Jepang Buang Limbah Nuklir ke Laut, Ini Dampaknya untuk Indonesia - detik

 

Jepang Buang Limbah Nuklir ke Laut, Ini Dampaknya untuk Indonesia

By Devita Savitri
detik.com
Foto: via REUTERS/KYODO/Ilustrasi limbah nuklir
Foto: via REUTERS/KYODO/Ilustrasi limbah nuklir
Jakarta -

Jepang siap untuk merealisasikan wacana membuang 1,25 juta ton limbah dari pembangkit nuklir Fukushima ke laut, pada Kamis (24/8/2023). Apa yang dilakukan Jepang ini dinilai bagi memberikan dampak yang buruk terhadap ekosistem laut.

Dikutip dari CNBC Indonesia, negara yang bereaksi keras, salah satunya adalah China. Hal ini terkait dengan kekhawatiran dampak nuklir terhadap ekosistem laut.

Menanggapi hal itu, Jepang menyatakan pembuangan tersebut telah sesuai dengan standar keselamatan Internasional dan petunjuk Badan Atom Internasional (IAE). Mereka mengatakan dampak terhadap manusia dan lingkungan dapat diabaikan.

Berjanji akan Bertanggung Jawab

Tak hanya dari luar negeri, Ketua Federasi Nasional Asosiasi Koperasi Perikanan di Jepang, Masanobu Sakamoto juga melakukan penolakan terhadap rencana tersebut.

Sakamoto memahami bahwa pelepasan limbah nuklir memang dikatakan aman secara ilmiah, namun kekhawatiran terkait kerusakan biota laut tak bisa dihindarkan. Berdasarkan hal tersebut, Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida akhirnya menemui Sakamoto.

Ia berusaha meyakinkan komunitas tersebut dan menegaskan bila langkah ini tidak dapat ditunda. Fumio juga berjanji akan mengambil seluruh tanggung jawab bila terjadi dampak yang menimpa industri perikanan.

"Saya berjanji bahwa kami akan mengambil seluruh tanggung jawab untuk memastikan industri perikanan dapat terus mencari nafkah, meskipun itu akan memakan waktu puluhan tahun," katanya.

Dampak untuk Indonesia

Mengutip arsip detikEdu, Kepala Pusat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University Prof Hefni Effendi mengatakan Indonesia tidak bisa serta-merta mengambil sikap untuk menolak tindakan Jepang.

Hal tersebut karena Indonesia sudah setuju dengan konvensi internasional seperti London Convention on the Prevention of Marine Pollution.

Meski begitu, Hefni menyarankan sebaiknya limbah radioaktif tidak dibuang ke laut lepas karena dikhawatirkan akan menyebabkan transboundary pollution atau pencemaran antar negara melalui arus laut.

"Jangan dibuang ke laut karena bahannya transboundary (pollution), karena ada arus laut. Dari Pasifik masuk ke Indonesia kan memungkinkan. Walaupun ketentuannya 900 km dari pulau terdekat, ya tetap saja namanya juga arus laut, bisa saja sampai ke pulau terdekat atau malah sampai ke Indonesia," sarannya.

Selaras dengan Hefni, Pakar Nuklir Universitas Gadjah Mada (UGM) Yudi Utomo Imardjoko limbah nuklir mengandung zat radioaktif dengan umur yang panjang. Peluruhannya bisa membahayakan perairan dunia.

Zat radioaktif bisa menyebabkan dampak yang berbeda-beda bagi hewan dan manusia. Untuk manusia, bisa terasa pusing atau sakit kepala, epilepsi, pingsan, menyebabkan kanker, bahkan berujung kematian bila kadar kontaminasinya tinggi.

Sedangkan untuk hewan bisa menyebabkan kematian. Terutama untuk biota laut yang terkontaminasi.

"Dan juga biota laut juga bisa mati. Karena dia (biota laut) kan menelan radiasi (zat radioaktif) yang berumur panjang, ya itu toksik (racun) semua. Intinya itu limbah radioaktif itu toksik," kata dosen departemen teknik nuklir dan teknik fisika UGM ini.

Terakhir, Pakar Hukum Nuklir Universitas Airlangga (Unair) Koesrianti menjelaskan bila limbah nuklir Jepang ingin dibuang ke laut, air limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu dan dipastikan aman.

Caranya bisa melalui beberapa proses seperti evaporasi, destilasi, dan penyaringan. Jika sudah didaur ulang, limbah bisa dibuang ke laut dengan catatan harus dalam pengawasan badan pengawas tenaga nuklir di Jepang dan Internasional.

"Tapi harus dalam pengawasan badan pengawas tenaga nuklir di Jepang dan internasional atau IAEA (Badan Tenaga Atom Internasional)," ujar Koesrianti.

Diketahui, limbah nuklir yang hendak dibuang oleh Jepang berasal dari pembangkit nuklir Fukushima yang bocor akibat gempa dan tsunami yang terjadi pada 2011 silam. Isu ini sudah berkembang sejak tahun 2021 lalu dan direalisasikan tahun 2023.

Baca Juga

Komentar