BMKG Prediksi Kemarau 2023 di RI Tak Bakal Parah-parah Amat - CNN Indonesia - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

BMKG Prediksi Kemarau 2023 di RI Tak Bakal Parah-parah Amat - CNN Indonesia

Share This

 

BMKG Prediksi Kemarau 2023 di RI Tak Bakal Parah-parah Amat

Kamis, 10 Agu 2023 14:25 WIB
BMKG mengungkap alasan musim kemarau dan kekeringan di Indonesia tidak akan separah kondisi di Korea Selatan.
Ilustrasi. BMKG bicara potensi kemarau parah di RI. (AP/Emilio Morenatti)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut musim kemarau dan kekeringan di Indonesia tidak akan separah seperti di Korea Selatan.

BMKG memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada minggu terakhir Agustus 2023 yang dipicu fenomena El Nino.

"Dasarnya kan dari penghitungan suhu muka air laut lalu dihitung dalam indeks atau anomali. Di Indonesia ini relatif paling lemah, kalau di negara lain levelnya bisa lebih tinggi," kata Dwikorita usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (9/8) dikutip dari Antara.

Berdasarkan data BMKG, beberapa indikator El Nino, yang memicu penurunan curah hujan, saat ini dalam kondisi tak signifikan. Yakni, Indeks Southern Oscillation Index (SOI) ada pada angka -10.4, dan Indeks NINO 3.4 ada pada angka +1.04.

Sementara, Dipole Mode Index (DMI), yang menandakan nilai Indian Ocean Dipole (IOD) yang juga memicu penurunan curah hujan, masih pada angka +0.20 atau terbilang tidak signifikan.

BMKG mengungkap pula beberapa faktor yang bikin hujan masih hadir di sebagian RI. Di antaranya adalah Suhu Muka Laut/Sea Surface Temperature yang punya anomali +0,5 derajat Celsius hingga +3 derajat Celsius.

Hal ini dapat meningkatkan potensi penguapan (penambahan massa uap air) di Samudra Hindia barat Aceh - Sumut hingga Samudra Pasifik utara Papua.

Ada pula peran gelombang atmosferr Rossby Ekuator, Gelombang Kelvin, hingga sirkulasi siklonik yang memicu pertumbuhan awan hujan di banyak wilayah.

Menurut Dwikorita, kondisi pada saat puncak kemarau tahun ini akan seperti kekeringan pada 2019 meski tidak akan separah 2015 ketika diperburuk dengan luasnya area kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Memang kalau kita lihat di lapangan sungai-sungai sudah mulai mengering ya. Tetapi kalau dilihat secara global intensitas atau level El Nino di Indonesia ini relatif rendah. Kita diuntungkan karena masih punya laut," kata Dwikorita.

"Ini adalah fenomena global yang terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain seperti India, Thailand, dan Vietnam. Karena kita levelnya paling rendah sehingga dampaknya tidak akan separah di negara lain," ujarnya.

Sebelumnya, gelombang panas masih melanda belahan Bumi utara, termasuk Korea Selatan, yang menyebabkan sedikitnya 25 korban tewas dan mengganggu penyelenggaraan Jambore ke-25 Pramuka Dunia di Area Reklamasi Saemangeum.

Karena situasi tersebut Kontingen Gerakan Pramuka Indonesia yang beranggotakan 1.569 orang memutuskan pulang ke Tanah Air pada Selasa (8/8) sebelum kegiatan tersebut resmi berakhir pada 12 Agustus 2023.

Selama gelombang panas, suhu udara di Korea Selatan bisa mencapai 38-40 derajat Celsius pada siang hari.

Tak berselang lama, Siklon Tropis Khanun melanda Negeri Ginseng dan memicu banjir. Para pakar menyinggung masalah pemanasan global yang memicu bencana yang kontradiktif; satunya panas banget, satunya hujan ekstrem.

(Antara/arh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages