Hotel-hotel di Korea Selatan Larang Anak di Kolam Renang, Kenapa?

Jakarta -
Hotel-hotel di Korea Selatan menerapkan kebijakan aneh untuk kolam renang. Anak-anak dilarang berada di kolam renang.
Melansir Nation Thailand, Senin (8/7/2024), kebijakan itu berelasi dengan angka kelahiran rendah di Korsel. Kondisi tersebut membuat banyak wisatawan berlibur tanpa membawa anak.
Nah, pelanggan yang mayoritas tamu dewasa itu diberi kenyamanan semaksimal mungkin. Tamu-tamu dijamin tidak akan terganggu anak-anak saat berada di kolam renang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di antara hotel yang menerapkan kebijakan itu adalah Lotte Hotel Busan. Hotel itu mengoperasikan kolam renang luar ruangan khusus untuk orang dewasa setelah matahari terbenam. Kebijakan tersebut berlaku sejak tahun lalu. Pengelola merujuk banyaknya tamu berusia 20-30an kerap menggunakan kolam renang pada malam hari.
"Di malam hari, kami menyediakan bir tanpa batas dan mengadakan pertunjukan DJ, yang tidak cocok untuk anak-anak," kata juru bicara hotel.
"Keluarga dengan anak-anak masih bisa menggunakan kolam renang di siang hari atau kolam renang dalam ruangan bahkan di malam hari," dia menambahkan.
Hotel lain adalah Park Roche, resor di Jeongseon, Provinsi Gangwon. Hotel itu juga mengizinkan pelanggan yang berusia di atas 16 tahun untuk mengakses kolam renang dalam ruangan dan sauna. Namun, kolam renang luar ruangan terbuka dapat diakses untuk segala usia.
Bahkan, Douglas House di Grand Walkerhill di Seoul tidak menawarkan akomodasi untuk anak di bawah 13 tahun juga peliharaan. Mereka menyebut hal tersebut demi memprioritaskan kenyamanan, istirahat, dan tidur nyenyak bagi para tamu. Selain hotel-hotel tersebut, masih banyak hotel lainnya yang memiliki kebijakan serupa.
Tren itu disebut muncul di tengah peningkatan jumlah tempat 'tanpa anak-anak' di negara itu. Kondisi itu menimbulkan perdebatan di antara warga. Kim Young-ae (45) yang kendati seorang ibu, tetapi ia memaklumi kebijakan itu.
"Suatu ketika, saya dan suami saya menginap di sebuah hotel mewah setelah menitipkan anak laki-laki kami kepada neneknya. Kami ingin bersantai di kolam renang pada malam hari, namun kami tidak bisa melakukannya karena ada dua anak yang berteriak-teriak dan berlarian, dan orang tua mereka tidak peduli," kata Kim.
Di sisi lain, seorang ayah dari dua anak, Park Ju-hyuck, mengungkapkan keprihatinannya atas tren yang sedang berkembang. Dia menilai kebijakan itu sebagai bentuk diskriminasi.
"Saya mengerti bahwa hotel-hotel memisahkan area khusus anak-anak dan area bebas anak bagi mereka yang ingin tetap tenang. Tapi membuat semua area menjadi zona tanpa anak tidak dapat dimengerti. Jika seluruh area dilarang hanya karena mereka masih anak-anak, keluarga akan dirugikan setelah membayar biaya yang sama," kata Park.
"Hanya sedikit orang tua yang tidak mampu mengontrol anak-anak mereka. Kebanyakan orang tua sangat berhati-hati agar anak-anak mereka tidak menyebabkan ketidaknyamanan. Jika ada yang menyebabkan masalah, mereka harus diusir. Melarang anak-anak sepenuhnya karena mereka masih anak-anak adalah diskriminasi," dia menambahkan.
Namun, karena hotel adalah bisnis swasta, maka hotel memiliki hak menjalankan kebijakan dan peraturan masing-massing. Seorang profesor di departemen konsumen Universitas Inha, Lee Eun-hee, mengungkapkan bahwa hotel memiliki hak untuk menentukan kebijakan karena karena bukan organisasi yang dikelola oleh negara atau organisasi sosial.
"Di antara para pelanggan, terdapat berbagai macam hak, seperti hak untuk bersama dengan anak-anak dan hak untuk tidak diganggu. Di antara hak-hak yang saling bertentangan itu, perusahaan memiliki hak operasional untuk memilih ke arah yang membantu penjualan," ujar dia.
Profesor Kwak Geum-joo dari departemen psikologi Universitas Nasional Seoul menilai munculnya tren itu menjadi pertanda adanya pengelompokan masyarakat yang tidak biasa. Dia tetap menyerahkan kebijakan operasional hotel kepada masing-masing manajemen.
"Sepertinya masyarakat bergerak ke arah makin menipisnya toleransi dan ketidakmampuan menanggung sedikit ketidaknyamanan. Meskipun perusahaan dapat meningkatkan pendapatan melalui kebijakan eksklusif, saya rasa tren seperti ini tidak akan memberikan dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan," kata dia.
(wkn/fem)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar