BRIN: Hujan Hasil Modifikasi Cuaca Ampuh Turunkan Polusi Udara
Jakarta, Beritasatu.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan bahwa operasi teknologi modifikasi cuaca dinilai berhasil untuk mengurangi indeks polutan yang mencemari udara di wilayah Jabodetabek.
Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca BRIN, Budi Harsoyo, mengatakan, hujan terbukti menjadi salah satu metode yang paling efektif dalam menjadikan kualitas udara lebih baik.
Selama periode pelaksanaan operasi teknologi modifikasi cuaca yang berlangsung dari tanggal 24 Agustus hingga 10 September 2023, hujan yang cukup signifikan terjadi terutama di wilayah Bogor.
Keadaan ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa Bogor memiliki topografi yang tinggi, sehingga awan-awan potensial seringkali terbentuk di wilayah tersebut setiap harinya. Proses ini, yang dikenal sebagai proses orografis, adalah mekanisme pembentukan awan yang terjadi ketika udara bertemu dengan topografi tinggi, mengakibatkan pengangkatan udara yang pada akhirnya membentuk awan konvektif atau awan kumulus.
Selama musim kemarau, awan yang terbentuk memiliki kadar uap air yang rendah. Ini dapat dilihat dari tingkat kelembapan udara yang sangat rendah di lapisan atas atmosfer, sehingga hujan yang terjadi cenderung memiliki intensitas rendah dan durasi singkat.
Namun, pada tanggal 20 Agustus 2023, hujan yang cukup besar turun di wilayah Bogor hingga ke Depok, dan selanjutnya pada 27 Agustus 2023, hujan deras melanda wilayah Jakarta Selatan dan bahkan mencapai Bandara Soekarno-Hatta.
Distribusi hujan yang terjadi sebagian besar terfokus di Kota Bogor karena awan kumulus terbentuk hampir setiap hari akibat proses orografis. Hasil hujan yang paling signifikan dicapai pada tanggal 27 Agustus 2023 dengan curah hujan mencapai 64,2 milimeter dan pada tanggal 8 September 2023 dengan curah hujan mencapai 45,6 milimeter.
Pada tanggal 27 Agustus 2023, hujan intensitas tinggi di Bogor bahkan mampu mengurangi konsentrasi PM 2,5. Data dari stasiun pemantauan indeks kualitas udara di Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, menunjukkan bahwa sebelum hujan, konsentrasi PM 2,5 mencapai 97 mikrogram per meter kubik. Setelah hujan deras selama 1,5 jam, konsentrasi PM 2,5 menurun drastis menjadi 20 mikrogram per meter kubik.
Hujan deras yang terjadi juga berhasil mengurangi konsentrasi polutan PM 2,5 di Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat, dari 87 mikrogram per meter kubik menjadi hanya 12 mikrogram per meter kubik.
Sementara itu, di wilayah Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya, indeks kualitas udara tidak mengalami perbaikan yang signifikan karena hujan yang turun pada saat itu memiliki intensitas yang lebih rendah.
Pada tanggal 8 September 2023, meskipun curah hujan cukup tinggi di Bogor, Jakarta tidak mendapatkan hujan yang cukup. Namun, hujan tersebut mampu mengurangi konsentrasi PM 2,5 terutama di wilayah Bogor.
Budi Harsoyo mengungkapkan bahwa meskipun teknologi modifikasi cuaca efektif dalam menurunkan hujan dan berdampak pada perbaikan indeks kualitas udara, teknologi ini sebaiknya tidak digunakan sebagai solusi permanen.
Menurutnya, untuk mengatasi akar masalah polusi udara di Jabodetabek, perlu dicari solusi yang lebih menyeluruh agar peristiwa serupa tidak terulang secara rutin setiap tahunnya.
"Teknologi ini digunakan karena menjadi upaya yang paling cepat untuk memperbaiki indeks kualitas udara. Namun, perlu diingat bahwa solusi jangka panjang harus mencari akar permasalahannya," pungkas Budi.
Komentar
Posting Komentar