Sosok Shelma, Remaja 14 Tahun yang Tinggal di Kampung Mati, tak Punya Tetangga, ke Sekolah 1 Jam - Tribunnews - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sosok Shelma, Remaja 14 Tahun yang Tinggal di Kampung Mati, tak Punya Tetangga, ke Sekolah 1 Jam - Tribunnews

Share This

 

Sosok Shelma, Remaja 14 Tahun yang Tinggal di Kampung Mati, tak Punya Tetangga, ke Sekolah 1 Jam

By Liska Rahayu
medan.tribunnews.com

TRIBUN-MEDAN.com - Baru-baru ini, kisah seorang gadis bernama Shelma yang punya rumah tanpa tetangga dan penuh rumput tengah menjadi sorotan.

Shelma berani tinggal di kampung mati dengan perjalanan satu jam ke sekolah.

Diketahui, Shelma tak sendiri, ia tinggal dengan keluarganya namun tak memiliki tetangga.

Gadis remaja ini kerap kali bersama dengan adiknya dan membantu orang tua mengurus sang adik.

Inilah kisah gadis pemberani yang tinggal di kampung mati menjadi inspirasi.

Kisah seorang gadis pemberani mencuri perhatian publik lantaran tinggal di kampung mati.

Daerah yang dijuluki sebagai kampung mati tersebut berada di Dusun Cigerut Kulon, Desa Cipakem, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Dikutip dari TribunStyle.com, sebutan kampung mati ini muncul akibat terjadi bencana alam.

Kejadian bencana alam yakni longsor terjadi pada tahun 2018.

Meski tidak ada korban jiwa, namun beberapa tiang listrik roboh.

Kampung mati ini juga secara geografis cukup jauh dari pusat pemerintahan desa setempat.

Lantaran hal itulah, hanya kampung mati di lereng gunung ini dihuni 1 keluarga dan hanya tersisa ternak dan kebun.

Dikutip dari YouTube Kang Hakim, awalnya terdapat sebanyak 80 rumah di kampung tersebut, kini 79 rumah kosong lantaran ditinggalkan pemiliknya ke perkampungan baru.

Dilansir melalui kanal YouTube Jejak Bang Ibra, inilah kisah gadis pemberani bernama Shelma yang tinggal di kampung mati.

Dalam video tersebut terlihat kondisi rumah-rumah sudah tidak terawat.

Shelma, sosok gadis berusia 14 tahun yang tinggal di kampung mati. 

Di sekelilingnya ditumbuhi oleh rumput-rumput liar yang semakin menutupi bangunan rumah.

Sehingga alasan warga pindah karena khawatir longsor dan tanahnya sering bergerak.

Kini, hanya ada satu keluarga yang dikepalai Kang Maman yang menghuni kampung tersebut dengan anak gadis bernama Shelma.

Saat ini Shelma duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Ia juga harus menempuh waktu selama satu jama berjalan kaki menuju sekolah.

Meski masih berusia 14 tahun, Shelma tumbuh menjadi sosok gadis yang tangguh.

Diketahui jika Shelma dan adiknya berusia 6 tahun tinggal sendiri di saat ibunya sedang mengambil rumput untuk makanan sapi.

Kehidupan di kampung tesebut cukup memprihatinkan bagi Shelma.

Pasalnya dia harus berjalan kaki melewati perbukitan untuk melakukan kegiatan.

Untuk ke warung saja ia harus menempuh perjalanan sejauh 3 KM.

Selain itu, kabel-kabel listrik juga jaringannya sudah terputus sehingga tenaganya tidak kuat untuk mengecas.

Pilihannya ialah memakai tenaga surya, namun membutuhkan waktu lama.

Selain itu, ada alternatif lain yakni turun ke warung untuk mengecas di bawah.

Siswi SD Tinggal di Hutan

Sosok pemberani lainnya yang dulu pernah viral adalah bocah SD berikut ini.

Siswi SD ini menghuni rumah orang tuanya di saaat semua warga kampung sudah tak ada.

Kondisi kampung mati itu juga telah lama ditinggal warga dan hanya tersisa hutan angker.

Tetapi bagi Septi hal itu tidak masalah selama dirinya masih bisa menjalani hari-hari dengan baik.

Sosok siswi SD yang nekat hidup sebatang kara di hutan angker itu adalah Septi.

Seperti dikutip TribunJatim.com dari TribunnewsBogor.com, kisah Septi menjadi sorotan karena berani.

Satu keluarga nekat tetap tinggal di Kampung Mati yang berada di tengah hutan.

Kampung yang dulunya dihuni banyak warga itu kini hanya menyisakan satu keluarga saja.

Ya, Sumiran bersama istri Sugiati dan putrinya bernama Septi nampaknya memilih tetap bertahan meski hanya mereka bertiga saja.

Lokasi kampung mati ini berada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Septi, bocah kelas 3 SD yang senang tinggal di kampung mati di tengah hutan. Ia rela berjalan jauh agar sampai ke sekolah. (Tangkapan layar YouTube Jejak Bang Ibra)

Diwilayah tersebut ada sebuah kampung yang diberinama Kampung Suci yang lokasinya ditengah-tengah hutan.

Kampung Suci kini seperti kampung mati lantaran ditinggalkan penghuninya sejak beberapa tahun lalu.

Septi, siswi SD yang jalan kaki 3 km untuk sekolah ternyata tinggal menyendiri di tengah hutan.

Septi dan orangtuanya, Sumiran dan Sumiati tinggal di kampung mati yang ditinggal pergi oleh warganya.

Para tetangga Septi memutuskan untuk pergi dari kampung tersebut karena akses yang jauh dari mana-mana.

Warga sekitar rumahnya memilih menjual lahan mereka lalu pergi ke kampung lain.

Kini, hanya tersisa Septi dan orangtuanya saja yang tinggal di kampung tersebut.

Bukan cuma terpencil, rumah Septi juga angker karena lokasinya berada di tengah-tengah hutan belantara.

Septi dan ibunya, Sumiati mengaku sering melihat penampakan yang ada di sekitar rumahnya itu.

Ayah Septi, Sumiran mengaku sudah tinggal di rumah tersebut selama 24 tahun.

"Tinggal di sini sudah 24 tahun, dari masih banyak warganya sampai sekarang tinggal rumah kami saja," kata Sumiran dilansir dari Youtube Jejak Bang Ibra, Senin (29/5/2023).

Menurut Sumiran, dulunya di kampung mati tersebut terdapat 7 rumah.

"Tadinya ada 7 rumah, pada pindah sekarang tinggal satu (rumah), saya," ungkap dia.

Ia mengatakan, sudah sekitar empat tahun ini para tetangganya meninggalkan kampung mati tersebut.

Dari enam KK yang meninggalkan kampung mati itu, masih ada satu rumah yang masih kokoh berdiri.

Namun pemilik rumah tersebut sudah pergi meninggalkan kampung itu dan pindak ke kampung sebelah.

Meski tinggal di tengah hutan sendirian, Sumiran mengaku tak takut.

"Enggak ada yang saya takuti, dari dulu di sini enggak ada apa-apa," tuturnya.

Hal itu justru berbeda dengan cerita Septi dan ibunya.

Sang ibu pernah punya pengalaman mengerikan saat suaminya sedang pergi ke kampung sebelah.

"Tiba-tiba pas mati lampu ada yang gebrak meja, lalu pindah ke kamar," kata Sumiati.

Cerita serupa juga pernah dialami oleh Septi di rumah angker tersebut.

"Aku lihat ada badannya tinggi, warna putih, sering lihat juga yang lewat di dekat pohon bambu," tutur Septi.

Meski kondisi rumahnya sangat sederhana terbuat dari kayu dan lantainya masih tanah, Septi dan orangtuanya betah tinggal di sana.

Sumiati pun mengaku harus berjalan jauh untuk membeli kebutuhan sayur di pasar.

"Ke pasar dua minggu sekali, jalan kaki jauh. Sekitar 1 km lebih," katanya.

Meski jarak rumahnya ke sekolah jauh, namun Septi tetap semangat mengejar cita-cita.

Septi yang hobi menggambar itu memiliki cita-cita menjadi seorang guru melukis.

Demi menempuh pendidikan dan tetap mendapatkan ilmu, Septi menempuh jarak yang jauh.

Septi, siswi SD di Yogyakarta ini harus menempuh perjalanan jauh untuk bisa bersekolah.

Setiap harinya, ia melewati jalan setapak bebatuan dan tanah merah.

Jalan yang dilalui Septi dirimbuni pepohonan dan sisi kanannya terdapat tebing tinggi.

Ia juga harus melewati sungai dan jembatan bambu sudah sudah mulai rusak.

Belum lagi Septi harus melewati pepohonan bambu yang terlihat angker ketika hari mulai gelap.

Perjalanan lebih dari satu kilometer harus dilalui Septi setiap harinya untuk bisa bersekolah.

Meski harus berjalan kaki dengan kondisi jalanan yang mengerikan, Septi tetap semangat pergi ke sekolah.

Jarak yang ditempuh Septi dari rumah ke sekolah lalu kembali lagi ke rumah sekitar 3 kilometer.

Itu artinya, siswa kelas 3 SD itu harus jalan kaki sepanjang 3 km setiap hari demi bisa bersekolah.

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages