Kepala IDF Lengser, Kecam Pemimpin Israel Gagal Kendalikan Kebrutalan: Ini Bukan Jalan Taurat - Halaman all - Serambinews

SERAMBINEWS.COM - Kepala Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Tepi Barat yang akan segera lengser, mengecam para pemimpin Israel karena gagal mengendalikan kebrutalan dan kekerasan terhadap warga Palestina.
Kepala Komando Pusat IDF yang akan lengser, Mayjen Yehuda Fox mengecam para pemimpin pemukim karena gagal mengekang kekerasan dan serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat dalam beberapa bulan terakhir.
Menurutnya, beberapa warga Israel telah mengadopsi cara musuh dengan melakukan kekerasan terhadap masyarakat Palestina di Tepi Barat.
Pernyataan itu disampaikan saat upacara serah terima kendali Komando Pusat kepada Mayjen Avi Bluth di markas besar IDF, Yerusalem, Senin (8/7/2024).
Dia mengatakan, meskipun sebagian besar pemukim Israel di Tepi Barat adalah warga negara yang bermoral dan taat hukum, dalam beberapa bulan terakhir kejahatan nasionalis muncul di bawah naungan perang.
"Kejahatan ini menimbulkan kekacauan dan ketakutan pada penduduk Palestina yang tidak menimbulkan ancaman apa pun," kata Fox dilansir dari Times of Israel, Selasa siang.
"Sayangnya, para pemimpin (pemukim) setempat, dan sebagian besar pemimpin agama, tidak melihat ancaman itu seperti kami," sambungnya.
Baca juga: Anggota Parlemen Senior Israel Keceplosan soal Pemerintahan Negaranya Tidak akan Berumur Panjang
Baca juga: Bikin IDF Deg-degan, Objek Mencurigakan Lewat Menuju Langit Israel
Mereka menurutnya, terhalang dan tidak menemukan kekuatan untuk menentangnya secara terbuka.
Meskipun para pelakunya adalah minoritas orang Israel terhadap warga Gaza, para pemimpin yang diam dalam menghadapi kejahatan tersebut menimbulkan kritik terhadap semua pemukim.
“Menurut saya, ini bukan Yahudi. Setidaknya bukan Yahudi yang saya anut sejak kecil di rumah ayah dan ibu saya," kata Fox.
"Ini bukan jalan Taurat. Ini adalah mengadopsi jalan musuh," tambahnya.
Dikatakannya, kepedulian terhadap kehidupan warga sipil Palestina yang bekerja bukan hanya menjadi tanggung jawab komandan Komando Pusat berdasarkan hukum, dan bukan hanya nilai moral, tetapi juga melayani kepentingan keamanan Israel.
"Merupakan tanggung jawab saya untuk bertindak. Sayangnya, saya tidak selalu berhasil," ungkap Fox.
"Warga Israel dan Palestina berkendara di jalan yang sama dan hidup berdampingan. Meskipun saat ini menghadapi tantangan besar, kita harus menemukan cara yang tepat untuk menjamin kehidupan sipil yang meneguhkan," sambungnya.
Baca juga: Hampir Tiap Hari Militer Israel Tewas di Tangan Hamas saat Menjajah Gaza Palestina
Mengenai Otoritas Palestina (PA), Fox mengatakan, Kemampuan Komando Pusat untuk melaksanakan tugasnya juga bergantung pada keberadaan PA yang berfungsi dan kuat, dengan mekanisme keamanan yang efektif, menjaga hukum dan ketertiban.
"Secara proaktif merusak realitas keamanan di bidang ini membahayakan keamanan Negara Israel," kata Fox.
Para pemimpin pemukim di Knesset, khususnya Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, telah berulang kali berupaya melemahkan PA dengan dalih mengobarkan teror.
Fox yang pensiun setelah 36 tahun berkarir di militer itu, telah menghadapi kritik pedas dari para aktivis pemukim selama menjabat sebagai komandan regional.
Dia dituduh lebih memihak Palestina daripada pemukim.
Diketahui dalam beberapa bulan terakhir, telah terjadi insiden pemukim liar yang mengamuk di kota-kota Palestina dan komunitas pertanian.
Kekerasan pemukim meningkat setelah pembantaian 7 Oktober yang dilakukan oleh kelompok pejuang Islam Hamas di Israel selatan.
Pembantaian itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan 251 orang disandera. Meski demikian menurut lembaga pengawas, kekerasan sudah meningkat sebelum itu.
Anggota Parlemen Senior Keceplosan, Pemerintahan Israel Tak akan Berumur Panjang
Sementara pada kesempatan lain, diberitakan sebelumnya kalau anggota parlemen senior Israel, Moshe Gafni mengisyaratkan pemerintahan negaranya tidak akan berumur panjang.
Anggota parlemen dari United Torah Judaism atau koalisi Haredi Ashkenazi yang menolak zionisme dan pertikaian itu menyampaikannya langsung di Komite Keuangan (Banggar) Knesset, Senin (8/7/2024).
Awalnya dalam rapat itu, Moshe menanggapi Anggota Knesset (Parlemen Israel) Partai Yesh Atid, Naor Shiri mengenai alasan sekolah-sekolah di Kota Alma wilayah utara tidak diperkuat oleh pemerintah.
"Kekuatannya lemah," tuding Moshe terhadap pemerintahan Israel dilansir dari Times of Israel, Selasa siang.
Hal itu kemudian langsung dibalas oleh anggota parlemen dari partai politik Zionis liberal berhaluan tengah di Israel.
"Jika kamu lemah, rumah ini bisa dibubarkan," balas Shiri.
Pernyataan itu membuat Gafni keceplosan, "ke sanalah tujuan kita."
Komentar Gafni kemudian ia tarik kembali, pernyataan itu muncul hanya lima minggu setelah ia mengancam akan meninggalkan jabatannya sebagai ketua komite yang berpengaruh atas perselisihan mengenai pendanaan pendidikan ultra-Ortodoks.
Pernyataan itu tampaknya menjadi tanda keraguan terbaru di antara anggota koalisi garis keras Netanyahu bahwa mereka dapat terus menjaga persatuan pemerintah.
Berita Lainnya: IDF Deg-degan, Objek Mencurigakan Lewat Menuju Langit Israel
Sementara diberitakan sebelumnya objek mencurigakan lewat menuju langit Israel, sempat bikin Pasukan Pertahanan Israel (IDF) deg-degan.
Objek mencurigakan tersebut bergerak menuju Israel selatan dari arah timur.
Pihaknya mencegat target yang mencurigakan tersebut menggunakan jet tempurnya yang diduga bakal meledakan Israel.
"Objek tersebut tidak melintasi wilayah udara Israel dan tidak ada sirene yang diaktifkan," tulis IDF dalam keterangannya dilansir dari Times of Israel, Selasa (9/7/2024).
Militer Israel Kehabisan Amunisi hingga IDF Krisis SDM
Sementara diberitakan sebelumnya, media ternama di Amerika Serikat (AS), The New York Times membongkar kelemahan militer Israel, dalam laporannya menyebutkan kalau penjajah itu mulai kehabisan amunisi.
Pejabat keamanan Israel yang dikutip New York Times dalam laporannya juga menguraikan krisis sumber daya manusia yang dihadapi Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Surat kabar tersebut mengutip empat pejabat militer mengatakan, semakin sedikit prajurit cadangan yang melapor untuk bertugas karena perang di Gaza terus berlanjut.
Lima perwira juga mengatakan, para perwira semakin tidak percaya kepada komandan mereka setelah kegagalan tentara pada tanggal 7 Oktober lalu.
“Lima pejabat dan perwira disebutkan mengatakan Israel kehabisan amunisi,” tulis New York Times dilansir Times of Israel pada Rabu (3/7/2024).
Beberapa menambahkan, IDF kekurangan suku cadang untuk kendaraan militer, termasuk tank dan buldoser.
Dua perwira mengatakan bahwa karena kekurangan amunisi, tank Israel di Gaza tidak terisi penuh.
Netanyahu menimbulkan krisis dengan Amerika Serikat selama dua minggu terakhir setelah menuduh Gedung Putih melakukan pengurangan pengiriman senjata ke Israel.
Menteri Pertahanan Yoav Gallant, yang mengunjungi Washington minggu lalu, mengatakan bahwa "kemajuan signifikan" telah dicapai dalam menyelesaikan krisis tersebut.
Mantan penasihat keamanan nasional Israel, Eyal Hulata mengatakan kepada The New York Times bahwa Israel masih mampu melawan Hizbullah.
"Jika kita terseret ke dalam perang yang lebih besar, kita memiliki cukup sumber daya dan tenaga kerja," kata Hulata.
"Namun, kami ingin melakukannya dalam kondisi terbaik yang kami bisa. Dan saat ini, kami tidak memiliki kondisi terbaik," sambungnya.
Semua petugas yang diwawancarai dikatakan setuju dengan penilaian Hulata.
Ketegangan meningkat dengan kelompok pejuang Hizbullah yang didukung Iran selama berminggu-minggu.
Kebakaran melanda wilayah utara pada Senin lalu setelah roket yang diluncurkan dari Lebanon memicu berkobarnya api, rentetan 15 proyektil menghantam kota Kiryat Shmona yang sebagian besar telah dievakuasi pada Selasa.
Mantan anggota kabinet perang Benny Gantz memperingatkan pada Senin lalu bahwa Lebanon dapat segera mulai merasakan perang jika gagal mengendalikan Hizbullah.
Pernyataan Gantz muncul dua minggu setelah IDF mengatakan komandan seniornya telah menyetujui rencana serangan ke Lebanon.
Kemudian pada hari itu, kepala Hizbullah Hassan Nasrallah mengatakan "tidak ada tempat" di Israel yang aman dari rudal kelompok teror tersebut.
Sementara itu, seorang penasihat senior Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran, dikutip di Financial Times pada hari Selasa mengatakan bahwa Republik Islam akan mendukung Hizbullah dengan segala cara jika Israel melancarkan perang di Lebanon.
Laporan itu muncul beberapa hari setelah misi Teheran di PBB mengancam akan " melakukan perang besar-besaran terhadap Israel jika Israel melakukan agresi militer skala penuh di Lebanon.
IDF Percaya Hentikan Perang Cara Terbaik Bebaskan Tawanan
Pejabat di Israel kini tengah pecah kongsi dan kembali menunjukkan tanda terbaru soal keretakan antara IDF dan Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.
Dilaporkan bahwa, para petinggi militer Israel ingin melihat gencatan senjata (menghentikan perang) di Gaza Palestina, bahkan jika kelompok pejuang Islam Hamas tetap menguasai Jalur Gaza sekalipun.
Hal itu sebagaimana mengutip enam pejabat keamanan saat ini dan sebelumnya berdasarkan laporan The New York Times.
Para jenderal tersebut dikatakan percaya, gencatan senjata permanen adalah cara terbaik untuk membebaskan para sandera yang masih ditawan Hamas.
Mereka juga dilaporkan mengatakan bahwa IDF perlu mengisi kembali persediaan sebelum konflik yang lebih luas dengan Hizbullah diperkirakan terjadi.
Sebab upaya diplomatik sejauh ini gagal meredakan kekhawatiran akan potensi perang di Lebanon.
The New York Times tidak menyebutkan sejauh mana para jenderal telah mendesak posisi tersebut kepada Netanyahu, yang telah berulang kali berjanji untuk terus berjuang hingga "kemenangan total."
Perdana menteri itu juga mengatakan bahwa Israel sedang kekurangan amunisi, dan menuduh bahwa Gedung Putih menahan pasokan senjata dari negara tersebut.
Laporan The Times merupakan indikasi terbaru adanya keretakan antara Netanyahu dan petinggi militer mengenai perang melawan Hamas.
Sementara Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dengan cepat menanggapi bahwa ini bukanlah pilihan.
Dalam sebuah pernyataan, Netanyahu mengecam sumber anonim yang berbicara kepada media AS tersebut.
"Saya tidak tahu siapa saja pihak-pihak yang tidak disebutkan namanya itu, tetapi saya di sini untuk menjelaskannya dengan tegas: hal itu tidak akan terjadi," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video.
"Kami akan mengakhiri perang hanya setelah kami mencapai semua tujuannya, termasuk penghapusan Hamas dan pembebasan semua sandera kami," sambungnya.
“Eselon politik telah menetapkan tujuan-tujuan ini untuk IDF,” lanjutnya, “dan IDF memiliki semua cara untuk mencapainya.
"Kami tidak akan menyerah pada kekalahan, baik di The New York Times maupun di tempat lain. Kami dipenuhi dengan semangat kemenangan," simpulnya.
IDF juga menanggapi laporan tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka "bertekad untuk terus berjuang hingga mencapai tujuan perang.
"Menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, membawa kembali sandera kami, dan mengembalikan penduduk di utara dan selatan ke rumah mereka dengan selamat," sebut IDF dalam sebuah pernyataan.
“IDF akan terus memerangi Hamas di Jalur Gaza, sambil terus meningkatkan kesiapan kami untuk berperang di utara, dan mempertahankan semua perbatasan kami,” lanjutnya.
Selama kunjungan ke Gaza Selasa kemarin, Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi mengatakan bahwa operasi di Rafah di wilayah kantong selatan itu akan memakan waktu.
"Kami menghitung di Brigade Rafah [Hamas], apa yang kami lihat dengan mata kepala kami sendiri, lebih dari 900 Hamas tewas," kata Halevi kepada pasukan di pangkalan logistik terdepan.
"Termasuk komandan, sedikitnya satu komandan batalyon, banyak komandan kompi, dan banyak operator," sambungnya.
Kepala Staf IDF itu mengatakan, militer akan terus menghancurkan infrastruktur Hamas di Rafah, termasuk terowongannya.
"Butuh waktu, jadi operasi ini panjang karena kami tidak ingin meninggalkan Rafah dengan infrastrukturnya," imbuh Halevi.
Netanyahu Terang-terangan Ingin Dirikan Pemerintah Sipil di Gaza
Sementara diberitakan sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu secara terang-terangan menyampaikan ingin mendirikan pemerintah sipil di Gaza pasca-perang tanpa melibatkan Otoritas Palestina (PA).
Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam beberapa minggu terakhir secara pribadi telah menarik kembali penentangannya terhadap keterlibatan individu-individu yang terkait dengan Otoritas Palestina dalam mengelola Gaza setelah perang melawan Hamas.
Hal ini sebagaimana disampaikan tiga pejabat yang mengetahui masalah tersebut kepada The Times of Israel, dilansir pada Selasa (2/7/2024).
Perkembangan ini terjadi setelah kantor Netanyahu selama berbulan-bulan mengarahkan lembaga keamanan untuk tidak memasukkan otoritas Palestina dalam rencana apa pun untuk pengelolaan Gaza pasca-perang.
Dua pejabat Israel itu mengatakan, perintah tersebut secara signifikan menghambat upaya untuk menyusun proposal realistis pasca-perang yang dikenal sebagai "hari setelahnya."
Secara terbuka, Netanyahu terus menolak gagasan kekuasaan otoritas Palestina atas Jalur Gaza.
Dalam wawancara yang dimuat Channel 14 minggu lalu, perdana menteri Israel itu tidak akan mengizinkan negara Palestina didirikan di wilayah pesisir tersebut.
"Tidak siap untuk memberikan [Gaza] kepada PA," ucap Netanyahu.
Sebaliknya, dia mengatakan kepada jaringan sayap kanan bahwa ia ingin mendirikan pemerintahan sipil di Gaza.
“Pemerintahan sipil, jika memungkinkan dengan warga Palestina setempat dan mudah-mudahan dengan dukungan dari negara-negara di kawasan tersebut,” ucap Netanyahu.
Namun secara pribadi, para pembantu utama Netanyahu menyimpulkan, individu-individu yang memiliki hubungan dengan PA adalah satu-satunya pilihan yang layak bagi Israel jika ingin mengandalkan warga Palestina setempat untuk mengelola urusan sipil di Gaza pasca-perang.
Hal itu sebagaimana dikonfirmasi dua pejabat Israel dan satu pejabat AS selama seminggu terakhir.
“Warga Palestina Lokal adalah kode untuk individu yang berafiliasi dengan PA,” kata seorang pejabat keamanan Israel.
Dua pejabat Israel menjelaskan, individu yang dimaksud adalah warga Gaza yang digaji oleh PA yang mengelola urusan sipil di Jalur Gaza hingga Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007, dan sekarang sedang diselidiki oleh Israel.
Pejabat Israel lainnya mengatakan kantor Netanyahu mulai membedakan antara pimpinan PA yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dengan pegawai Otoritas Palestina tingkat bawah yang merupakan bagian dari lembaga yang sudah ada di Gaza untuk urusan administratif.
Otoritas Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dianggap belum secara terbuka mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar