Menimbang Untung Rugi Contract Farming, Janji Anies Jika Jadi Presiden

Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan memilih menjalankan program pertanian (contract farming) kontrak alih-alih lumbung pangan (food estate).
Anies menjelaskan lewat program contract farming, sentra-sentra pertanian akan dijadikan mitra.
"Jadi sentra-sentra pertanian yang sekarang ada itu dijadikan sebagai mitra, bisa BUMD, bisa BUMN, bisa swasta, tapi pemerintah menyiapkan regulasinya. Sehingga memungkinkan produk pertanian mereka itu langsung bisa diambil oleh masyarakat yang membutuhkan lewat badan-badan usaha itu," kata Anies saat berkampanye di kebun petani hortikultura Pangalengan, Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anies berpendapat cara itu lebih adil. Sebab, menurutnya, uang dari program food estate tak mengalir ke masyarakat tetapi ke korporasi. Padahal, seharusnya dana itu katanya bisa diterima langsung oleh rakyat.
Lantas apa itu contract farming?
Badan Pangan Dunia (FAO) mendeskripsikan contract farming sebagai kesepakatan antara petani selaku produsen dengan pembeli terkait syarat dan ketentuan produksi serta pemasaran produk pertanian.
Kondisi ini biasanya menentukan harga yang harus dibayar kepada petani, kuantitas dan kualitas produk yang diminta pembeli, serta tanggal penyerahan kepada pembeli.
FAO menyebut contract farming telah ada selama beberapa dekade. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, penggunaannya semakin populer, khususnya di negara-negara berkembang.
Sementara itu, Ekonom Indef Rusli Abdullah mengatakan keunggulan contract farming adalah terjadinya kepastian harga di masa mendatang karena petani dan pembeli menyepakatinya sejak awal kontrak.
Misalnya petani dan pembeli menyepakati harga cabai Rp10 ribu per kilogram (kg). Ketika misal harga cabai turun ke Rp7.000, maka petani untung karena harga sudah disepakati sejak awal Rp10 ribu.
Adapun pembeli dalam contract farming, lanjut Rusli, bisa perorangan, PT, CV, BUMD, dan sebagainya.
Di sisi lain, Rusli menilai contract farming sebenarnya bisa dipadukan dengan food estate.
"Food estate dengan membuka (lahan) baru bisa langsung membuat contract farming dengan pembeli. Di situ dengan asumsi yang mengalah itu para pengusaha yang tergabung dalam satu lahan yang luas dan mereka memproduksi bersama-sama kemudian dijual kepada pembeli dengan cara contract farming," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Menurut Rusli contract farming bisa diaplikasikan di food estate yang sudah ada. Misalnya satu kawasan luas yang menghasilkan satu komoditas.
"Itu kan disebut food estate. Jadi kawasan yang luas tapi belum terintegrasi dan mungkin belum banyak yang contract farming," katanya.
"Kalau itu dilakukan contract farming akan bagus karena ada perpaduan dengan food estate yang sudah jadi," imbuhnya.
Sementara itu, Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian mengatakan contract farming memiliki plus minus. Plusnya adalah adanya kejelasan dari sisi market dan harga.
Dengan adanya kejelasan market, harga yang diterima petani akan relatif lebih stabil dibandingkan petani menjual ke tengkulak yang harganya sangat berfluktuasi.
Selain itu, contract farming juga dapat menekan laju inflasi mengingat komponen bahan makanan itu menyumbang kurang lebih 20 persen terhadap inflasi.
"Karena adanya semacam kontrak kerjasama ini akan mempermudah untuk pendistribusian," katanya.
Namun minus contract farming adalah seringkali perusahaan atau lembaga yang melakukan kontrak hanya menerima kualitas produk yang grade super atau grade yang baik. Sementara produk off grade atau yang hasil panennya tidak sesuai kriteria tidak diterima.
Padahal, kata Eliza, hasil panen tidak merata, ada produk yang baik dan ada yang buruk. Sehingga jika produk yang diterima dalam contract farming hanya yang baik, petani akan bingung menjual produk yang tak memenuhi standard.
"Dijual ke pasar tradisional pun konsumennya ingin produk yang baik, bukan off grade," katanya.
Solusinya, kata Eliza, adalah dengan kelompok tani dan badan usaha milik desa (bumdes) mengolah produk off grade menjadi produk turunan sehingga bernilai tambah.
"Atau perusahaan yang menjalin kontrak itu menerima hasil panen petani produk off grade digunakan perusahaan untuk produk lainnya," katanya.
Senada, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan keunggulan contract farming adalah menjamin kepastian pasok dan harga jual.
Contract farming, katanya, sebenarnya sudah banyak dilakukan. Di peternakan unggas, banyak peternak yang berkontrak dengan perusahaan integrator untuk memastikan pasokan dengan harga yang disepakati.
Di sub sektor hortikultura, lanjutnya, banyak juga petani yang berkontrak dengan supermarket atau pasar modern untuk memasok sayuran dengan volume, spesifikasi kualitas, dan harga yang disepakati kedua belah pihak.
"Waktu Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta, beliau juga melakukan contract farming dengan daerah-daerah pemasok. Misalnya, untuk kepastian pasokan beras ke Jakarta berkontrak dengan Sulawesi Selatan. Untuk memastikan pasokan daging sapi, berkontrak dengan NTT dan seterusnya," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar