Transformasi Ekonomi Akan Mitigasi Dampak Transisi Energi di Daerah Penghasil Batu Bara | Garuda News 24

–Institute for Essential Services Reform (IESR), lembaga think tank di bidang energi dan lingkungan, merilis laporan mengenai potensi dampak transisi energi terhadap daerah penghasil batu bara di Indonesia. Laporan berjudul Just Transition in Indonesia’s Coal Producing Regions, Case Studies Paser and Muara Enim, itu menemukan bahwa diversifikasi dan transformasi ekonomi harus segera direncanakan mengantisipasi dampak sosial dan ekonomi dari penurunan industri batu bara.
Hal itu seiring dengan rencana pengakhiran operasi PLTU dan meningkatnya komitmen transisi energi dan mitigasi emisi dari negara-negara yang jadi tujuan ekspor batu bara selama ini.
Studi itu mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur; dan Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. IESR merekomendasikan untuk memanfaatkan dana bagi hasil (DBH) batu bara dan program corporate social responsibility (CSR) untuk merencanakan dan mendukung proses transformasi ekonomi. Serta perluasan akses dan partisipasi publik untuk transisi yang berkeadilan.
Baca Juga: Ikut Ciptakan SDM Siap Kerja, SIER Terima Puluhan Mahasiswa Magang Program MSIB
”Perencanaan transformasi ekonomi pasca tambang batu bara perlu mengedepankan kegiatan-kegiatan ekonomi yang lebih banyak memberikan multiplier effect (efek berganda) ke masyarakat lokal. Selain itu, perlu diperhatikan juga dampak potensi penurunan produksi batu bara pada sektor ekonomi informal yang selama ini tidak terekam dalam analisis ekonomi makro,” jelas Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa.
Sementara itu, Julius Christian, periset utama kajian yang juga Manajer Riset IESR menyebut industri pertambangan batu bara menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang tidak sedikit pada masyarakat di sekitarnya misalnya, degradasi kualitas udara dan air, perubahan sumber penghidupan masyarakat, ketimpangan ekonomi, serta meningkatnya konsumerisme dan pencari rente.
Menurut dia, karena perbedaan kepentingan, pengetahuan, dan akses informasi, masing-masing pihak di daerah menyikapi tren transisi energi dengan perspektif yang beragam. Perusahaan batu bara, lebih menyadari risiko transisi energi terhadap bisnis mereka dibandingkan pemerintah dan masyarakat awam.
Baca Juga: Pemerintah Tawarkan Sukuk Ritel SR019, Bibit.id: Pilihan Investasi Menguntungkan
Martha Jesica, Analis Sosial dan Ekonomi IESR mengatakan, baik perusahaan maupun pemerintah daerah mulai melakukan berbagai inisiatif transformasi ekonomi. Akan tetapi, masyarakat lokal justru lebih skeptikal terhadap potensi penurunan batu bara karena mereka melihat peningkatan produksi beberapa waktu belakangan.
Perubahan perspektif juga berlangsung di masyarakat dan perusahaan industri batu bara. Masyarakat mulai memiliki visi untuk diversifikasi ekonomi dan perusahaan batu bara mulai mengembangkan bisnis di bidang lain.
Pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan dapat mendorong kesadaran yang lebih luas dan menginisiasi perubahan struktural terhadap upaya transformasi ekonomi.
Baca Juga: QRIS Antarnegara Bakal Diperluas ke ASEAN Plus, Ada Jepang dan Hongkong
”Semua hal terkait dengan transisi di daerah penghasil batu bara ini perlu masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah pusat maupun provinsi masing-masing untuk memberikan dukungan dan arahan yang jelas bagi pemerintah daerah,” kata Ilham Surya, Analis Kebijakan Lingkungan IESR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar