Kenapa Jokowi Tak Pernah Hadiri Langsung Sidang Majelis Umum PBB?
ANALISIS
Rabu, 20 Sep 2023 11:30 WIB
Presiden Jokowi hanya hadir secara virtual di Sidang Majelis Umum PBB. (ANTARA FOTO/KEMENLU)
Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Joko Widodo (Jokowi) lagi-lagi tak hadir secara langsung dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digelar pada 19-26 September di New York, Amerika Serikat.
Absennya Jokowi ini sudah berlangsung sejak sang Presiden memerintah Indonesia pada 2014 lalu. Jokowi tak pernah sekalipun menghadiri secara langsung rapat besar para pemimpin negara tersebut. Ia selalu mengirimkan perwakilan mulai dari wakil presiden hingga menteri luar negeri.
Pada 2020 dan 2021, Jokowi sebetulnya ikut untuk yang pertama kalinya dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut. Namun, saat itu dia tak hadir secara langsung melainkan virtual imbas pandemi Covid-19.
Apa alasan Jokowi tak pernah hadir di Sidang Majelis Umum PBB?
Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Airlangga (Unair), Radityo Dharmaputra, mengatakan Jokowi adalah pemimpin yang menganut kebijakan luar negeri berdasarkan kalkulasi keuntungan ekonomis.
Menurut Radityo, kunjungan ke PBB tak akan dirasa begitu menguntungkan karena tidak akan langsung menghasilkan investasi maupun benefit ekonomi bagi Indonesia.
"Sejak awal kepemimpinannya, Pak Jokowi memang ingin agar setiap kebijakan bermanfaat langsung bagi rakyat. Namun, ada hal-hal yang juga penting, seperti citra global Indonesia," kata Radityo kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/9).
Radityo menuturkan situasi global saat ini semakin runcing dengan berbagai perbedaan, perselisihan, serta tensi politik yang ada. Oleh sebab itu, menurutnya, diplomasi personal dan kedekatan antarpemimpin merupakan hal yang krusial untuk dilakukan.
"Kalau saja Jokowi memiliki kedekatan personal dan flair (bakat) diplomasi yang kuat, maka dia bisa lebih menggaungkan posisi serta kepentingan Indonesia dan negara-negara Selatan di forum-forum internasional," ucap Radityo.
"Untuk apa? Ya untuk nanti, kalau di masa datang ada problem yang membutuhkan posisi Indonesia yang kuat, dan ketika Indonesia membutuhkan dukungan negara lain, Indonesia bisa menggunakan itu."
Radityo tak menampik bahwa Jokowi telah mencoba mengimplementasikan hal itu lewat kunjungannya di Afrika pada Agustus lalu. Kendati begitu, upaya tersebut cukup terlambat karena baru dilakukan di akhir masa pemerintahannya.
Senada, pengamat hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Aleksius Jemadu, juga menilai Jokowi adalah tipe pemimpin yang pragmatis dan senang dengan hasil konkret serta terukur terutama di bidang ekonomi.
"Pak Jokowi bukan tipe pemimpin yang suka dengan retorika, apalagi sekadar bangun citra diplomasi Indonesia," ucap Aleksius kepada CNNIndonesia.com.
"Jadi dia tidak melihat ada urgensi untuk ke sana hanya untuk pidato," tambah dia.
Sementara itu, pengamat dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Waffaa Kharisma, menilai penyebab Jokowi tak pernah hadir di rapat PBB karena "mengacu pada tren umum global [yakni] menurunnya kepercayaan pada lembaga multilateral."
"[PBB] dianggap kurang cepat dan kurang praktis dalam memberikan manfaat kepada kepentingan nasional/kepentingan pemimpin untuk menunjukkan hasil (pertumbuhan, perbaikan, dan lain-lain) bagi masyarakatnya," ucap Waffaa kepada CNNIndonesia.com.
Lanjut baca di halaman berikutnya...
Jokowi Ingin Hubungan Bilateral Lebih Intim
Komentar
Posting Komentar