com, Jerri sama sekali tidak memiliki latar belakang aviasi. Dia adalah seorang pengusaha kayu.

Minatnya untuk membangun perusahaan maskapai adalah rasa keprihatinan karena sarana perhubungan dan transportasi di Pulau Kalimantan sekitar akhir 1960-an, masih sangat minim.

Tidak ada satu pun penerbangan yang bersedia mendaratkan armadanya di pulau yang sebetulnya kaya akan sumber daya minyak dan hasil alam.

Pada April 1969, Jerri memulai proyek besar untuk mendirikan maskapai dengan cita-cita menghubungkan Kalimantan dengan pulau-pulau lain di tanah air. Modal awal Jerri mengoperasikan maskapai ini yaitu tiga unit DC-3.

Pada 1 April 1970 kemudian secara perdana, pesawat yang dioperasikan Jerri terbang, dan mendarat di lapangan rumput di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Nama Bouraq sendiri diambil dari "kendaraan" Nabi Muhammad SAW saat peristiwa suci dalam Islam, Isra Mi'raj. Dengan pengambilan nama itu pula, Jerri berharap maskapainya bisa menjadi yang tercepat baik dari segi perkembangan usaha maupun ketepatan waktu.

Ekspansi bisnis Jerri menuai konsekuensi. Perusahaan kayu milik Jerri, PT Pordisa mulai goyah. Maskapai Bouraq awalnya untuk memudahkan konektivitas karyawannya. Namun justru hal ini membuat PT Pordisa bangkrut. Belum diketahui faktor tutupnya perusahaan kayu milik Jerri tersebut.

Meski begitu, eksistensi Bouraq semakin moncer di industri penerbangan. Hal ini ditandai dengan langkah perusahaan yang mendirikan anak perusahaan Bali Air tahun 1972.

Bali Air khusus dioperasikan untuk melayani rute penerbangan berjadwal yang mulai dirambah dalam beberapa tahun ke depan. Selain Bali Air, Bouraq juga melahirkan anak perusahaan Bouraq Natour yang bergerak di bidang konstruksi.

Perusahaan baru ini pula yang membantu pembangunan landasan Bandar Udara (Bandara) Sam Ratulangi, Manado pada 1976. Perusahaan juga ikut membangun pelaksanaan overlay dan paving landasan Bandara Ngurah Rai, Bali untuk pesawat berbeda lebar setahun kemudian.

Sekitar satu dekade merambah bisnis penerbangan, Bouraq makin menghiasi langit Indonesia. Bisnis perusahaan makin melaju selama dasawarsa 1980-an.

Ditunjang empat pesawat Vicker Viscount (VC-843), tiga buah Casa NC-212 dan 16 enambelas BAE-748 seri 2A dan 2B, membuat mesin Bouraq makin meraung keras. Maskapai Bouraq pun mempersenjatai Bali Air dengan dua buah Britten Norman (BN) Islander dan empat buah Britten Norman (BN) Trislander untuk jarak pendek atau penerbangan perintis.

Pada sekitar tahun 1990, Bouraq berhasil menyabet predikat sebagai perusahaan penerbangan swasta dengan performa ketepatan waktu terbaik untuk penerbangan domestik. Gelar tersebut tentunya memicu suara-suara tak sedap dari para pesaingnya. Bouraq harus rela menerima cibiran sebagar perusahaan penerbangan yang mengandalkan armada tua berupa pesawat non-jet.

Tak mau menerima cibiran tersebut, Bouraq langsung menjawab nada negatif para pesaingnya dengan mendatangkan pesawat jet dari tipe Boeing B737-200 untuk meningkatkan kualitas pelayanan, peremajaan pesawat, dan memenuhi pertumbuhan bisnis yang tumbuh cukup signifikan.

Dengan modal USD70 juta dollar, Bouraq menyewa tujuh unit B737-200 bekas pakai Malaysia Air System (MAS) yang rata-rata berusia 10 tahun. Kepak Bouraq pun makin lebar dengan dukungan armada sebanyak 30 unit.

Untuk mengoperasikan seluruh armada yang dimilikinya, 100 awak pilot/kopilot dioptimalkan Bouraq. Satu yang unik dari dan jarang terjadi dalam industri penerbangan nasional adalah Bouraq mempekerjakan penerbang perempuan yaitu Meriam Zanaria, Lokawati Nakagawa, dan Cipluk.

Tanggal 6 Juni 1995 menjadi awan kelam bagi seluruh personil Bouraq. Sang pendiri yang memiliki ide kecil untuk mengembangkan Kalimantan, Jerry Sumendap, wafat dalam usia 69 tahun. Bouraq pun memasuki babak baru dengan masuknya generasi penerus Danny Sumendap pada akhir 1995.

Bermodalkan tekad besar untuk mempertahankan eksistensi Bouraq, Danny membuat perombakan besar perusahaan demi bersaing dengan perkembangan zaman. Namun banyaknya loyalis dari Bouraq membuat keputusan drastis tersebut tak berjalan lancar sepenuhnya.

Seiring waktu, upaya pembenahan organisasi mampu menyelamatkan Bouraq dari ketatnya persaingan bisnis penerbangan. Namun rasa nyaman ini hanya bertahan sementara. Bouraq harus berhadapanan dengan persoalan yang jauh lebih besar, krisis moneter 1998.

