Jusuf Kalla: Taliban Bukan Teroris, Mereka Berjuang untuk Negerinya - Global Liputan6
Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) akhirnya memenuhi undangan dari Pemerintah Afganistan untuk mengunjungi negara itu, awal Juni lalu. Ini merupakan kunjungan JK yang keempat kalinya ke negeri para mullah yang kini menyandang sebutan resmi Negara Islam Afganistan.
Selama berada di Afganistan, JK yang datang dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) berkesempatan bertemu dengan sembilan Menteri Kabinet Afganistan, antara lain Menteri Pertahanan Mullah Mohammad Yaqoob Mujahid yang tak lain adalah putra sulung pendiri dan pemimpin pertama Taliban, Mullah Omar.
Tak hanya dengan pejabat pemerintahan, JK juga sempat bertemu dengan Mohammad Younis Mohmand selaku Head of Afganistan Chamber of Commerce and Investment atau Ketua Kadin Afganistan. Bisa ditebak, pembicaraan lebih menitikberatkan peluang-peluang usaha yang bisa dimanfaatkan Indonesia-Afganistan.
Bagi JK, Afganistan punya nilai khusus dan para tokoh yang ditemui di Kota Kabul bukanlah wajah yang asing. Maklum, negeri yang hampir 50 tahun dilanda perang saudara pascapenguasaan Inggris, Rusia, dan Amerika Serikat beserta Sekutu, pernah dijajaki proses perdamaiannya oleh JK bersama Presiden Joko Widodo pada 2018-2019.
Saat itu, Indonesia pernah merintis perdamaian dan mencoba membuka dialog antara kelompok Taliban yang berada di luar pemerintahan resmi dan Pemerintah Afganistan. Saat itu pemerintah di Afganistan dipimpin oleh Presiden Ashraf Ghani.
Kelompok oposisi kemudian mengambil alih pemerintahan pada Agustus 2021 dan menyebut negara itu sebagai Republik Islam Afganistan. Banyak isu-isu yang menyeruak di dunia Internasional mengenai pemerintahan oposisi ini, terkait dengan kesehatan, keamanan dalam negeri, kelaparan, penyediaan air bersih, dan pendidikan bagi kaum perempuan.
Sebagaimana diungkapkan JK, dalam kunjungan ini dirinya diminta Pemerintah Afganistan untuk menyampaikan kepada dunia luar bahwa mereka siap menjalin kerja sama yang baru dan membuka diri. Termasuk bekerja sama dengan negara-negara Barat serta Amerika Serikat yang pernah menjadi seteru mereka selama 20 tahun.
Intinya, tampak jelas bahwa Pemerintah Afganistan yang dikuasai Taliban sedang berupaya keras mengubah wajahnya di dalam negeri agar cara pandang dunia pada mereka juga berubah. Dalam konteks inilah mereka berharap JK bisa memainkan peran sebagai tokoh perdamaian dunia.
Pemerintah Afganistan juga meminta JK untuk menceritakan pengalamannya selama berada di negara berpenduduk 42 juta jiwa tersebut yang jauh dari anggapan dunia selama ini. Khususnya soal keamanan dalam negeri serta terbatasnya ruang gerak warga yang selama ini selalu menjadi kritikan dunia internasional.
JK sendiri mengaku sempat berjalan-jalan selama berada di Afganistan dan merasakan gairah yang tinggi dari warganya. Pria berusia 82 tahun itu juga merasakan kemacetan lalu lintas serta mulai jarangnya pos-pos penjagaan bersenjata lengkap di sudut-sudut kota. Secara perlahan kaum perempuan juga mulai mengisi posisi yang sebelumnya dimonopoli pria.
Lantas, apa saja isu dan topik yang dibahas Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI ini dengan para petinggi Afganistan? Berikut petikan wawancara JK dengan Sheila Octarina dalam program Bincang Liputan6.
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Taliban Itu Bukan Teroris
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Bapak baru saja pulang dari Afganistan, ada agenda apa di sana?
Benar sekali, saya berkunjung ke Afganistan atas undangan pemerintah di sana dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia dan Ketua Palang Merah Indonesia. Selama empat hari di sana saya bertemu dengan sembilan menteri negara itu serta teman-teman lama.
Apa saja yang dibahas dengan mereka?
Ya tentu kita membahas masalah perdamaian di sana serta situasi setelah perang. Kedua, kita juga membahas masalah yang sering diramaikan media internasional yaitu masalah pendidikan untuk anak-anak perempuan.
Tentu saja kita juga membahas hubungan Indonesia-Afganistan, bagaimana hubungan ekonominya bisa berjalan serta adanya permintaan dari pemerintah Afganistan agar pengusaha-pengusaha Indonesia bisa berinvestasi di sana.
Dan semua pembahasan itu berlangsung cair?
Oh iya, mereka ini kan semua teman-teman lama saya, mulai dari Perdana Menteri hingga menteri-menterinya. Dulu mereka juga pernah saya undang berapa kali berkunjung ke Indonesia untuk melihat keadaan negara kita, melihat Islam di Indonesia, harus moderat, tidak radikal dan mereka terkesan dengan kondisi di Indonesia.
Dan sekarang saya kembali datang dan ingin bicara tentang apa saja yang sudah dilakukan pemerintah Afganistan yang baru, apa Langkah yang sudah dilakukan untuk memajukan ekonomi, masalah sosial dan pendidikan masyarakat.
Seperti kita tahu, kalau dulu peran Bapak lebih kepada penghubung bagi mereka yang berkonflik di Afganistan, bagaimana ceritanya?
Di Afganistan itu 45 tahun terjadi konflik antarmereka. Bagaimana negara itu pernah berbentuk kerajaan dan pernah dikudeta oleh anak rajanya. Kemudian, pemimpinnya yang lain menjadikan negara itu berpaham sosialis dan komunis. Kemudian masuklah Rusia.
Rusia mereka lawan dengan Mujahidin, itu juga dengan bantuan Amerika sebenarnya. Namun, hubungan AS dan Afganistan memburuk setelah terjadinya tragedi 9/11 di mana Afganistan oleh Amerika dianggap melindungi Osama Bin Laden.
Hal itu ada benarnya, karena itu tradisi di Afganistan untuk selalu melindungi tamu. Dianggap sebagai tamu karena Osama yang merupakan warga Saudi dulu berjuang bersama-sama waktu zaman Mujahidin.
Lantas, bagaimana dengan Taliban yang dicap teroris?
Taliban itu sebenarnya artinya pelajar, berasal dari kata thalib, pelajar, siswa, santri. Jadi ini sama dengan dulu kita waktu zaman perjuangan ada yang namanya Tentara Pelajar. Pada akhir 2000-an, Taliban akhirnya melawan Amerika yang datang ingin menduduki Afganistan karena ingin menangkap Osama.
Jadi kalau ada orang yang menganggapnya teroris, Taliban itu teroris kepada siapa? Dia berjuang untuk membebaskan negerinya dari pendudukan, kalau kita tidak mau katakan penjajahan, pendudukan Amerika kan? Ini sama dengan waktu Indonesia berjuang dulu, pejuangnya itu dianggap ekstremis oleh Belanda.
Dan kita tahu semua, pada 2021 Amerika setelah 20 tahun di situ berakhir dengan perundingan, di mana Amerika harus pulang semua kan? Jadi karena mereka pulang, Taliban akhirnya berkuasa untuk sekarang di Afganistan.
Toko Buka, Jalanan Mulai Macet
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Bagaimana kondisi Afganistan yang Bapak lihat selama kunjungan kemarin, apakah masih menyeramkan seperti yang banyak diberitakan?
Sama sekali tidak. Kalau Anda lihat di foto atau video perjalanan saya, itu aman saja. Suasana pusat kotanya juga sama saja dengan Jakarta. Jalan macet, mobil begitu banyak di sana sekarang. Ekonomi juga berjalan, toko-toko buka, perdagangan jalan.
Terus terang saya merasa rakyat Afganistan suka dengan pemerintahan yang sekarang ini, karena tidak ada korupsi, birokrasi cepat. Ya terkecuali soal perempuan itu justru saya bicarakan dengan mereka.
Yang jelas saya melihat kehidupan yang normal di sana, rumah-rumah juga teratur dan perencanaan kotanya juga bagus. Saya tidak melihat daerah kumuh di sana. Dibanding kita kan banyak daerah kumuh, Jakarta Utara, di Jakarta Timur, contohnya.
Jadi tak ada lagi tentara terlihat berjaga di sudut kota dengan senjata berat?
Masih ada, tapi tidak memeriksa seperti dulu. Dulu kan tiap kali kita lewat check point diperiksa, lewat lagi check point diperiksa lagi. Sekarang mereka hanya mengawasi saja dan tak banyak jumlahnya.
Dalam kunjungan kemarin saya kan juga bawa wartawan, saya bilang, kamu lihat sendiri kan? Ini kacau atau aman? Aman mereka bilang. Soalnya, kita mau jalan siang atau malam, masuk restoran atau toko aman-aman saja. Toko dan restorannya juga buka sampai pukul 10 malam.
Masih Ada Diskriminasi terhadap Perempuan
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Tadi Bapak mengatakan soal kesetaraan perempuan, apakah ini juga dibahas?
Iya kita bahas. Saya sempat menanyakan kenapa pemerintahan Anda bersikap diskriminatif terhadap pendidikan kaum perempuan? Mereka pun minta diberi kesempatan yang sama dan mereka secara bertahap berjanji untuk mengubah kebijakan itu.
Mereka mengatakan akan membuat sekolah laki-laki dan sekolah perempuan. Saya bilang, oke kita bikinkan sekolah perempuan. Kita bantulah untuk itu ya. Tapi mereka kekurangan guru, saya katakana ayo latihan guru ke Indonesia. Walaupun pendidikan kita mungkin tidak sempurna, tapi lebih baik daripada mereka kan?
Untuk Afganistan ini isu yang sangat besar ya?
Benar sekali, ini sorotan paling besar dari dunia luar, diskriminasi ke perempuan, dan itu yang kita usahakan untuk diperbaiki. Sebenarnya pemerintahnya ingin seperti itu, walaupun secara tradisi juga memang selalu ada pemisahan, secara tradisi.
Sama saja dengan katakanlah sekolah-sekolah Katolik, kan beda kan? Tidak ada gabungan antara laki-laki dan perempuan. Semengtara di Afganistan sekarang perempuan secara resmi ada pendidikan anak-amak gadis, itu sampai SD yang resmi. Tapi banyak juga yang belajar secara online.
Tapi ini kan bakal menyulitkan mereka karena hanya belajar di tingkat dasar. Katakanlah untuk profesi dokter, untuk pasien perempuan harus ditangani dokter perempuan, laki-laki dengan dokter laki-laki, artinya butuh dokter perempuan. Semenara kalau untuk jadi dokter kan mesti sekolah SMA dulu.
Selain soal pendidikan, apalagi pembatasan terhadap perempuan?
Contohnya, dalam kunjungan kemarin saya juga mendatangi tempat wisata di puncak bukit, enak udaranya. Yang ada pegawainya semua laki-laki. Saya tanya mana perempuan? Ya besok baru hari perempuan yang bertugas, dengan kata lain pegawai yang perempuan datang besok, giliran gitu.
Bagi kita aneh kan, bagi dia itu tradisi mereka. Tapi saya bilang ya, sekarang orang susah mengerti itu, tradisi itu. Tapi hal yang sama dulu terjadi di Saudi seperti itu dan sekarang mereka pelan-pelan sudah mengubahnya.
Saya kira itu juga akan terjadi di Afganistan, karena yang saya lihat di Afganistan banyak juga perempuan yang bekerja. Di hotel ada perempuan yang bekerja, seperti resepsionis hotel itu tetap ada perempuan.
Lantas, bagaimana bantuan yang akan diberikan Indonesia?
Kita sedang mempersiapkan itu, banyak sekolah-sekolah yang bersiap untuk menerima pelajar dari Afganistan. Sekolah Muhammadiyah, sekolah NU, pesantren-pesantren juga sekolah swasta semua bersedia.
Ini bukan hal yang baru, sebelumnya sudah ada dari Afganistan yang menuntut ilmu di sini. Di UIII (Universitas Islam Internasional Indonesia) ada 15 mahasiswa Afganistan.
Tak Butuh Bantuan, Hanya Ingin Investor
Tak Butuh Bantuan, Hanya Ingin Investor
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Apakah bisa dikatakan bahwa pemerintahan Taliban berdampak positif bagi rakyat Afganistan?
Saya tidak mengatakan positif keseluruhan ya, tapi kalau masyarakat lebih senang dengan kondisi yang sekarang itu iya. Aman, tidak ada korupsi, birokrasi gampang.
Saya sempat bertemu dengan Kadin Afganistan dan malamnya kita berkumpul, ada sekitar 100 pengusaha yang hadir. Mereka bilang kalau sekarang mau investasi gampang, 15 hari selesai izinnya. Sementara di Indonesia mungkin setahun, di sana 15 hari. Dan menterinya bilang, kalau lebih dari 15 hari, lapor sama saya.
Untuk perdagangan memang ada juga kesulitanya karena mereka tidak punya pelabuhan kan? Land locked dia kan? Wilayah yang tidak punya laut. Jadi harus lewat Pakistan atau lewat Iran. Tapi tetap berjalan, bebas lewat Iran bisa sampai ke sini. Nah mereka mau kirim delegasi, kita juga mau kirim delegasi ke sana.
Berarti akan ada bantuan dari Indonesia nanti untuk investasi ke sana?
Mereka tidak butuh bantuan. Mereka kemampuan sumber daya alamnya wow sekali. Hanya butuh investasi yang mau mengelola itu. Dan Indonesia diberi prioritas. Hanya empat negara dikasih prioritas, Indonesia, Qatar, Saudi, Turki, karena itu yang membantu dia sejak awal.
Indonesia malah yang pertama diberi prioritas. Kedua, Qatar karena di situ tempat perundingan. Turki, Saudi karena Saudi yang membantu dia dana untuk bekerja sekarang. Kita dikasih prioritas, mau apa? Di bidang ekonomi ada tambang emas, tambang batubara, tambang lithium.
Tantangan mereka saat ini adalah tentang bagaimana membangun negerinya, karena masih ada sanksi dari Amerika. Ya ini saya ajak mereka, sudah melihat ke depan saja.
Karena itu kan saya bilang Vietnam juga seperti Amerika menduduki di sana, datang. 50.000 pasukannya meninggal, tapi setelah itu mereka damai, sehingga tidak ada sanksi. Malah investasi Amerika banyak di Vietnam, orang Amerika mau jadi turis.
Nah itu bisa terjadi asal Afganistan melihat ke depan. Kayak Amerika juga meyakini itu bahwa mereka sudah tidak seekstrem apa yang orang bayangkan kan? Ekstremnya hanya soal pemisahan dan pembatasan perempuan itu saja.
Bagaimana dengan hubungan diplomatik, apakah Afganistan juga mulai terbuka?
Iya, di sana ada perwakilan Uni Eropa, masih ada. Perwakilan negara-negara Islam ada. Kita ada kedutaan walaupun masih tingkat wakil, chargé d'affaires. Saya minta ke Menlu Retno Marsudi sudah kirim saja Dubes gitu, buat tingkat yang lebih tinggi.
Karena dari apa yang kita lihat, ekonomi berjalan, keamanan terjamin. Toko tutup sampai larut alam. Memang banyak yang mengatakan musik masih dilarang, tapi tetap saja di hotel ada musik, ada nyanyi.
Jadi mereka tetap terbuka karena menyadari bahwa kalau dia tutup dirinya ya terbatas ekonominya.
Tak Ada Dendam, Semua Dapat Amnesti
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Apa yang bisa Bapak sampaikan terkait dengan hasil kunjungan ke Afganistan?
Seperti saya sampaikan tadi, suasana di sana aman. Dulu yang melawan Amerika dan pemerintahan yang ada itu kan Taliban. Sekarang dia berkuasa jadi praktis aman dan dia setelah masuk di pemerintah semua dikasih amnesti. Siapa pun lawannya dulu dikasih amnesti, bebas hukum. Enggak ada dia tangkapin, enggak ada.
Bekas Wakil Presiden Abdullah Abdullah masih di sana. Presiden sebelumnya Hamid Karzai masih sering kembali ke sana. Jadi menteri-menterinya datang, bebas saja. Tidak seperti zaman dulu ditangkapin, waktu tahun 66 itu kan Bung Karno semua ditangkapin, enggak ada.
Nggak ada seperti kita, malah waktu lawan PKI dibawa ke Pulau Buru, enggak ada itu kan. Semuanya dibebasin, yang dipenjara semua dibuka. Dan semua orang yang dulu melawan dikasih amnesti sekalian.
Jadi tentara yang dulu langsung banyak yang mau jadi tantara Afganistan sekarang. Ya begitu kebijakan mereka, jadi tidak ada masalah. Ada kelompok-kelompok suku yang masih tidak setuju, tapi itu terbatas.
Pokoknya dia amnesti semua orang yang dulu berlawanan dengan dia. Bahwa yang memerintah mereka semua itu mullah atau pak ustaz, itu saja. Tapi ketika saya berdiskusi dengan menteri energinya, dia kuasai energi ya.
Soal pembangunan listrik kebutuhan berapa, mining dia bisa diskusi kita tentang pertambangan menterinya walaupun dia mullah. Tapi di bawahnya masih staf pemerintah lama, enggak diganti. Jadi mereka realistis juga bahwa dia tidak profesional secara detail karena itu tetap saja pemerintah.
Tetap saja ini memang masalah yang harus dihadapi, ahli-ahli seperti profesor, guru, dulu pada pergi. Sekarang karena itu dia kita tawarkan mendidik mereka untuk S2, S3 di sini. Dan dia setuju. Lagi diatur.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komentar
Posting Komentar