Liputan6.com, Jakarta - Dugaan pungutan liar atau pungli di rumah tahanan (rutan) KPK bikin geger. Besarannya cukup fantastis, mencapai Rp4 miliar. Itu baru temuan sementara dari Desember 2021 hingga Maret 2022.
Adalah Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang menemukan dugaan pungli tersebut. Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyebut temuan itu bukan berdasarkan laporan masyarakat, melainkan hasil pengutusan pihaknya sendiri.
"Tanpa pengaduan, jadi kami di sini ingin menyampaikan Dewan Pengawas sungguh-sungguh mau menertibkan KPK ini, kami tidak pandang," ujar Albertina Ho.
Albertina tak menampik jumlah itu akan terus bertambah jika dibiarkan. Albertina menyebut pihaknya akan mengusut dugaan pelanggaran etik dari temuan pungli itu. Sementara terkait masalah pidana akan ditangani oleh pimpinan KPK.
"Ini ada unsur pidananya, dan Dewan Pengawas sudah menyerahkan kepada pimpinan. Masalah kode etiknya, kami juga sudah melakukan klarifikasi-klarifikasi, nanti setelah semua teman-teman juga akan mengetahui siapa saja yang dibawa ke sidang etik," lanjut Albertina.
Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto dari Fraksi Partai Demokrat mendorong pimpinan KPK melakukan evaluasi terhadap pengawasan internal. Selain itu, pimpinan KPK juga harus menindak tegas oknum anggotanya yang terlibat praktik pungli.
"Hal ini cukup mengagetkan dan sangat memprihatinkan. Sulit dinalar dengan logika sehat, jika di KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi, ternyata ditemukan tindakan penyimpangan," kata Didik kepada Liputan6.com, Jumat (23/6/2023).
Ia menilai, dugaan praktik pungli di dalam Rutan KPK masuk dalam kategori petty corruption dilakukan oleh pejabat publik yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Namun sekecil apapun, korupsi tetaplah korupsi.
"Meskipun petty corruption, tidak boleh ada toleransi sedikitpun apalagi dilakukan oleh penegak hukum khususnya KPK dan juga di lingkungan KPK," tambahnya.
Dalam rangka memitigasi potensi damage trust publik kepada KPK, kata Didik, KPK harus juga transparan sepenuhnya kepada publik dalam melakukan pengungkapannya. Buka dan tindak seterang-terangnya siapapun yang terlibat baik yang menyuap maupun yang disuap. Selain itu pengawasan dan pembinaan terhadap pegawai internal lembaga antirasuah tersebut.
"Saya menduga ada problem di bidang pengawasan dan pembinaan di internal, sehingga terbuka ruang dan kesempatan terjadinya penyimpangan Karena pengawasan dan pembinaan SDM di lembaga superbody ini sangatlah penting dan fundamental, karena kehadiran pegawai dan SDM KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya tidak bisa digantikan oleh alat secanggih apapun."
"Saya meminta pengusutan dugaan praktik pungli di KPK harus melibatkan PPATK agar dapat menelusuri aliran rekening pungli sehingga penyelesaian kasus pun menjadi lebih komprehensif. Jangan sampai publik menjadi apatis dan tidak percaya lagi terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Pertaruhannya akan terlalu besar bagi KPK jika tidak segera ditangani dengan baik," ucapnya.
Masuk Kategori Suap
Mantan Kasatgas Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menilai yang terjadi bukan lagi sekadar pungli, melainkan sudah masuk pemerasan atau suap dalam konteks tindak pidana korupsi.
"Ini tidak lepas dari akumulasi masalah yang ditimbulkan karena banyaknya perbuatan korupsi di dalam KPK yang tidak diusut tuntas. Sehingga praktek tersebut menjalar hingga sampai di level bawah. Tentu semua ini di antaranya akibat dari sikap Dewas yang tidak berani bertindak dengan benar, alasannya karena tidak punya kewenangan," kata Novel kepada Liputan6.com, Jumat (23/6/2023).
"Dengan banyaknya korupsi di KPK seperti sekarang ini, bagaimana kita bisa berharap KPK akan bekerja dengan benar, atau memberantas korupsi dengan obyektif?"
Novel menilai, kasus pungli Rutan KPK mestinya tidak bisa ditangani sendiri oleh KPK, karena subyek hukumnya tidak masuk yang ditentukan dalam UU KPK.
"Jadi sekarang bagaimana KPK dan Dewas KPK, apakah sudah melaporkan ke penegak hukum? Semakin lama tidak diproses, akan membuat makin sulit ditangani. Kecuali bila KPK punya kepentingan untuk menutupi atau melokalisir kasusnya," tambahnya.
Komentar
Posting Komentar