Jaksa KPK Minta Hakim Pengadilan Tipikor Tolak Keberatan Rafael Alun
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg2.beritasatu.com%2Fcache%2Fberitasatu%2F960x620-3%2F2023%2F09%2F1694060491-3000x1967.webp)
Jakarta, Beritasatu.com - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa Rafael Alun Trisambodo. Hal itu disampaikan jaksa dalam sidang lanjutan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang dengan terdakwa Rafael Alun di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/9/2023).
“Kami mohon kepada majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini untuk menolak keberatan atau eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa Rafael Alun Trisambodo," kata jaksa.
Jaksa menepis keberatan Rafael Alun dan tim kuasa hukumnya yang menyebut surat dakwaan tidak cermat dan tidaak sesuai unsur pidana. Jaksa menekankan, surat dakwaan telah memenuhi syarat formal dan materiil.
“Menyatakan surat dakwaan telah memenuhi syarat formal dan syarat materiil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan huruf b KUHAP dan secara hukum surat dakwaan sah untuk dijadikan sebagai dasar memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Rafael Alun Trisambodo," kata jaksa.
Sehingga JPU memohon kepada Majelis Hakim untuk melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi pada Senin (18/9/2023) mendatang.
“Menetapkan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan," kata jaksa.
Setelah mendengar tanggapan jaksa, majelis hakim menetapkan sidang lanjutan Rafael Alun digelar pada Senin (18/9/2023) mendatang dengan agenda mendengarkan putusan sela.
“Jadi, selanjutnya giliran majelis hakim akan memberikan putusan. Majelis hakim butuh waktu ya untuk menyusun putusannya. Putusan akan dibacakan pada hari Senin tanggal 18," kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa.
Dalam eksepsinya, Rafael Alun menilai KPK tidak bisa memproses dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang dirinya sebagai aparatur sipil negara (ASN) Ditjen Pajak. Tim penasihat hukum Rafael Alun menyebut, kliennya seharusnya diperiksa oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
Menanggapi eksepsi tersebut, jaksa menilai Rafael Alun dan tim kuasa hukumnya telah salah dalam memaknai UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Ditekankan jaksa, pemeriksaan oleh pengawas internal dilakukan sepanjang penyalahgunaan wewenang tidak mengandung unsur pidana. Dengan demikian, KPK selaku aparat penegak hukum berwenang mengusut dan memproses hukum setiap ASN, seperti Rafael Alun yang terindikasi melakukan tindak pidana.
Sebelumnya, jaksa penuntut KPK mendakwa Rafael Alun menerima gratifikasi Rp 16,6 miliar dari total 27,8 miliar melalui PT Artha Mega Ekadhana (Arme) dari sejumlah perusahaan sejak 2002 sampai dengan Maret 2013.
BACA JUGA
Selain itu, Rafael Alun didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas gratifikasi yang diterimanya sebesar Rp 36,8 miliar pada periode 2002-2010 dan sebesar 11,5 miliar, S$ 2,09 juta, US$ 937.900 serta Rp 14 miliar pada periode 2011-2023. Dengan demikian, pencucian uang yang dilakukan Rafael Alun mencapai sekitar Rp 100 miliar.
Atas perbuatannya, Rafael Alun didakwa melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar