Jadi Anggota MKMK, Jimly Asshiddiqie Cs Usut Pelanggaran Etik Anwar Usman dan para Hakim MK By BeritaSatu

 

Jadi Anggota MKMK, Jimly Asshiddiqie Cs Usut Pelanggaran Etik Anwar Usman dan para Hakim MK

By BeritaSatu.com
beritasatu.com
Jimly Asshiddiqie.
Jimly Asshiddiqie.

Jakarta, Beritasatu.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tiga orang menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) untuk menangani dan mengusut dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi terkait perkara uji materi ketentuan batas usia minimal capres dan cawapres sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ketiga orang tersebut adalah Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.

Ketiganya akan menjadi MKMK yang bersifat Ad Hoc. "Sembilan hakim tidak bisa memutus apalagi berkaitan dengan persoalan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka kami telah melakukan RPH (rapat permusyawaratan hakim) untuk menyegerakan membentuk majelis MKMK," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).

Ketiganya merupakan perwakilan dari tiga unsur, yaitu Jimly mewakili unsur tokoh masyarakat, Bintan mewakili akademisi, sedangkan Wahiduddin mewakili hakim konstitusi yang masih aktif. Enny mengatakan sembilan hakim MK memberikan kewenangan penuh kepada anggota MKMK untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik hakim secara profesional dan transparan.

"Jadi, kami sudah sepakat untuk menyerahkan sepenuhnya ini kepada MKMK. Biarlah MKMK yang bekerja sehingga kami hakim konstitusi akan konsentrasi ke perkara yang kami tangani sebagaimana kewenangan dari MK," tandas Enny.

Sebelumnya, MK telah menerima tujuh laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim MK terkait putusan MK tentang ketentuan batas usia capres dan cawapres di pilpres. Ketujuh laporan tersebut akan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) yang segera dibentuk oleh MK.

"Berkaitan dengan putusan MK khususnya tanggapan mengenai usia memang sudah banyak sekali laporan yang berkaitan dengan dugaan kode etik dan pedoman perilaku hakim. Ada yang sudah masuk ke MK dalam catatan kami ada tujuh laporan," tutur Enny Nurbaningsih.

Enny mengatakan, tujuh laporan tersebut diadukan oleh berbagai macam kalangan atau kelompok masyarakat termasuk tim advokasi yang selama ini konsen terhadap persoalan pemilu. Materi laporannya adalah dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam putusan perkara uji materi ketentuan batas usia capres dan cawapres yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

"Ada permintaan pengunduran diri kepada hakim MK yang berkaitan dengan pengujian UU itu, termasuk melaporkan sembilan hakimnya juga di situ. Juga ada kemudian permintaan segera dibentuknya MKMK, termasuk kemudian laporan terhadap hakim yang menyampaikan dissenting opinion," ungkap dia.

"Kemudian ada lagi yang khusus mengabulkan termasuk yang memberikan concurring opinion, dan kemudian ada yang berkaitan dengan laporan khusus kepada ketua MK untuk mengundurkan diri," tambah Enny.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan sejumlah perkara uji materi ketentuan batas usia minimal capres dan cawapres. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang pengujian materi terhadap ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur mengenai batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun..

Pokok permohonan yang diajukan para pemohon dalam perkara uji materi yang akan diputuskan MK bervariasi, mulai dari meminta MK menurunkan batas usia minimal capres dan cawapres menjadi 21 tahun, 25 tahun, 35 tahun; meminta MK membatas umur capres-cawapres antara 21-65 tahun, meminta MK membatas umur capres-cawapres antara 40-70 tahun dan ada juga yang meminta MK membatasi umur capres-cawapres maksimal 70 tahun.

MK umumnya menolak uji materi tersebut karena menilai penentuan batas usia capres dan cawapres merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, DPR dan pemerintah atau open legacy policy.

Kecuali dalam perkara 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A, MK menambahkan norma baru dalam Pasal 169 huruf q, yakni berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Dengan putusan MK tersebut, maka Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 36 tahun, bisa maju di Pilpres 2024 karena sedang menjabat sebagai wali kota Solo.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya