BPJS Kesehatan Selamatkan Hidup Putri Pedagang Nasi Goreng
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg2.beritasatu.com%2Fcache%2Fberitasatu%2F960x620-3%2F2023%2F08%2F1693496091-1102x620.webp)
Jakarta, Beritasatu.com – Klinik Pratama Yakrija yang terletak di Jalan Anggrek Rosliana VII, Kemanggisan Slipi, Jakarta Barat tak pernah sepi. Selalu ada pengunjung sepanjang 24 jam di gedung dua lantai ini.
Seperti pada Sabtu sore, 10 Juni 2023. Suara batuk bersahutan memenuhi ruangan persegi panjang yang tidak begitu luas. Rasa penasaran apakah kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menyasar semua masyarakat tanpa diskriminasi, akhirnya mengantarkan saya ke sini.
Setelah menunjukkan kartu JKN elektronik untuk berobat, sembari menahan demam, saya ikut mengantre seperti masyarakat lainnya di ruang tanpa sekat dengan bangku panjang yang ditata berhadapan dengan empat kamar.
Sejauh mata memandang, empat kamar tersebut terdiri dari dua ruangan dokter umum, loket dan apotek. Sementara aktivitas lainnya seperti laboratorium, dokter anak, dan dokter gigi berada di lantai dua.
Sore itu, pengunjung gedung dua lantai ini tampak larut dalam kesibukan masing-masing. Entah sedang menahan nyeri, sedang menahan demam atau bermain gawai. Meskipun beberapa pengunjung tampak bermain gawai, tetapi tak ada satu pun yang berani mengeluarkan gawai untuk memotret suasana di tempat ini. Tulisan "Dilarang mengambil gambar" yang ditempel di dinding menjadi peringatan keras bagi semua pengunjung.
Selain tulisan tersebut, ada satu tulisan yang ditempel terpisah tepat di depan loket informasi. “Peserta BPJS dari luar daerah dapat berobat tiga kali”. Ya, gedung dua lantai ini merupakan klinik yang melayani pasien BPJS 24 jam. Tulisan tersebut merujuk bagi peserta BPJS Kesehatan tetap bisa memanfaatkan layanan kesehatan BPJS miliknya meskipun sedang berada di luar kota.
Sembari menunggu antrean, seorang wanita yang mengantarkan anaknya mengaku merasa sangat bersyukur karena mendapat pelayanan baik selama berobat di tempat tersebut. Meski hanya membawa selembar kartu atau hanya menunjukan kartu elektronik kepada petugas, anaknya tetap dilayani dengan baik.
“Saya sudah pindah rumah, tetapi kalau sakit akan kembali ke sini. Sudah cocok di sini,” ucap Novia.
Wanita berusia 32 tahun ini mengaku telah lama menggunakan BPJS Kesehatan. Ia merasa sangat terbantu selama ini. Adapun manfaat BPJS Kesehatan ini juga disampaikan oleh Danisworo Eka Saputra (36) dan Dini Fauziah (32) yang sejak 2019 menggantungkan harapan mereka pada BPJS Kesehatan. Hal ini disampaikan pasangan suami-istri saat ditemui Beritasatu.com baru-baru ini.
Daniswara atau yang akrab disapa Denis, warga Kecamatan Koja, Jakarta Utara (Jakut) ini menceritakan keluarganya terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan aktif sejak 2013. Ia bersama anaknya terdaftar BPJS Kesehatan perusahan istrinya untuk kategori kelas 1.
Meski telah terdaftar, mereka hampir 5 tahun tercatat sebagai pengguna pasif. Pasalnya, semua anggota keluarganya sehat. Namun, semuanya berubah pada tahun 2019. Kala itu, anak ketiganya yang baru berusia satu tahun didiagnosis kanker mata pada usia 1 tahun.
Kabar ini tentu menjadi duka untuk Denis sekeluarga, apalagi dia belum lama memutuskan untuk banting setir dari karyawan menjadi pedagang nasi goreng.
Dengan usaha yang baru dirintis itu, tentu membutuhkan waktu untuk mengumpulkan dana dalam nominal besar untuk pengobatan sang buah hati. Apalagi pada tahun yang sama, anak nomor empatnya yang baru berusia 3 bulan, mengalami kelainan pada jantung berupa kebocoran pembuluh jantung kiri dan kanan.
Kesulitan ekonomi untuk pengobatan ini dapat dilalui Denis berkat terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan sejak 2013. Untuk itu, ia dapat memberi perawatan terbaik pada kedua buah hatinya. Apalagi sang putri keempatnya baru berusia 3 bulan saat diketahui mengalami kelainan jantung.
“BPJS benar-benar membantu anak saya yang nomor tiga dan empat ini,” ucapnya kepada Beritasatu.com.
Denis menuturkan pengobatan yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa sang putri tidak instan. Mulai harus melalui tahapan rujukan hingga dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Pasalnya, setelah pengangkatan mata sebelah kanan pada 2020, untuk memastikan kesembuhannya harus dilanjutkan dengan kemoterapi rutin guna memastikan bahwa tidak ada lagi sisa-sisa sel kanker tersebut.
“Selama satu tahun setelah pengangkatan mata, putri saya harus menjalani kemoterapi,” ucapnya.
Setelah melalui proses pengobatan yang panjang, perkembangan penyembuhan anak ketiga pascapengangkatan mata dan kemoterapi sudah menunjukkan hasil yang bagus.
“Sampai saat ini prosesnya masih berjalan, meski belum bisa dikatakan sembuh, tetapi sudah berjalan ke arah sembuh,” ujarnya sambil tersenyum.
Sementara untuk pengobatan anak keempat dilakukan di Rumah Sakit Jantung Jakarta juga dengan menggunakan BPJS Kesehatan.
Selanjutnya, Denis menuturkan selama kedua putrinya menjalani pengobatan menggunakan BPJS Kesehatan perusahaan, ia sama sekali tidak mengalami diskriminasi. Ia merasa diperlakukan sama seperti pasien lainnya.
“Jika ada yang bilang ada perbedaan perlakuan itu enggak benar. Berdasarkan yang kami alami selama menggunakan BPJS Kesehatan di RSCM dan RS Jantung Jakarta, tidak ada perbedaan,” ucapnya.
Denis menuturkan menggunakan BPJS Kesehatan dalam pengobatan kuncinya adalah mengikuti prosedur rumah sakit. Pasalnya, ia tidak mendapat kendala sama sekali selama menjalankan prosedur.
“Yang penting kita jangan loncat prosedur sekali pun seandainya kita harus mengurus rujukan. Selama prosedur dijalankan, enggak ada masalah,’ paparnya.
Selanjutnya, Denis menuturkan manfaat BPJS Kesehatan yang dirasakan sejak 2019 ini memberinya edukasi tambahan untuk sedia payung sebelum hujan. Bahkan, khusus anaknya nomor lima, dia memutuskan untuk menggunakan BPJS kesehatan mandiri.
Keputusan tersebut ia ambil setelah mengetahui biaya yang harus dibayarkan jika tidak memiliki BPJS Kesehatan dalam pengobatan putri ketiga dan keempatnya.
“Infonya dapat untuk tes darah total untuk kanker mata Rp 1,5 juta. Anak saya harus melakukan tes mata sebulan sekali dan untuk biaya operasi pengangkatan mata bisa menghabiskan Rp 20 juta. Belum lagi obat kemoterapi hingga kamar kelas 1. Angkanya lumayan,” uraiannya.
Ia juga merinci anggaran yang harus dikeluarkan untuk pengobatan jantung anak hingga operasi bisa mencapai Rp 210 juta, bahkan lebih dari nominal tersebut. Untuk itu, ia berharap masyarakat sabar dan mengikuti proses untuk pengobatan dengan BPJS Kesehatan.
“BPJS sangat bermanfaat. BPJS itu terstruktur dari puskesmas sampai ke rumah sakit rujukan kelas A. Prosedur BPJS itu harus sabar, tinggal mengikuti alur saja,” ucapnya.
Denis berharap pemerintah tidak menghapus BPJS Kesehatan, sebagai bentuk kehadiran negara memberi kesejahteraan bagi masyarakat. Sementara kepada masyarakat, Denis berharap masyarakat bisa mendaftarkan dirinya dan keluarga sebagai peserta BPJS kesehatan. Jika tidak terdaftar di perusahan, masyarakat dapat mendaftar secara mandiri dan rutin membayar iuran. Masyarakat yang sehat tentu dapat membantu sesama yang sakit seperti yang pernah dialaminya.
Sementara itu, Ita (40) warga Tambun, Bekasi juga menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan meski tidak pernah menggunakan BPJS Kesehatan selama ini. Ia rutin membayar iuran BPJS Mandiri.
Menurut Ita, terdaftar di BPJS Kesehatan seperti sedia payung sebelum hujan. Untuk itu, ibu dua anak yang berprofesi sebagai guru honorer di salah satu sekolah luar biasa (SLB) ini rutin membayar BPJS Kesehatan mandiri kelas III sesuai kesanggupannya.
Sebagaimana diketahui, BPJS Kesehatan mulai resmi beroperasi pada 1 Januari 2014. Dasar pendirian beroperasinya BPJS Kesehatan adalah pada tahun 2004 pemerintah mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kemudian, pada tahun 2011 pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). PT Askes (Persero) ditunjuk sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan, sehingga PT Askes (Persero) pun bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar