Muhammadiyah dan PWNU DIY Ajak Dialog Jemaah Aolia, Cegah Persekusi - CNN Indonesia

 

Muhammadiyah dan PWNU DIY Ajak Dialog Jemaah Aolia, Cegah Persekusi

Minggu, 07 Apr 2024 14:05 WIB

Ilustrasi. Jemaah Aolia DIY lebaran 2024 lebih dulu dibandingkan umat Islam di RI. (CNN Indonesia/Tunggul)

Jakarta, CNN Indonesia 

--

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir berharap semua pihak mengedepankan prinsip toleransi dan dialog menyikapi Jemaah Masjid Aolia, Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu yang berlebaran pada Jumat (5/4) kemarin.

Jemaah Masjid Aolia telah melaksanakan salat Idulfitri 1 Syawal lima hari lebih awal dari lebaran pemerintah maupun Muhammadiyah yang diprediksi jatuh pada 10 April 2024.

"Di Gunungkidul dan di tempat lain juga ada yang berbeda, ya kita toleran saja terhadap perbedaan itu dan kalau terlalu jauh dari dasar-dasar ketentuan nanti perlu diajak dialog," kata Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, DIY, Sabtu (6/4).

Haedar berpendapat, tradisi dialog untuk penyelesaian masalah, termasuk menyangkut keagamaan, masih lemah di Indonesia yang masyarakatnya cenderung komunal. Pola komunikasi macam ini semestinya bukan cuma dilakukan oleh kalangan elite atau pejabat semata.

Organisasi masyarakat alias ormas kini diharapkan kontribusinya sebagai penengah sekaligus penjaga tradisi dialog ini.

"Hidupkan sekarang tradisi dialog. Kalau ada masalah misalnya entah Itu menyangkut urusan keagamaan, sosial, coba kedepankan dialog," tegas Haedar.

"Dulu tokoh-tokoh setempat berfungsi sebagai key person yang bisa menjadi mediator, fasilitator, pendamai, penyatu. Sekarang kami berharap ormas-ormas kemasyarakatan mari kita introspeksi diri jangan sampai kita tercerabut dari akar warga, akar masyarakat, akar umat," ungkapnya.

PWNU DIY buka suara

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta Ahmad Zuhdi Muhdlor menuturkan pihaknya mengutus perwakilan dari Aswaja Center dan Lembaga Penyuluhan Bantuan dan Hukum (LPBH) NU untuk menyampaikan surat tersebut kepada Mbah Benu di Gunungkidul.

Surat itu sendiri berisi ajakan dialog kepada Mbah Benu terkait aktivitasnya beserta para pengikut Jamaah Masjid Aolia.

"Kita mempelajari beberapa statemen Mbah Benu dan berbagai informasi melalui media, lalu kita analisis, kita simpulkan ada yang perlu kita ingatkan agar beliau dan umat Islam pada umumnya tidak terjebak pada pemahaman dan aqidah yang salah," kata Ahmad saat dihubungi, Minggu (7/4).

PWNU melihat ada beberapa poin dikategorikan 'rawan'. Pertama, kata Ahmad, pernyataan Mbah Benu soal 'telepon langsung Allah'. Sekalipun sudah diklarifikasi itu hanya istilah, namun pemakaiannya bisa mengandung makna mempersonifikasikan Tuhan yang mampu menjurus ke musyrik.

Dalam sejarah pemikiran Islam, dahulu pernah ada kaum Mujassimah yang meyakini meyakini bahwa Allah memiliki jasad atau jism. PWNU tak ingin ketidakhati-hatian dalam bertutur agar menjurus kepada mazhab yang telah dinyatakan sesat.

"Pemilihan istilah yang tidak tepat bisa menjebak (menjerumuskan) banyak pihak," ucapnya.

Di lain sisi, PWNI juga mempermasalahkan metode penentuan ramadan dan syawal oleh yang menurut Mbah Benu berdasarkan perjalanan spiritual serta kontak batin dengan Allah SWT.

Bagi PWNU, penentuan ramadan dan syawal yang sah hanya dengan dua pedoman, yakni rukyatul hilal versi negara MABIMS dan istikmal.

"Kalau NU itu pedomannya, sedangkan hitung-hitungan lain seperti hisab, hitungan astronomi yang lain, itu hanya sebagai alat konfirmasi karena memang dalilnya begitu. Nabi menegaskan untuk mulai puasa atau idulfitri harus dengan rukyat, sehingga data-data ilmiah itu sebagai alat konfirmasi," jelasnya.

"Kalau selisihnya cuma sehari maksimal dua hari mungkin masih masuk akal, ditolerir karena mungkin perbedaan, nah ini kan lima hari. Wong bulannya aja masih kelihatan jelas di langit kok sudah mulai (lebaran), lha ini masih bulan Sya'ban. Itu dari mana, Islam kan tidak mengenal hitungan-hitungan ajaran yang berdasarkan mimpi atau wisik kan nggak," sambungnya.

Cegah persekusi

Membuka dialog macam ini, kata Ahmad, merupakan cara-cara pendekatan ala NU, termasuk dalam menjaga kondusivitas ke depan.

Kata Ahmad, PWNU DIY mengerahkan LPBH mengantisipasi apabila fenomena umat muslim Jamaah Masjid Aolia ini bersinggungan dengan ranah hukum, atau bahkan sesuatu yang sama sekali tidak diharapkan macam persekusi.

"Tadi malam PWNU kan rapat gabungan plus PCNU Gunungkidul, rapat gabungan juga PCNU Gunungkidul kita panggil tadi malam di kantor PWNU termasuk antisipasi-antisipasi hal seperti itu (persekusi)," tuturnya.

Fenomena umat muslim Jamaah Masjid Aolia ini, klaim Ahmad, juga sudah menjadi atensi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). PWNU bergerak atas instruksi atasan mereka.

"Pokoknya, satu, untuk masalah aqidah itu kan memang dari sononya dari PBNU itu kan kita berpedoman juga kepada yang digariskan Hasyim Ashari, pokoknya kalau soal aqidah, penyimpangan ya gampangnya jangan kompromi, salah ya harus diingatkan," pungkasnya.

Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu menuturkan, seluruh Jamaah Masjid Aolia yang dipimpinnya tanpa terkecuali telah melaksanakan solat idulfitri hari ini. Meski tak hafal jumlahnya, ia mengklaim pengikutnya tersebar hingga Kalimantan, Sulawesi, Papua bahkan luar negeri.

Mbah Benu yang kini telah menginjak usia 82 tahun itu menjelaskan, penentuan 1 syawal versi mereka didasarkan pada laku spiritual dan keyakinannya, di mana akhir ramadan tahun ini jatuh pada Kamis (4/4).

"Allah Ta'alla ngendika (berkata) 1 syawalnya tanggal 5 (April), Jumat," katanya.

Mbah Benu menyebut dirinya adalah penganut Tarekat Syattariyah. Klaim dia, ada pula penganut Tarekat Syattariyah dari berbagai daerah yang melaksanakan salat idulfitri Jumat kemarin seperti halnya Jamaah Masjid Aolia.

Kepala Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Kantor Wilayah Kemenag DIY Jauhar Mustofa menyebut Jamaah Masjid Aolia memiliki amaliyah atau tata cara beribadah mirip NU. Perbedaannya cuma pada cara penanggalan bulan ramadan dan syawal.

"Cuma dalam hal ini (puasa dan lebaran) mereka berbeda," kata Jauhar saat dihubungi, Jumat (5/4) kemarin.

Kanwil Kemenag DIY, menurutnya, akan memulai kembali pendekatan dengan pemimpin Jamaah Masjid Aolia demi menjaga silaturahmi dan kondusivitas.

(kum/DAL)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya