Tak Punya Banyak Prajurit, Ukraina Hanya Bisa Serang Balik Rusia Dengan Drone dan Rudal dari Barat - Halaman all - TribunNews
Tak Punya Banyak Prajurit, Ukraina Hanya Bisa Serang Balik Rusia Dengan Drone dan Rudal dari Barat - Halaman all - TribunNews
TRIBUNNEWS.COM -- Serangan balik yang dulu digembar-gemborkan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky hingga kini belum juga digelar.
Belum terealisasinya operasi ofensif tersebut menimbulkan rasa pesimistis pihak Barat. Media-media Barat pun memperkirakan bahwa pasukan Ukraina saat ini semakin berkurang.
Bahkan perekrutan yang didukung leh UU Mobilisasi yang dilakukan saat ini ditanggapi dengan skeptis.
Baca juga: Dikenal Dekat Dengan Rusia Presiden Hongaria Temui Zelensky di Kiev, Ini Reaksi Kremlin
Media Amerika Serikat Wall Street Journal menyebutkan bahwa dua negara yang sedang berseteru sedang mengalami permasalahan kekurangan prajurit sehingga tidak terjadi terobosan berarti dari keduanya.
Ukraina disebut WSJ, saat ini hanya mengandalkan drone-drone dan rudal dari Barat untuk menyerang Rusia.
“Bagi Ukraina, setelah serangan balasan yang gagal pada musim panas lalu, tugas mereka saat ini adalah menggunakan senjata baru dari Barat untuk mempertahankan posisinya,” kata outlet tersebut pada hari Senin (1/7/2024).
WSJ mencatat bahwa Kiev hanya memiliki sedikit prospek untuk mencapai lebih dari sekedar mempertahankan garis depan dalam beberapa bulan mendatang.
Pasukan Zelensky pun memilih untuk menyerang Krimea dengan rudal jarak jauh yang dipasok oleh AS.
Kiev disebut telah mampu mengganti kerugian dan membangun sejumlah cadangan. Namun demikian, seorang pejabat Barat mengatakan Ukraina butuh ekuatan yang sangat besar untuk melancarkan serangan besar apa pun. Dan itu sulit terpenuhi.
Baca juga: Gempur Donetsk Dengan 2.793 Serangan, Rusia Klaim Rebut Spornoye dan Novoaleksandrovka
Sementara Die Welt Am Sonntag atau DW pesimis dengan Langkah Ukraina.
Media asal Jerman tersebut menyatakan bahwa pasukan Vladimir Putin masih lebih kuat di segala lini dari Ukraina.
Seperti halnya WSJ, DW juga menuliskan bahwa masalah terbesar Ukraina adalah kurangnya pasukan. Karena sejak awal perang, negara ini telah kehilangan enam digit tentara yang terbunuh atau terluka.
Untuk menutupi kerugian dan membentuk brigade baru, Ukraina membutuhkan setidaknya 200.000 tentara pada akhir tahun ini, atau 50.000 tentara per kuartal.
Namun sumber DW mengatakan bahwa Ukraina kesulitan untuk memenuhi kebutuhan ersebut.
Skema mobilisasi terbaru diharapkan dapat merekrut hingga 10.000 orang dari penjara, berdasarkan undang-undang yang disetujui oleh Kiev pada bulan Mei.
Sejauh ini, 2.800 narapidana telah mendaftar ke militer, kata Die Welt, mengutip angka dari pemerintah Ukraina.
Para narapidana dijanjikan pelatihan yang layak selama enam bulan dan gaji bulanan sekitar 100.000 hryvnia (hampir $2.500), lebih banyak jika mereka bertugas di ‘brigade penyerangan’ garis depan.
Seorang terpidana, yang diidentifikasi hanya sebagai Yuri, mengatakan dia tetap tidak akan mendaftar wajib militer.
“Kekhawatirannya adalah kami akan terlempar ke garis depan sebagai umpan meriam dan habis digunakan pada gelombang pertama,” katanya kepada media Jerman.
“Karena banyak orang menganggap narapidana sebagai sampah masyarakat.”
Presiden Rusia Vladimir Putin dikutip dari Russia Today mengatakan, kerugian yang dialami Ukraina dperkirakan sebesar 50.000 orang per bulan, dimana sekitar setengahnya tidak dapat diperbaiki, dan mencatat bahwa jumlah korban di Rusia lima kali lebih rendah.
Komentar
Posting Komentar