Pilihan

IDF Hadapi Situasi Menantang di Rafah, Komandan Brigade Nahal Kewalahan: Ini Sangat Melelahkan - Halaman all - TribunNews

 

IDF Hadapi Situasi Menantang di Rafah, Komandan Brigade Nahal Kewalahan: Ini Sangat Melelahkan - Halaman all - TribunNews

TRIBUNNEWS.com - Salah satu brigade Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Brigade Nahal, mengatakan tentara Israel saat ini kewalahan menghadapi situasi di RafahGaza selatan.

Komandan Brigade Nahal, Yair Zuckerman, mengatakan IDF tengah menghadapi situasi menantang di Gaza.

Kepada Jerusalem Post, Zuckerman mengungkapkan setidaknya ada 12 tentara Israel yang terluka dalam 24 jam pada Selasa (18/6/2024) hingga Rabu (19/6/2024), termasuk lima dalam pertempuran darat di Jalur Gaza.

"Jumlah tentara dan perwira yang terluka sejak awal perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, telah meningkat menjadi 3.860 orang," ujar IDF di situsnya.

Dari jumlah itu, sebanyak 1.947 tentara Israel terluka dalam bentrokan darat di Gaza.

Sementara, jumlah tentara dan perwira Israel yang tewas sejak 7 Oktober 2023, sudah menyentuh angka 662 jiwa.

Banyaknya tentara Israel yang terluka, tak lepas dari situasi bahaya di Rafah yang mengintai IDF.

Zuckerman mengatakan terowongan di Rafah menciptakan labirin besar dan menghubungkan beberapa wilayah lewat bukaan di dinding-dinding terowongan.

Ia menyoroti lambatnya kemajuan perang di Gaza dan menyebut pertempuran yang dihadapi tentara Israel "sangat melelahkan".

Pejabat Israel menjelaskan, Hamas menggunakan banyak kamera di Rafah untuk mengontrol pertempuran dari atas dan bawah tanah.

Tak hanya itu, mereka juga menyebut Hamas mengandalkan taktik menggunakan rumah dan kamar sebagai jebakan.

Baca juga: Israel Serang Jemaah Palestina yang akan Salat Idul Adha di Al-Aqsa, Bahkan Menyerbu Sampai Halaman

IDF Frustrasi pada Netanyahu

Terpisah, Juru Bicara IDF, Daniel Hagari, mengatakan tentara Israel selalu merasa frustrasi terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, bahkan sejak sebelum perang dimulai.

Tetapi, menurut Hagari, sejak 7 Oktober 2023, perselisihan antara militer dan pemerintahan Netanyahu telah mencapai puncaknya.

"Siapapun yang mengira Hamas bisa dihancurkan adalah kesalahan," ujarnya dalam wawancara Channel 13 Israel, Rabu, dikutip dari Palestine Chronicle.

"Mengatakan Hamas bisa dihancurkan dan dihilangkan sama saja dengan melempar debu ke mata publik," imbuhnya.

Pernyataan terbaru ini sangat berbeda dari setiap pengumuman yang dibuat Hagari sendiri soal tujuan serangan Israel di Gaza.

Dalam pernyataan pers hariannya, Hagari menggambarkan kehancuran sistematis kemampuan militer Hamas di seluruh wilayah kantong itu.

Baru-baru ini, pernyataan Hagari juga bertentangan dengan pernyataan Netanyahu, di mana sang perdana menteri sekali lagi menekankan "kemenangan total" di Gaza.

Kontradiksi itu dapat secara mudah dikaitkan dengan meningkatnya konflik antara Israel dan Netanyahu, serta menteri sayap kanan.

Meski demikian, ketegangan antara dua kubu itu beberapa kali dapat diatasi, karena fakta mengenai perang Israel di Gaza dan Lebanon sebagian besar dikelola oleh Dewan Perang.

Baca juga: Al-Qassam dan Al-Quds Kompak Targetkan Tempat Sembunyi Pasukan Israel, Serang Pakai Peluru dan Roket

Seperti diketahui, Dewan Perang melibatkan para pemimpin oposisi dan individu berkredibilitas tinggi dalam institusi militer.

Antisipasi pengunduran diri pemimpin oposisi Israel, Benny Gantz, yang merupakan Kepala Staf tentara Israel pada tahun 2014, Gadi Eisenkot, dan lainnya, serta pembubaran Dewan Perang mengubah dinamika politik yang memerintah Israel selama sembilan bulan terakhir.

IDF kini merasa berani dan secara terbuka menyuarakan rasa frustrasinya karena tidak adanya rencana politik pasca-perang.

Perlu juga dinyatakan, meskipun tentara Israel mempunyai peran penting dalam pendirian negara Israel, konflik seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Secara historis, para jenderal Israel dimasukkan ke dalam lembaga politik setelah mereka pensiun, atau mereka cenderung bekerja sebagai konsultan di perusahaan manufaktur militer besar Israel.

Namun, formasi politik baru Netanyahu sengaja mengesampingkan kekuatan militer.

Pimpinan militer Israel pasti menyadari skenario pasca-perang di Israel harus mencakup kembalinya peran politiknya sebagai bagian dari institusi politik.

Untuk melakukan hal ini, tokoh sayap kanan seperti menteri Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, keduanya tidak memiliki pengalaman militer, tidak dapat menjadi bagian dari formasi politik skenario "hari setelahnya".

Hal ini seharusnya menjelaskan konteks persaingan yang sedang berlangsung di Israel, yang konsekuensinya tentu saja sangat luas.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis tidak dikelola oleh kami)

Antarkabarid

Arenanews

Antaranews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsitek