La Nina Diprediksi Muncul Juni, Apa Dampaknya bagi Indonesia? Halaman all - Kompas.com
KOMPAS.com - Badan Kelautan Atmosfer Nasional Amerika Serikat atau NOOA memperkirakan El Nino akan menghilang pada Juni 2024 dan digantikan langsung dengan La Nina.
La Nina adalah fenomena suhu muka laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah yang mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.
Akibatnya, fenomena tersebut akan mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengonfirmasi, El Nino mulai netral terhitung sejak Juli-Agustus-September 2024.
"Juli-Agustus-September 2024 ENSO netral disebut akan beralih menuju fase La Nina lemah yang akan bertahan hingga akhir tahun 2024," terang dia, dalam konferensi pers BMKG, Selasa (28/5/2024).
Hasil monitoring BMKG menunjukkan, anomali suhu muka laut di Samudera Hindia menunjukkan kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) netral dengan indeks +0,51. Anomali suhu muka laut di Nino 3,4 menunjukkan ENSO fase netral dengan indeks +0,22.
"Kondisi IOD positif berlangsung hingga September 2024. Sementara itu, ENSO diprediksi bertahan netral pada Mei-Juli 2024," jelas Dwikorita.
Lantas apa dampak La Nina di Indonesia?
Dampak La Nina di Indonesia
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, La Nina diperkirakan mulai terjadi pada Juli 2024. Tahun ini fenomena La Nina tidak diikuti dengan El Nino.
"La Nina tahun ini diprediksi akan terjadi kategori La Nina lemah," terangnya.
Ia menerangkan, fenomena La Nina yang terjadi dalam kategori lemah itu tidak berdampak terhadap musim kemarau yang mulai terjadi di sebagian wilayah di Indonesia.
Sehingga pihaknya berpesan, sebelum La Nina datang yang perlu segera diwaspadai adalah dampak ringan yang hadir pada saat musim kemarau dalam waktu beberapa bulan ke depan.
Sementara itu, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengeluarkan peringatan kemungkinan terjadinya badai berbahaya karena pergantian dari fenomena El Nino ke La Nina.
Juru bicara WMO Clare Nullis mengatakan, perkembangan peristiwa La NIna diperkirakan akan memicu musim badan yang sangat aktif.
Oleh sebab itu, dunia diharapkan bersiap karena musim badai kali ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi.
"Hanya diperlukan satu kali badai untuk menghambat pembangunan sosio-ekonomi selama bertahun-tahun," terangnya, dikutip dari WMO.
Ada kemungkinan 49 persen bahwa La Nina akan berkembang selama periode Juni-Agustus dan meningkat menjadi 69 persen pada Juli hingga September.
Musim kemarau di Indonesia
Berdasarkan jumlah Zona Musim (ZOM), saat ini, sebanyak 19 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau.
Wilayah yang sudah memasuki musim kemarau itu meliputi:
- Sebagian Aceh
- Sebagian Sumatera
- Sebagian Riau
- Sebagian Jawa Barat
- Sebagian Yogyakarta
- Sebagian Jawa Tengah
- Sebagian Jawa Timur
- Sebagian Bali
- Sebagian Nusa Tenggara Barat (NTB)
- Sebagian Nusa Tenggara Timur (NTT)
- Sebagian Sulawesi Tengah
- Sebagian Sulawesi Utara.
Kendati demikian, ada pula beberapa wilayah di Indonesia yang belum memasuki musim kemarau.
Pada periode Mei III dan Juni II 2024, sebagian wilayah di Indonesia akan memasuki musim kemarau, berikut perinciannya:
- Sebagian besar Pulau Sematera
- Sebagian Jawa bagian Barat dan Tengah
- Sebagian kecil dari Kalimantan Selatan
- Sebagian kecil dari Kalimantan Timur
- Sebagian kecil dari Sulawesi Tenggara
- Sebagian kecil Papua Selatan.
Sedangkan berdasarkan monitoring perkembangan musim juga terdapat wilayah yang terindikasi akan masuk musim kemarau, yaitu:
- Bagian pesisir selatan Jawa Barat
- Sebagian Jawa Tengah
- Sebagian besar Jawa Timur
- Bali
- Nusa Tenggara Timur
- Nusa Tenggara Barat.
Wilayah-wilayah tersebut berpotensi memiliki curah hujan bulanan yang sangat rendah dengan kategori kurang dari 50mm per bulan sehingga merplu mendapat perhatian khausus untuk mitigasi dampak kekeringan.
Komentar
Posting Komentar