Krisis keuangan yang melanda Asia dan berdampak pada Indonesia ini terbukti telah menghempaskan sejumlah maskapai penerbangan. Namun, Bouraq tak menyerah begitu saja. Berbagai strategi disusun untuk tetap mempertahankan keberlangsungan Bouraq. Efisiensi pun terpaksa ditempuh dengan mengurangi pesawat dan pilot/kopilot.

Tekanan yang makin kuat, membuat pesawat Bouraq lama kelamaan makin menyusut. Kejayaan sebagai maskapai yang memiliki puluhan pesawat berakhir tragis jelang tutupnya Bouraq. Jelang akhir hayatnya, Bouraq hanya menyisakan sebuah pesawat Boeing B737-200.

Pada 25 Juli 2005, pesawat hijau tosca yang selama ini menghiasi langit nusantara tak tampak lagi.

Pada tahun 2007, Bouraq Airlines Indonesia dinyatakan pailit dalam persidangan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Maskapai ini tidak sanggup membayar utang kepada PD Sinar Jaya Offset sebesar Rp1,04 miliar atas pesanan pencetakan barang yang telah jatuh tempo pada 18 April 2006.

Maskapai juga tidak mampu lagi mendanai perusahaannya terbukti dengan belum dibayarkan kewajiban pada karyawan berupa gaji dan pesangon.

Baca juga:
Qatar Airways Bakal Hilangkan Kursi Kelas Satu untuk Penerbangan Jarak Jauh
Berapa Konsumsi BBM Pesawat Raksasa A380-800 yang Mendarat di Bali?
Maskapai Dubai Buka Lowongan Kerja dengan Gaji Rp29 Juta, Lulusan SMA Bisa Daftar
Spesifikasi Airbus A380, Pesawat Komersial Terbesar di Dunia yang Mendarat di Bali
Airbus A380 Emirates Mendarat di Bali, Target Wisman Bertambah Jadi 5 Juta Orang

2 dari 4 halaman

Ekspansi bisnis Jerri menuai konsekuensi. Perusahaan kayu milik Jerri, PT Pordisa mulai goyah. Maskapai Bouraq awalnya untuk memudahkan konektivitas karyawannya. Namun justru hal ini membuat PT Pordisa bangkrut. Belum diketahui faktor tutupnya perusahaan kayu milik Jerri tersebut.

Meski begitu, eksistensi Bouraq semakin moncer di industri penerbangan. Hal ini ditandai dengan langkah perusahaan yang mendirikan anak perusahaan Bali Air tahun 1972.

Bali Air khusus dioperasikan untuk melayani rute penerbangan berjadwal yang mulai dirambah dalam beberapa tahun ke depan. Selain Bali Air, Bouraq juga melahirkan anak perusahaan Bouraq Natour yang bergerak di bidang konstruksi.

Perusahaan baru ini pula yang membantu pembangunan landasan Bandar Udara (Bandara) Sam Ratulangi, Manado pada 1976. Perusahaan juga ikut membangun pelaksanaan overlay dan paving landasan Bandara Ngurah Rai, Bali untuk pesawat berbeda lebar setahun kemudian.

Sekitar satu dekade merambah bisnis penerbangan, Bouraq makin menghiasi langit Indonesia. Bisnis perusahaan makin melaju selama dasawarsa 1980-an.

Ditunjang empat pesawat Vicker Viscount (VC-843), tiga buah Casa NC-212 dan 16 enambelas BAE-748 seri 2A dan 2B, membuat mesin Bouraq makin meraung keras. Maskapai Bouraq pun mempersenjatai Bali Air dengan dua buah Britten Norman (BN) Islander dan empat buah Britten Norman (BN) Trislander untuk jarak pendek atau penerbangan perintis.

3 dari 4 halaman

Pada sekitar tahun 1990, Bouraq berhasil menyabet predikat sebagai perusahaan penerbangan swasta dengan performa ketepatan waktu terbaik untuk penerbangan domestik. Gelar tersebut tentunya memicu suara-suara tak sedap dari para pesaingnya. Bouraq harus rela menerima cibiran sebagar perusahaan penerbangan yang mengandalkan armada tua berupa pesawat non-jet.

Tak mau menerima cibiran tersebut, Bouraq langsung menjawab nada negatif para pesaingnya dengan mendatangkan pesawat jet dari tipe Boeing B737-200 untuk meningkatkan kualitas pelayanan, peremajaan pesawat, dan memenuhi pertumbuhan bisnis yang tumbuh cukup signifikan.

Dengan modal USD70 juta dollar, Bouraq menyewa tujuh unit B737-200 bekas pakai Malaysia Air System (MAS) yang rata-rata berusia 10 tahun. Kepak Bouraq pun makin lebar dengan dukungan armada sebanyak 30 unit.

Untuk mengoperasikan seluruh armada yang dimilikinya, 100 awak pilot/kopilot dioptimalkan Bouraq. Satu yang unik dari dan jarang terjadi dalam industri penerbangan nasional adalah Bouraq mempekerjakan penerbang perempuan yaitu Meriam Zanaria, Lokawati Nakagawa, dan Cipluk.

4 dari 4 halaman

(mdk/azz)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages