8 Fakta Nadiem Makarim Dicecar DPR Selama 3 Jam Soal UKT - BeritaSatu

 

8 Fakta Nadiem Makarim Dicecar DPR Selama 3 Jam Soal UKT

Jakarta, Beritasatu.com - Komisi X DPR telah menuntaskan rapat kerja (raker) dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim terkait mahalnya kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) pada Selasa (21/5/2024), terdapat 8 fakta yang telah kami rangkum dibawah ini. Raker yang berlangsung sekitar tiga jam, dari pukul 10.00 hingga sekitar pukul 13.00 WIB itu, menghasilkan beberapa poin.

ADVERTISEMENT

Beberapa di antaranya Komisi X DPR meminta Nadiem merevisi pasal-pasal dalam Permendikbud 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). Beberapa pasal dalam permendikbud tersebut memberikan ruang bagi PTN untuk menaikkan UKT serta iuran pengembangan institusi (IPI) secara drastis.

Selain itu, dalam rapat terungkap Nadiem tidak memberikan rekomendasi ketika perguruan tinggi negeri (PTN) menaikkan UKT, seperti dalam Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024.

Berikut delapan poin penting saat Nadiem dicecar DPR soal UKT:

1. Nadiem Tak Beri Rekomendasi Kampus Sebelum Menaikkan UKT

Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf, menyoroti Nadiem yang tak memberikan rekomendasi ketika perguruan tinggi negeri (PTN) menaikkan uang kuliah tunggal (UKT). Sesuai aturan, seharusnya Nadiem memberikan rekomendasi sebelum kampus menetapkan ataupun menaikkan UKT.

"Dalam Permendikbud (2 Tahun 2024) itu semua kenaikan harus rekomendasi menteri. Nah, selama ini rekomendasi menteri itu tidak diberikan," ujar Dede selepas rapat kerja dengan Mendikbudristek Nadiem di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Dengan tak adanya rekomendasi dari Kemendikbudristek, Dede menyebut, hal ini dapat membuat PTN leluasa menetapkan UKT hingga naik drastis. Oleh karena itu DPR mendorong Kemendikbudristek mengawal proses kenaikan UKT agar sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Jadi kita sekarang meminta agar rekomendasi itu harus dikawal," imbuh Dede.

2. Revisi Pasal Permendikbud 2/2024 Soal UKT dan IPI

Komisi X DPR telah meminta Kemendikbudristek untuk merevisi pasal-pasal dalam Permendikbud 2 Tahun 2024 yang memberikan ruang bagi PTN untuk menaikkan UKT serta iuran pengembangan institusi (IPI) secara drastis.

Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf mengatakan, dengan permendikbud tersebut, PTN dapat membuat skema UKT sendiri tanpa batas yang jelas sehingga bisa memberatkan mahasiswa yang kurang mampu.

"Salah satunya adalah merevisi Permendikbud tersebut sehingga batas atasnya jelas. Jangan sampai batas atasnya 500%. Teknisnya kita serahkan kepada pemerintah, tetapi desakan itu sudah ke luar," jelas Dede.

Tak hanya itu, Kemendikbudtistek diminta memberikan ruang dan jaminan bagi mahasiswa baru untuk dapat meninjau ulang UKT sesuai perekonomian keluarga dengan aman dan lancar.

3. Nadiem Lambat Respons UKT Mahal

Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf mengkritik langkah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam mengatasi polemik uang kuliah tunggal (UKT) mahal di sejumlah kampus. Menurutnya, respons Nadiem lambat untuk menangani isu tersebut.

"Sederhananya begini Kemendikbudristek telat memberikan tanggapan terkait isu (kenaikan UKT) ini," ujar Dede seusai rapat kerja dengan Mendikbudristek Nadiem di kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (21/5/2024).

Dede memaparkan, Kemendikbudristek baru bertindak setelah gelombang UKT mahal gencar disuarakan mahasiswa di kampus-kampus. Dia bahkan menyebut, jika Komisi X DPR tidak menampung aspirasi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pekan lalu, Kemendikbudristek belum tentu mengambil tindakan.

"Kira-kira begitu, kalau itu (aspirasi mahasiswa) tidak masuk ke Komisi X mungkin tidak ada hari ini," ucap Dede.

4. DPR Kritik Keras Pejabat Kemendikbudristek Sebut Kuliah Kebutuhan Tersier 

Anggota Komisi X DPR Nuroji mengkritik keras pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie yang menyebutkan kuliah adalah kebutuhan tersier. Menurut Nuroji, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim perlu mengevaluasi kinerja anak buahnya tersebut.

"Yang pertama tentu saja saya sampaikan sangat tidak setuju bahwa pendidikan tinggi itu dianggap urusan tersier, apalagi yang menyampaikan adalah pejabat dari Ditjen Dikti. Ini saya kira sangat kurang mendidik bagi masyarakat," ujar Nuroji dalam rapat kerja Komisi X DPR dengan Nadiem Makarim di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Pernyataan pejabat Kemendikbud tersebut, kata Nuroji, seolah-olah menempuh pendidikan tinggi hanya untuk orang yang mampu. Selain tak mendidik, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan amanat konstitusi bahwa pendidikan adalah hak warga negara.

"Seolah-olah kuliah itu tidak penting. Bagaimana bisa ini disampaikan kepada masyarakat sampai dipublikasikan," kata politikus Gerindra ini.

Nuroji menegaskan, undang-undang sudah mengatur bahwa pendidikan harus mendapatkan alokasi sebesar 20% dari APBN. Sehingga seharusnya lebih banyak lagi masyarakat yang dibiayai oleh negara untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

Nuroji mengatakan seharusnya Tjitjik Srie Tjahjandarie segera mengoreksi pernyataannya. Dia juga mempertanyakan alasan Tjitjik tidak hadir di acara raker Komisi X DPR bersama Nadiem.

5. Nadiem Lindungi Mahasiswa yang Demo Soal UKT 

Nadiem menegaskan, Kemendikbudristek, akan menjamin proses naik banding bagi mahasiswa yang mungkin merasa keberatan dengan kenaikan UKT. Selain itu, kata Nadiem, pihaknya akan melindungi para mahasiswa yang melakukan demonstrasi di masing-masing kampus.

"Untuk melindungi mahasiswa-mahasiswa yang ingin menyuarakan pendapatnya secara tertib, untuk melindungi mereka dari misalnya tadi ancaman baik dari dilaporkan ke polisi atau kehilangan atau diancam kehilangan KIP Kuliah. Itu akan menjadi tanggung jawab kami untuk memastikan bahwa itu tidak terjadi. Ini adalah hak mahasiswa untuk protes," jelasnya dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Lebih lanjut, Nadiem mengatakan pihaknya juga berjuang meningkatkan jumlah KIP Kuliah serta menyempurnakan kualitas penerima KIP Kuliah, kriteria dan mekanisme pencairan.

"Sekali lagi, kebijakan ini akan berdampak kepada mahasiswa baru, bukan mahasiswa yang sedang belajar di perguruan tinggi dan tentunya sebelum kami mengevaluasi permen-nya sendiri, kami akan turun ke lapangan untuk memastikan implementasinya dahulu bagaimana ini bisa salah interpretasi. Ini mungkin digunakan untuk agenda-agenda yang lainnya dan itu harus kita pastikan perlindungan afirmasi kepada mahasiswa dan perlindungan sosial untuk memenuhi hak mereka. Untuk mendapatkan pendidikan tinggi itu adalah yang pertama harus kita lindungi," pungkas Nadiem.

6. Peraturan Baru UKT Hanya untuk Mahasiswa Baru

Nadiem Makarim menjelaskan peraturan UKT baru ini hanya berlaku kepada mahasiswa baru. Artinya tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi.

"Ada mispersepsi bahwa ini akan mengubah rate UKT pada mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi. Ini tidak benar, ini hanya akan berlaku untuk mahasiswa baru," kata Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR, Selasa (21/5/2024).

Nadiem menyampaikan, UKT pada prinsipnya harus mengedepankan asas keadilan dan inklusivitas. Karenanya, UKT dibuat berjenjang.

"Bagi mahasiswa yang lebih mampu, mereka bayar lebih banyak. Bagi yang tidak mampu, mereka bayar lebih sedikit. Ini asas yang selama ini sudah dilaksanakan untuk UKT di perguruan tinggi," kata Nadiem.

Menurutnya, kenaikan UKT ini juga tidak akan berdampak pada mahasiswa dengan tingkat ekonomi yang belum memadai.

"Dalam UKT itu ada tangga-tangganya, dan tangga terendah yaitu level satu dan dua tidak akan berubah. Yang mungkin akan terdampak adalah mahasiswa dengan tingkat ekonomi tertinggi. Jadi, seharusnya tidak ada mahasiswa yang gagal kuliah atau tiba-tiba harus membayar lebih banyak akibat kebijakan ini," kata Nadiem.

7. Nadiem Janji Tingkatkan Jumlah Penerima KIP Kuliah

Nadiem Makarim berjanji meningkatkan jumlah pemberian Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah atau KIPK pascapolemik kenaikan UKT secara drastis di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN).

"Ini komitmen bersama, bukan hanya Kemendikbud, tetapi juga komisi X. Harapan saya ini menjadi komitmen bersama bahwa dengan adanya kebijakan ini, ini mendorong baik Komisi X maupun Kemendikbud Ristek untuk berjuang meningkatkan KIPK untuk mahasiswa-mahasiswa di tingkat ekonomi yang sangat membutuhkan," ujar Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Nadiem mengakui bahwa KIPK sudah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan, kata dia, KIPK sudah memperbesar unit cost-nya sehingga bisa masuk ke prodi-prodi mahal dengan akreditasi tinggi.

"KIPK itu sudah meningkat ya dari tahun ke tahun dan banyak kebijakan kita yang malah memperbesar unit cost pada KIPK sehingga bisa masuk pada prodi-prodi yang lebih mahal, tetapi yang dengan akreditasi tinggi. Kami akan terus berjuang untuk ini dan berjuang untuk meningkatkan total jumlah KIPK," jelas Nadiem.

8. Nadiem Dicecar DPR Soal Dana Pendidikan Sekitar Rp 665 Triliun

Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mencecar Nadiem Makarim soal alokasi dana pendidikan 20% dari APBN 2024 atau sekitar Rp 665 triliun. Menurut Dede, Nadiem perlu menjelaskan agar masyarakat tahu penggunaan anggaran triliun tersebut di tengah polemik uang kuliah tunggal (UKT) yang naik secara drastis.

"Untuk itu kami juga akan minta pemerintah menjelaskan kemana sih anggaran Rp 665 triliun itu? Supaya masyarakat juga paham dan tahu apa fungsi anggaran pendidikan atau ada lagi namanya fungsi pendidikan dan kemudian apa yang dilakukan pendidikan (kementerian) untuk meredam mahalnya biaya pendidikan," ujar Dede dalam rapat kerja Komisi X dengan Mendikbudristek Nadiem Makarim di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Dede mengatakan, umumnya masyarakat berpikir anggaran pendidikan murni 20% dari APBN yang jumlahnya mencapai Rp 3.300 triliun. Dengan demikian, anggaran pendidikan sebesar Rp 665 triliun. Namun, setelah di-review, kata dia, ternyata hanya Rp 98 triliun anggaran pendidikan yang dikelola oleh Kemendikbudristek.

"Kita ingin mendapat penjelasan dari Kementerian Pendidikan, asumsi di luar adalah anggaran pendidikan itu 20% dari APBN. Seandainya APBN kita di angka mungkin hampir Rp 3.300 triliun, artinya kalau 20%-nya itu mestinya di angka Rp 665 triliun. Itulah yang kami juga selalu ditanyakan ke mana saja anggaran pendidikan ini," jelas dia.

"Lalu kemudian kami coba me-review kenapa selama ini anggaran pendidikan yang turun di Kemendikbud itu hanya berkisar di Rp 98 triliun. Ini pun baru naik belakangan, kemarin-kemarin baru Rp 81 triliun," beber Dede.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya