Menko PMK: BNPB segera bentuk satgas darurat rabies di NTT
Selasa, 21 November 2023 14:34 WIB
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menekankan bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) agar segera membentuk satuan tugas (satgas) darurat rabies di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Berdasarkan hasil rapat tingkat menteri, BNPB segera membentuk satuan tugas terpadu penanganan darurat rabies di NTT atas permohonan Gubernur NTT," kata Muhadjir dalam konferensi pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan, hingga 15 November 2023, Dinas Kesehatan Provinsi NTT telah melaporkan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa terjadi 1.823 kasus gigitan hewan penular rabies di Kabupaten Timor Timur Selatan dan Timor Timur Utara yang menyebabkan 11 korban jiwa.
Baca juga: Kasus gigitan anjing rabies terus meningkat di Kabupaten TTS NTT
Hasil rapat tingkat menteri tersebut juga menekankan bahwa BNPB agar segera menetapkan status penanggulangan bencana dalam bagian tertentu sebagai dasar penanganan kejadian luar biasa dan darurat rabies di Provinsi NTT.
Kemudian, Muhadjir juga menekankan bahwa BNPB agar menggunakan dana siap pakai untuk mendukung operasional satgas penanganan rabies, termasuk penambahan vaksin dan peralatan yang dibutuhkan untuk vaksin rabies.
"Kita fokuskan nanti penanganan kegawatdaruratan diambil alih oleh BNPB termasuk koordinasinya dengan pusat, nanti melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, dan juga dana operasional yang dibutuhkan," ujar dia.
Baca juga: Korban meninggal akibat gigitan anjing rabies di Pulau Timor bertambah
Ia menyebutkan, ada usulan dari pemerintah daerah dan pemerintah provinsi setempat agar dana operasional dialokasikan ke pemerintah daerah, tetapi pemerintah pusat menilai pemerintah daerah belum siap untuk itu.
"Kita minta pemerintah daerah agar melakukan pendataan binatang yang berpotensi membawa penyakit rabies, terutama anjing. Jadi, saya sudah minta agar ada pendataan anjing di NTT," katanya.
Dengan demikian, kata dia, penanganan rabies yang sudah ditetapkan menjadi endemi di wilayah yang angka kasusnya tinggi seperti NTT ini dapat teratasi dengan baik.
Sebelumnya, ilmuwan yang juga Rektor Universitas Cendana Kupang, NTT, Prof Maxs UE Sanam mengatakan, penanganan hewan pembawa rabies, utamanya di NTT, tidak bisa dilakukan tanpa peran masyarakat.
Baca juga: Kemenkes tetapkan dua kabupaten di NTT berstatus KLB rabies
"Untuk menangani rabies di NTT perlu kesadaran dari masyarakat sendiri untuk mengontrol dan mengawasi hewan peliharaan dengan diikat dan divaksin," kata Maxs Sanam.
"Berdasarkan hasil rapat tingkat menteri, BNPB segera membentuk satuan tugas terpadu penanganan darurat rabies di NTT atas permohonan Gubernur NTT," kata Muhadjir dalam konferensi pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan, hingga 15 November 2023, Dinas Kesehatan Provinsi NTT telah melaporkan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa terjadi 1.823 kasus gigitan hewan penular rabies di Kabupaten Timor Timur Selatan dan Timor Timur Utara yang menyebabkan 11 korban jiwa.
Baca juga: Kasus gigitan anjing rabies terus meningkat di Kabupaten TTS NTT
Hasil rapat tingkat menteri tersebut juga menekankan bahwa BNPB agar segera menetapkan status penanggulangan bencana dalam bagian tertentu sebagai dasar penanganan kejadian luar biasa dan darurat rabies di Provinsi NTT.
Kemudian, Muhadjir juga menekankan bahwa BNPB agar menggunakan dana siap pakai untuk mendukung operasional satgas penanganan rabies, termasuk penambahan vaksin dan peralatan yang dibutuhkan untuk vaksin rabies.
"Kita fokuskan nanti penanganan kegawatdaruratan diambil alih oleh BNPB termasuk koordinasinya dengan pusat, nanti melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, dan juga dana operasional yang dibutuhkan," ujar dia.
Baca juga: Korban meninggal akibat gigitan anjing rabies di Pulau Timor bertambah
Ia menyebutkan, ada usulan dari pemerintah daerah dan pemerintah provinsi setempat agar dana operasional dialokasikan ke pemerintah daerah, tetapi pemerintah pusat menilai pemerintah daerah belum siap untuk itu.
"Kita minta pemerintah daerah agar melakukan pendataan binatang yang berpotensi membawa penyakit rabies, terutama anjing. Jadi, saya sudah minta agar ada pendataan anjing di NTT," katanya.
Dengan demikian, kata dia, penanganan rabies yang sudah ditetapkan menjadi endemi di wilayah yang angka kasusnya tinggi seperti NTT ini dapat teratasi dengan baik.
Sebelumnya, ilmuwan yang juga Rektor Universitas Cendana Kupang, NTT, Prof Maxs UE Sanam mengatakan, penanganan hewan pembawa rabies, utamanya di NTT, tidak bisa dilakukan tanpa peran masyarakat.
Baca juga: Kemenkes tetapkan dua kabupaten di NTT berstatus KLB rabies
"Untuk menangani rabies di NTT perlu kesadaran dari masyarakat sendiri untuk mengontrol dan mengawasi hewan peliharaan dengan diikat dan divaksin," kata Maxs Sanam.
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2023
- Tag:
Komentar
Posting Komentar