Soal KIP Kuliah Salah Sasaran, Jangan Cuma Penerima yang Dirujak
tirto.id - Kisruh salah sasaran penyaluran bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah akan sia-sia belaka jika fokus energi cuma ditumpahkan untuk merujak penerima yang dianggap menyalahgunakan bantuan tersebut.
Selain tak membenahi akar persoalan, penghakiman yang dilakukan warganet secara berjemaah rawan berubah menjadi perilaku doksing. Hal-hal pribadi yang tidak berkaitan sama sekali dengan bantuan KIP yang salah sasaran, jadi ikut dikorek-korek dan berubah menjadi stigmatisasi personal.
Wajar jika masyarakat dongkol dengan adanya dugaan salah sasaran penerima KIP. Bantuan yang seharusnya membantu masyarakat kurang atau tidak mampu untuk berkuliah, malah diterima oleh individu yang berkecukupan atau bahkan bergelimang harta. Namun, kisruh ini bukan semata-mata persoalan individu yang tak tahu diri mengambil hak orang lain untuk menerima bantuan KIP Kuliah.
Dari kisruh ini, tampak sektor pendidikan kita perlu berbenah dan tak asal jalan. Dugaan salah sasaran penyaluran bantuan KIP Kuliah tak hanya terjadi di segelintir kampus. Berkat viralnya dugaan salah sasaran penyaluran bantuan KIP yang diterima mahasiswi Universitas Diponegoro, pengakuan lain marak di media sosial dari berbagai kampus.
Ini menandakan pemangku kebijakan dan pelaksana regulasi masih alfa dalam mengawal jalannya program bantuan bermanfaat tersebut. Alih-alih cuma merujak penerima KIP yang diduga salah sasaran, pemerintah dan pihak kampus perlu ditunjuk batang hidungnya untuk bisa memastikan program bantuan ini benar-benar diterima oleh yang hak.
“Pihak kampus dan Kemendikbudristek harus bertanggung jawab dan harus memastikan bahwa KIP Kuliah ini harus tepat sasaran,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, kepada reporter Tirto, Rabu (8/5/2024).
Ubaid berujar, Kemendikbudristek harus segera menerima audit penerima KIP Kuliah di kampus-kampus. Hal ini perlu dilakukan karena diduga kuat masih banyak kasus penyaluran yang salah sasaran.
“Ini penting supaya tidak pemborosan anggaran. Selanjutnya, juga perlu segera perubahan tata kelola KIP Kuliah, jangan hanya internal pemerintah dan kampus, tapi harus melibatkan mahasiswa dan kalangan luar kampus untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas,” ujar Ubaid.
KIP Kuliah merupakan salah satu Program Prioritas Nasional besutan Presiden Joko Widodo yang menggantikan program bantuan Bidikmisi era Susilo Bambang Yudhoyono. KIP menjadi program anggaran wajib Kemendikbudristek yang perencanaan, pengelolaan dan penyalurannya dilakukan lewat Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik).
KIP Kuliah bertujuan untuk meningkatkan perluasan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi secara lebih merata dan berkualitas bagi masyarakat yang kurang atau tidak mampu secara ekonomi. Prioritas lainnya diperuntukan untuk mahasiswa yang berasal dari daerah 3T, orang asli Papua sesuai UU otonomi khusus, juga TKI yang berlokasi di perbatasan NKRI.
Tahun ini, pemerintah sudah menyiapkan anggaran Rp13,9 triliun untuk membiayai 985.577 mahasiswa penerima program KIP Kuliah. Pada 2023, program KIP Kuliah sudah menyasar sebanyak 71.149 (44 persen) mahasiswa kuliah dari 123 Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dan 90.804 (56 persen) mahasiswa kuliah di 1.941 Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Total perguruan tinggi yang menerima mahasiswa KIP Kuliah sebanyak 2.064 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2020, bantuan kuliah penerima disesuaikan dengan program studi dan akreditasi universitas. Adapun untuk bantuan biaya hidup, ada dalam kisaran Rp800 ribu hingga Rp1,4 juta yang disesuaikan dengan indeks harga masing-masing daerah. Dalam peraturan tersebut, dinyatakan pula pembatalan bantuan KIP dapat dilakukan jika penerima tidak lagi memenuhi ketentuan prioritas sasaran.
Menurut Ubaid, Kemendikbudristek tidak bisa asal cuci tangan menyerahkan kisruh salah sasaran penyaluran KIP ke pihak kampus. Padahal, persoalan ini muncul akibat kelemahan sistem dan pengawasan pemerintah pusat dalam penyaluran program bantuan.
“Karena dikelola secara tidak transparan dan akuntabel,” lanjut Ubaid.
Audit Data Penerima
Pengamat pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan, menilai celah salah sasaran penerima bantuan KIP Kuliah dapat terjadi karena ada ketidaksinkronan data calon penerima. Menurut Edi, data KIP Kuliah turut diberikan oleh Kementerian Sosial lewat Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTK). Perubahan data bisa saja terjadi sejalannya waktu, namun tidak terbarui dengan baik.
“KIP-K sekarang datanya di-supply oleh Kemensos lewat DTKS dan barangkali data lain, jadi asal data DTKS sudah oke, maka filter awal juga oke. Yang jadi masalah adalah adanya perubahan data yang tak terdeteksi dan tak terlaporkan. Misal, awalnya mahasiswa bersangkutan layak menerima KIP-K, namun dia berwirausaha hingga omset puluhan juta,” ujar Edi kepada reporter Tirto, Rabu (8/5/2024).
Edi menyatakan, perlu ada pembaruan data sehingga dapat diambil putusan penerima yang sudah tidak masuk kategori prioritas, maka harus mengundurkan diri. Atau sebaliknya, ada yang semula tidak layak menerima, bisa saja terbaru sudah layak menerima bantuan karena ada perubahan ekonomi keluarga.
“Salah target KIP-K mestinya yang bertanggung jawab adalah Kemensos sebagai penyedia DTKS, selain itu juga pasti pihak kampus perlu bertanggung jawab dengan misalnya melakukan evaluasi rutin per semester, terutama update data terbaru kelayakan mahasiswa untuk menerima dan tidak layak lagi menerima KIP,” jelas Edi.
Di sisi lain, Edi melihat mahasiswa yang sudah tak layak menerika KIP mestinya sadar diri dan mundur dari program. Di sini, kata dia, peran kampus untuk memberikan program dan penguatan kepada mahasiswa jadi penting dilakukan.
“Termasuk sesama mahasiswa perlu dibangun kesadaran, untuk misal melaporkan jika tahu temannya penerima KIP namun sebenarnya dari keluarga kaya, maka harus dilaporkan untuk ditindaklanjuti oleh kampus dengan pendataan ulang,” ungkap dia.
Sementara itu, Kemendikbudristek seharusnya punya mekanisme untuk mendorong kampus sebagai ujung tombak pelaksana KIP Kampus melakukan evaluasi dan audit data secara periodik. Hasil audit tiap kampus itu wajib diserahkan ke Kemendikbudristek sebagai bahan evaluasi juga.
“Memang perlu kerja kolaboratif, bukan hanya Kemdikbudristek dan kampus, melainkan juga Kemensos sebagai penyokong DTKS,” tutur Edi.
Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul Wicaksana Prakasa, menegaskan agar KIP bisa tepat sasaran, harus ada model-model skrining yang ketat dari semua pihak. Skrining ini nantinya dilakukan kampus dan diketahui oleh Kemendikbudristek, yang turut memastikan bahwa data sasaran penerima melalui Kemensos juga sesuai.
“KIP Kampus sendiri sekali lagi, dia tidak bisa berdiri tunggal ya karena program itu juga ada kaitannya juga dengan Kemensos dan lain sebagainya,” ungkap Satria kepada reporter Tirto.
KIP Kuliah sendiri masih ada celah penyalahgunaan lewat kuota rekomendasi anggota DPR. Lewat cara ini, DPR bisa mengajukan calon penerima KIP Kuliah. Namun, menurut Satria, metode ini rawan membuat program KIP Kuliah salah sasaran.
“Disinyalir juga banyak yang tidak sesuai dengan peruntukan. Nah model-model seperti itu menunjukkan bahwa ada apa istilahnya fenomena di atas kewenangan kampus ya, yang itu artinya kembali kepada kewenangan Kemendikbudristek untuk melakukan monitoring evaluasi,” kata Satria.
Tanggapan Kemendikbudristek
Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbudristek, Abdul Kahar, menjelaskan bahwa penerima KIP Kuliah menjadi tidak layak menerima lagi bantuan pemerintah ketika keluarga mereka sudah tidak masuk kategori miskin atau rentan miskin. Menurut dia, beberapa mahasiswa secara sukarela juga ada yang mengundurkan diri karena merasa tidak layak lagi menerima KIP Kuliah.
Kahar juga tidak mempermasalahkan mahasiswa penerima KIP Kuliah yang mampu bekerja dan memiliki hasil sampingan jika tidak menabrak aturan kampus serta mampu membagi waktu. “Ada mahasiswa penerima KIP Kuliah menjadi reseller, ada yang menjadi Youtuber, ada yang meng-endorse produk-produk. Hal seperti ini sah-sah saja,” kata dia lewat keterangan tertulis.
Dia menambahkan, perguruan tinggi harus melakukan evaluasi terhadap penerima KIP Kuliah setiap semester. Sehingga, kata dia, kalau ditemukan data penerima KIP Kuliah tidak sesuai ketentuan dan terbukti bukan dari keluarga kurang mampu, maka mahasiswa tersebut dapat diberhentikan sebagai penerima.
“Atau diajukan pergantian kepada mahasiswa yang memenuhi syarat,” ujar Kahar.
tirto.id - Pendidikan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz
Komentar
Posting Komentar