MK Tolak Uji Materi UU Cipta Kerja, Empat Hakim Berbeda Pendapat
Mahkamah Konstitusi atau MK menggelar sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman itu dimulai pukul 14.25 WIB, mundur dari rencana semula yaitu pukul 13.00 WIB.
Putusan yang dibacakan majelis hakim berkaitan dengan lima gugatan yaitu untuk perkara nomor 40, 41, 46, 50, dan 54 PUU-XXI tahun 2023. Putusan pertama yang dibacakan yaitu perkara nomor 40/PP-XXI/2023 menjadi pedoman untuk penetapan putusan selanjutnya.
Perkara nomor 40/PUU-XXI/2023 dan 41/PUU-XXI/2023 diajukan pada 6 April 2023 dua pekan setelah Perppu disahkan menjadi Undang-undang. DPR RI resmi mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja pada 21 Maret 2023. Sedangkan perkara 46 diajukan pada 18 April 2023. Selanjutnya perkara 50 dan 54 diajukan pada 1 dan 5 Mei 2023.
Untuk perkara pertama yang dibacakan yaitu 40/PUU-XXI/2023 diketuai oleh hakim konstitusi Anwar Usman. Berdasarkan penilaian atas fakta yang diungkap di persidangan, Ketua MK Anwar Usman yang membacakan putusan mengatakan pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Anwar membacakan putusan yang diambil dari putusan 9 hakim konstitusi pada Senin (2/10).
Dalam sidang tersebut Anwar mengatakan terdapat pendapat berbeda dari empat hakim yaitu Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih dan Suhartoyo. Namun pendapat dari keempat hakim yang berbeda tidak dibacakan dalam sidang. Sidang ditutup pada pukul 16.04 WIB untuk skors selama 30 menit untuk dilanjutkan dengan perkara kedua hingga kelima.
Dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim MK Manahan MP Sitompul disebutkan bahwa sebelum menyampaikan putusan Mahkamah telah melakukan sejumlah rangkaian proses termasuk dengan mendengarkan keterangan dari pemerintah dan legislatif. Sebelum sampai pada kesimpulan Manahan membacakan pandangan MK terhadap prasyarat penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang seperti yang dilayangkan Presiden kepada DPR.
Ia menjelaskan dari keterangan sejumlah saksi MK menilai terdapat dualisme tafsir mengenai unsur kemendesakan di balik lahirnya Perppu Cipta Kerja. Meski begitu mahkamah memahami bahwa setiap tindakan dan kebijakan yang diambil pemerintahan harus memiliki landasan pada konstitusi.
Sementara itu Manahan menyebut konstitusi memungkinkan presiden untuk menerbitkan perppu. “Meski demikian adanya prasyarat mutlak dalam penentuan perppu adalah adanya kegentingan yang memaksa,” ujar Manahan.
Adapun batasan dalam penentuan kegentingan MK mengatakan sudah ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009. Dalam ketentuan itu disebutakan bahwa unsur kegentingan harus meliputi tiga hal. Pertama adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan persoalan hukum secara cepat, kedua undang-undang yang dibutuhkan belum ada dan ketiga kekosongan hukum tak bisa diatasi dengan menunggu prosedur pembuatan UU seperti biasa.
“Menurut Mahkamah dalam sebuah negara hukum segala bentuk tindakan pemerintahan harus berada dalam koridor hukum dan konstitusi dan menempatkan konstitusi sebagai hukum tertinggi,” ujar Manahan.
Prosedur Pengesahan Perppu
Lebih lanjut hakim MK lainnya Daniel Yusmic Pancastaki Foekh mengatakan pembentukan Perppu sederajat dalam pembentukan Undang-undang. Pasal 71 Undang Undang nomor 12 tahun 2011 menyebutkan bahwa penetapan perppu menjadi Undang-Undang hanya terdiri dari tahap penyusunan, pembahasan, persetujuan dan pengundangan dan berbeda dengan pengesahan Undang-undang biasa. Hal lain yang berbeda yaitu unsur kemendesakan yang ada di dalamnya.
Daniel mengatakan pasal 22 UUD 1945 menitikberatkan persetujuan DPR sedangkan pasal 52 ayat 1 UU nomor 12 tahun 2011 mengenai proses pembentukan menjadi Undang-undang menggunakan frasa masa sidang berikut sebagai tenggang waktu. Yang dimaksud masa sidang berikut adalah masa sidang berikut setelah UU ditetapkan. Hal itu menurut dia harus dimaknai sebagai batas waktu maksimal bagi presiden untuk mengajukan Undang-undang. Sedangkan tafsir masa sidang dalam persetujuan mengacu pada Putusan Mahkamah Nomor 43.PUU-XVIII/2020 yang diucapkan pada sidang terbuka pada 28 Oktober 2021
"Maka jangka waktu pengajuan jangka waktu adalah pada masa sidang setelah perpu ditetapkan sampai masa persetujuan dalam masa sidang yang berjalan. Karena dalam putusan aquo tidak dibedakan jangka waktu antara masa waktu pengajuan dan pengesahan Perppu." ujar Daniel.
Kronologi Pengesahan Perppu
Meksi begitu ia menyebut dalam hal pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang perlu diperhatikan beberapa hal. Ia menyebut mahkamah mengkaji kronologi mulai dari pembentukan perppu hingga menjadi undang-undang.
Menurut dia, Perppu 2 tahun 2022 disahkan pada 30 Desember 2022. Pada 9 Januari 2023 presiden menyerahkan surat kepada DPR bertepatan dengan berakhirnya masa sidang II DPR. Pada 14 Februari 2023 bertepatan dengan masa sidang 3 sampai 13 Maret 2023 DPR membahas perppu yang diajukan pemerintah. Untuk menindaklanjuti surat badan legislasi mulai melakukan rapat kerja dengan pemerintah dan DPD untuk pengambilan keputusan.
Pada 15 Februari diambil keputusan tingkat 1 untuk membawa perppu ke paripurna. Pada putusan tingkat 1 itu 7 fraksi menerima dan 2 fraksi menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja yaitu Demokrat dan PKS.
Selanjutnya pada 21 Maret pada masa sidang IV DPR diadakan paripurna dan isinya adalah mengesahkan Perppu menjadi Undang-Undang. Selanjutnya Undang-undang tentang Perppu diundangkan menjadi Undang-undang Nomor 6 tahun 2023.
Penuhi Unsur Kegentingan
Menurut Daniel kronologi pengesahan Perppu menjadi Undang-undang ini kemudian menjadi dalil penggugat bahwa pembahasan telah diputuskan melebihi waktu yang ditetapkan yaitu pada masa sidang berikutnya. Namun ia menyebut Mahkamah melihat situasi dalam penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang berbeda lantaran mengandung muatan yang sangat banyak. Selain itu Mahkamah menilai tidak ada upaya DPR maupun pemerintah untuk membuang-buang waktu untuk mengesahkan Perppu menjadi Undang-undang.
“Dalam batas penalaran yang wajar mahkamah dapat menerima rangkaian tahapan proses pembahasan sampai dengan persetujuan yang telah dilakukan DPR sebagaimana fakta hukum secara kronologi dan proses pembentukan UU 6/2023,” ujar Daniel.
Dalam putusannya mahkamah menilai gugatan penggugat yang menyebut proses pengesahan RUU sudah menyalahi ketentuan tidak tepat. Di sisi lain, dalam putusan yang dibacakan hakim M Guntur Hamzah, Mahkamah menilai penetapan perppu harus didasarkan pada kepentingan nasional dan berdampak luas pada masyarakat.
Mahkamah menilai bahwa penetapan Perppu oleh presiden merupakan hak konstitusional yang diberikan kepada presiden untuk menghadapi situasi yang terjadi. Kedudukan perpu sederajat dengan Undang-Undang. Karena itu Guntur menyebut mahkamah menilai dalil yang diajukan gugatan pemohon bahwa pengajuan perppu bertentangan dengan keputusan MK yang mensyaratkan pembahasan UU Cipta Kerja di DPR tidak berdasar.
Di sisi lain Guntur mengatakan penggunaan partisipasi masyarakat yang bermakna dalam pengesahan Perppu berbeda dengan pembahasan suatu Undang-undang. Mahkamah menilai pelibatan masyarakat dapat dilakukan kewajiban bagi DPR untuk menyampaikan kepada publik capaian pembahasan perppu.
Komentar
Posting Komentar