Hizbullah Kirim Kado 200 Roket 20 Drone Isi Bom dari Lebanon, Militer Israel Berpangkat Mayor Tewas - Halaman all - Serambinews

 

Hizbullah Kirim Kado 200 Roket 20 Drone Isi Bom dari Lebanon, Militer Israel Berpangkat Mayor Tewas - Halaman all - Serambinews

SERAMBINEWS.COM - Kiriman "kado" 200 roket dan 20 drone berisi bom kelompok pejuang Islam Hizbullah dari Lebanon, berhasil menewaskan militer Israel berpangkat mayor.

Dilansir dari Times of Israel, seorang perwira cadangan Israel tewas di Dataran Tinggi Golan, wilayah perbatasan Israel pada Kamis (4/7/2024).

Hizbullah melancarkan serangan roket dan pesawat tak berawak besar (drone) ke Israel utara, respon atas syahidnya seorang komandan tinggi mereka sehari sebelumnya.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan, pihaknya melancarkan gelombang serangan udara di Lebanon selatan sebagai balasan atas serangan tersebut.

Prajurit yang terbunuh, yang terkena salah satu roket yang menghantam Dataran Tinggi Golan, bernama Mayor (purnawirawan) Itay Galea (38), wakil komandan kompi unit ke-8679 Brigade Lapis Baja Cadangan Yiftah dari Ramat Gan.

Sirene berbunyi di seluruh komunitas di utara Israel sepanjang Kamis pagi saat Hizbullah melancarkan serangan besar-besaran.

Serangan itu disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar dalam sembilan bulan pertempuran.

Baca juga: Hampir Tiap Hari Militer Israel Tewas di Tangan Hamas saat Menjajah Gaza Palestina

Baca juga: New York Times Bongkar Kelemahan Militer Israel: Kehabisan Amunisi, IDF Krisis SDM

IDF mengatakan, beberapa roket ditembak jatuh oleh Iron Dome, dan sebagian besar drone dicegat oleh jet tempur dan sistem pertahanan udara berbasis darat.

"Kebakaran terjadi akibat beberapa hantaman roket dan pesawat nirawak," kata militer.

Satu kebakaran tercatat di sebuah mal di Acre, dekat Haifa, yang dipicu oleh pecahan peluru yang jatuh dari sebuah intersepsi.

Layanan ambulans Magen David Adom (MDA) mengatakan, pihaknya juga merawat dua orang yang terluka ringan akibat terjatuh saat berlari ke tempat perlindungan.

Hizbullah mengatakan serangan itu dilancarkan sebagai respons atas syahidnya komandan seniornya Muhammad Nasser dalam serangan udara Israel pada Rabu (3/7/2024).

Nasser memimpin satu dari tiga divisi regional Hizbullah di Lebanon selatan.

Baca juga: Komandan senior Hizbullah Syahid, Israel Bersiap Hadapi Gempuran Total dari Lebanon

Pejabat senior Hizbullah, Hashem Safieddine berbicara di sebuah acara di Beirut untuk memperingati Nasser, mengindikasikan kelompoknya akan memperluas penargetannya.

“Rangkaian respons akan terus berlanjut secara berurutan, dan rangkaian ini akan terus menargetkan lokasi-lokasi baru yang tidak dibayangkan oleh musuh akan terkena serangan,” kata Safieddine.

Menanggapi serangan itu, jet tempur Israel menyerang beberapa peluncur roket Hizbullah di Lebanon selatan, dan target tambahan di kota Ramyeh dan Houla, kata militer.

IDF menerbitkan rekaman beberapa serangan di Lebanon dan beberapa intersepsi pesawat tak berawak di tengah serangan tersebut.

Dikatakan juga pada Kamis pagi kemarin, lokasi Hizbullah di Lebanon selatan, termasuk sebuah bangunan di Shihine dan infrastruktur di daerah Jabal Blat, diserang oleh jet tempur.

Hampir Tiap Hari  Militer Israel Tewas di Tangan Hamas

Hampir setiap hari prajurit militer Israel tewas di tangan kelompok pejuang Islam Hamas saat menjajah dan bertempur di Jalur GazaPalestina.

Kali ini seorang Prajurit Pertahanan Israel (IDF), Sersan Eyal Mimran (20) dari Batalyon ke-101 Brigade Penerjun Payung, asal Ness Ziona tewas di Shejaiya, Kota Gaza pada Kamis (4/7/2024).

Diketahui sekitaran wilayah Shejaiya merupakan tempat militer Israel beroperasi melawan Hamas dalam pertempuran jarak dekat.

Dilansir dari Times of Israel pada Jumat pagi, IDF mengatakan, pasukannya terlibat dalam pertempuran melawan orang-orang bersenjata Hamas di utara, selatan dan tengah Jalur Gaza.

Sementara penduduk Gaza mengatakan mereka masih terkatung-katung mencari tempat yang aman untuk berlindung menyusul perintah evakuasi yang didistribusikan di Khan Younis awal minggu ini.

Kematian Sersan Eyal menambah jumlah terbunuhnya prajurit Israel dalam serangan darat terhadap Hamas di Gaza dan dalam operasi militer di sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza menjadi 325 orang.

Secara terpisah, IDF melaporkan seorang prajurit cadangan dari Brigade Alexandroni terluka parah di Gaza tengah.

Komandan Peleton Israel Tewas di Gaza, Total 324 Militer IDF Mati

Sementara diberitakan sebelumnya, Komandan Peleton Israel di Batalyon Rotem Brigade Givati dari Herzliya, Kapten Roy Miller (21) tewas di Jalur Gaza bagian utara, Rabu (3/7/2024).

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan tewasnya seorang prajurit kemarin dalam pertempuran sebagaimana melansir Times of Israel, Kamis pagi.

"Kematiannya menambah jumlah korban Israel dalam serangan darat terhadap Hamas di Gaza dan dalam operasi militer di sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza menjadi 324," kata IDF.

"Perwira lain dan seorang prajurit dari Batalyon Rotem terluka parah dalam insiden yang sama," militer Israel menambahkan.

New York Times: Militer Israel Kehabisan Amunisi hingga Krisis SDM

Sementara diberitakan sebelumnya, media ternama di Amerika Serikat (AS), The New York Times membongkar kelemahan militer Israel.

Dalam laporannya menyebutkan kalau penjajah Israel itu mulai kehabisan amunisi.

Pejabat keamanan Israel yang dikutip New York Times dalam laporannya juga menguraikan krisis sumber daya manusia yang dihadapi IDF.

Surat kabar tersebut mengutip empat pejabat militer mengatakan, semakin sedikit prajurit cadangan yang melapor untuk bertugas karena perang di Gaza terus berlanjut.

Lima perwira juga mengatakan, para perwira semakin tidak percaya kepada komandan mereka setelah kegagalan tentara pada tanggal 7 Oktober lalu.

“Lima pejabat dan perwira disebutkan mengatakan Israel kehabisan amunisi,” tulis New York Times dilansir Times of Israel pada Rabu (3/7/2024).

Beberapa menambahkan, IDF kekurangan suku cadang untuk kendaraan militer, termasuk tank dan buldoser.

Dua perwira mengatakan bahwa karena kekurangan amunisi, tank Israel di Gaza tidak terisi penuh.

Netanyahu menimbulkan krisis dengan Amerika Serikat selama dua minggu terakhir setelah menuduh Gedung Putih melakukan pengurangan pengiriman senjata ke Israel.

Menteri Pertahanan Yoav Gallant, yang mengunjungi Washington minggu lalu, mengatakan bahwa "kemajuan signifikan" telah dicapai dalam menyelesaikan krisis tersebut.

Mantan penasihat keamanan nasional Israel, Eyal Hulata mengatakan kepada The New York Times bahwa Israel masih mampu melawan Hizbullah.

"Jika kita terseret ke dalam perang yang lebih besar, kita memiliki cukup sumber daya dan tenaga kerja," kata Hulata.

"Namun, kami ingin melakukannya dalam kondisi terbaik yang kami bisa. Dan saat ini, kami tidak memiliki kondisi terbaik," sambungnya.

Semua petugas yang diwawancarai dikatakan setuju dengan penilaian Hulata.

Ketegangan meningkat dengan kelompok pejuang Hizbullah yang didukung Iran selama berminggu-minggu.

Kebakaran melanda wilayah utara pada Senin lalu setelah roket yang diluncurkan dari Lebanon memicu berkobarnya api, rentetan 15 proyektil menghantam kota Kiryat Shmona yang sebagian besar telah dievakuasi pada Selasa.

Mantan anggota kabinet perang Benny Gantz memperingatkan pada Senin lalu bahwa Lebanon dapat segera mulai merasakan perang jika gagal mengendalikan Hizbullah.

Pernyataan Gantz muncul dua minggu setelah IDF mengatakan komandan seniornya telah menyetujui rencana serangan ke Lebanon.

Kemudian pada hari itu, kepala Hizbullah Hassan Nasrallah mengatakan "tidak ada tempat" di Israel yang aman dari rudal kelompok teror tersebut.

Sementara itu, seorang penasihat senior Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran, dikutip di Financial Times pada hari Selasa mengatakan bahwa Republik Islam akan mendukung Hizbullah dengan segala cara jika Israel melancarkan perang di Lebanon.

Laporan itu muncul beberapa hari setelah misi Teheran di PBB mengancam akan " melakukan perang besar-besaran terhadap Israel jika Israel melakukan agresi militer skala penuh di Lebanon.

IDF Percaya Hentikan Perang Cara Terbaik Bebaskan Tawanan

Pejabat di Israel kini tengah pecah kongsi dan kembali menunjukkan tanda terbaru soal keretakan antara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.

Dilaporkan bahwa, para petinggi militer Israel ingin melihat gencatan senjata (menghentikan perang) di Gaza Palestina, bahkan jika kelompok pejuang Islam Hamas tetap menguasai Jalur Gaza sekalipun.

Hal itu sebagaimana mengutip enam pejabat keamanan saat ini dan sebelumnya berdasarkan laporan The New York Times dilansir Times of Israel pada Rabu (3/7/2024).

Para jenderal tersebut dikatakan percaya, gencatan senjata permanen adalah cara terbaik untuk membebaskan para sandera yang masih ditawan Hamas.

Mereka juga dilaporkan mengatakan bahwa IDF perlu mengisi kembali persediaan sebelum konflik yang lebih luas dengan Hizbullah diperkirakan terjadi.

Sebab upaya diplomatik sejauh ini gagal meredakan kekhawatiran akan potensi perang di Lebanon.

The New York Times tidak menyebutkan sejauh mana para jenderal telah mendesak posisi tersebut kepada Netanyahu, yang telah berulang kali berjanji untuk terus berjuang hingga "kemenangan total."

Perdana menteri itu juga mengatakan bahwa Israel sedang kekurangan amunisi, dan menuduh bahwa Gedung Putih menahan pasokan senjata dari negara tersebut.

Laporan The Times merupakan indikasi terbaru adanya keretakan antara Netanyahu dan petinggi militer mengenai perang melawan Hamas.

Sementara Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dengan cepat menanggapi bahwa ini bukanlah pilihan.

Dalam sebuah pernyataan, Netanyahu mengecam sumber anonim yang berbicara kepada media AS tersebut.

"Saya tidak tahu siapa saja pihak-pihak yang tidak disebutkan namanya itu, tetapi saya di sini untuk menjelaskannya dengan tegas: hal itu tidak akan terjadi," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video.

"Kami akan mengakhiri perang hanya setelah kami mencapai semua tujuannya, termasuk penghapusan Hamas dan pembebasan semua sandera kami," sambungnya.

“Eselon politik telah menetapkan tujuan-tujuan ini untuk IDF,” lanjutnya, “dan IDF memiliki semua cara untuk mencapainya.

"Kami tidak akan menyerah pada kekalahan, baik di The New York Times maupun di tempat lain. Kami dipenuhi dengan semangat kemenangan," simpulnya.

IDF juga menanggapi laporan tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka "bertekad untuk terus berjuang hingga mencapai tujuan perang.

"Menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, membawa kembali sandera kami, dan mengembalikan penduduk di utara dan selatan ke rumah mereka dengan selamat," sebut IDF dalam sebuah pernyataan.

“IDF akan terus memerangi Hamas di Jalur Gaza, sambil terus meningkatkan kesiapan kami untuk berperang di utara, dan mempertahankan semua perbatasan kami,” lanjutnya.

Selama kunjungan ke Gaza Selasa kemarin, Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi mengatakan bahwa operasi di Rafah di wilayah kantong selatan itu akan memakan waktu.

"Kami menghitung di Brigade Rafah [Hamas], apa yang kami lihat dengan mata kepala kami sendiri, lebih dari 900 Hamas tewas," kata Halevi kepada pasukan di pangkalan logistik terdepan.

"Termasuk komandan, sedikitnya satu komandan batalyon, banyak komandan kompi, dan banyak operator," sambungnya.

Kepala Staf IDF itu mengatakan, militer akan terus menghancurkan infrastruktur Hamas di Rafah, termasuk terowongannya.

"Butuh waktu, jadi operasi ini panjang karena kami tidak ingin meninggalkan Rafah dengan infrastrukturnya," imbuh Halevi.

Netanyahu Terang-terangan Ingin Dirikan Pemerintah Sipil di Gaza

Sementara diberitakan sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu secara terang-terangan menyampaikan ingin mendirikan pemerintah sipil di Gaza pasca-perang tanpa melibatkan Otoritas Palestina (PA).

Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam beberapa minggu terakhir secara pribadi telah menarik kembali penentangannya terhadap keterlibatan individu-individu yang terkait dengan Otoritas Palestina dalam mengelola Gaza setelah perang melawan Hamas.

Hal ini sebagaimana disampaikan tiga pejabat yang mengetahui masalah tersebut kepada The Times of Israel, dilansir pada Selasa (2/7/2024).

Perkembangan ini terjadi setelah kantor Netanyahu selama berbulan-bulan mengarahkan lembaga keamanan untuk tidak memasukkan otoritas Palestina dalam rencana apa pun untuk pengelolaan Gaza pasca-perang.

Dua pejabat Israel itu mengatakan, perintah tersebut secara signifikan menghambat upaya untuk menyusun proposal realistis pasca-perang yang dikenal sebagai "hari setelahnya."

Secara terbuka, Netanyahu terus menolak gagasan kekuasaan otoritas Palestina atas Jalur Gaza.

Dalam wawancara yang dimuat Channel 14 minggu lalu, perdana menteri Israel itu tidak akan mengizinkan negara Palestina didirikan di wilayah pesisir tersebut.

"Tidak siap untuk memberikan [Gaza] kepada PA," ucap Netanyahu.

Sebaliknya, dia mengatakan kepada jaringan sayap kanan bahwa ia ingin mendirikan pemerintahan sipil di Gaza.

“Pemerintahan sipil, jika memungkinkan dengan warga Palestina setempat dan mudah-mudahan dengan dukungan dari negara-negara di kawasan tersebut,” ucap Netanyahu.

Namun secara pribadi, para pembantu utama Netanyahu menyimpulkan, individu-individu yang memiliki hubungan dengan PA adalah satu-satunya pilihan yang layak bagi Israel jika ingin mengandalkan warga Palestina setempat untuk mengelola urusan sipil di Gaza pasca-perang.

Hal itu sebagaimana dikonfirmasi dua pejabat Israel dan satu pejabat AS selama seminggu terakhir.

“Warga Palestina Lokal adalah kode untuk individu yang berafiliasi dengan PA,” kata seorang pejabat keamanan Israel.

Dua pejabat Israel menjelaskan, individu yang dimaksud adalah warga Gaza yang digaji oleh PA yang mengelola urusan sipil di Jalur Gaza hingga Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007, dan sekarang sedang diselidiki oleh Israel.

Pejabat Israel lainnya mengatakan kantor Netanyahu mulai membedakan antara pimpinan PA yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dengan pegawai Otoritas Palestina tingkat bawah yang merupakan bagian dari lembaga yang sudah ada di Gaza untuk urusan administratif.

Otoritas Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dianggap belum secara terbuka mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya