Kampanye Boikot Liburan ke Korea Selatan Muncul Lagi di Thailand, Bikin Jepang dan China Ketiban Durian Runtuh - Lifestyle Liputan6
Kampanye Boikot Liburan ke Korea Selatan Muncul Lagi di Thailand, Bikin Jepang dan China Ketiban Durian Runtuh - Lifestyle Liputan6
Tagar "Ban Korea" yang merupakan kampanye boikot liburan ke Korea Selatan mulai menyebar di X, dulunya Twitter, pada kuartal terakhir tahun lalu.
diperbarui 14 Agu 2024, 07:00 WIBDiterbitkan 14 Agu 2024, 07:00 WIB
Penumpang melihat layar jadwal penerbangan di Bandara Suvarnabhumi di Bangkok, saat Thailand melanjutkan skema perjalanan bebas karantina untuk pelancong yang divaksinasi, Selasa (1/2/2022). Program ini sebelumnya ditangguhkan karena melonjaknya kasus Covid-19 di Thailand. (Jack TAYLOR/AFP)
Liputan6.com, Jakarta - Turis Thailand kembali menggaungkan tagar "Ban Korea" di media sosial. Sementara perjalanan ke Korea Selatan diboikot, pelancong dari Negeri Gajah Putih dilaporkan menunjukkan preferensi perjalanan ke Jepang dan China, membuat kedua negara bak ketiban durian runtuh.
Dari sudut pandang turis Thailand, melansir Nikkei Asia, Selasa, 13 Agustus 2024, masalah pemeriksaan imigrasi yang ketat di Korea Selatan telah memburuk sejak tahun lalu. Setelah mendarat di negara tersebut, beberapa warga Thailand yang telah mengantongi visa elektronik ditolak petugas imigrasi. Korea Selatan menyalahkan masalah ini pada pekerja ilegal yang datang dari Thailand.
"Saya ditolak imigrasi dan segera dipulangkan ke Bangkok tahun lalu," kata Eve Khokesuwan, seorang pembantu rumah tangga berusia 42 tahun dari kota Kalasin. Karena tidak bisa berbahasa Inggris dengan lancar, ia tidak punya pilihan selain mematuhi otoritas Korea. "Saya tidak ingin pergi ke Korea lagi karena itu adalah perjalanan paling menegangkan yang pernah ada. Saya merasakan kesan yang sangat buruk (terhadap Korea Selatan)," katanya.
Tagar "Ban Korea" mulai menyebar di X, dulunya Twitter, pada kuartal terakhir tahun lalu. Kemudian dalam empat bulan pertama tahun ini, jumlah warga Thailand yang mengunjungi Korea Selatan turun 21 persen dibandingkan trimester tahun sebelumnya, menjadi 119 ribu, menurut Organisasi Pariwisata Korea. Pada 2019, sebelum Covid-19 menghentikan perjalanan global, 572 ribu turis Thailand berhasil melewati imigrasi Korea Selatan.
Meski terjemahan bahasa Inggris dari tagar tersebut tampaknya membawa konotasi negatif, ini merupakan gerakan boikot, bukan penghinaan terhadap budaya. Hal ini juga merupakan peningkatan terbaru dalam serangkaian langkah yang dimulai ketika Korea Selatan mencoba memudahkan perjalanan ke negara tersebut.
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Sebabkan Pekerja Ilegal
Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan. (dok. Instagram @incheon_airport/https://www.instagram.com/p/CLBhONclr63/)
"Kami mendengar tentang 'Ban Korea' beberapa bulan lalu," kata Yuttachai Suntornrattanavert, wakil presiden Asosiasi Agen Perjalanan Thailand (TTAA), sebuah asosiasi perusahaan perjalanan keluar. "Tapi, ini adalah pertama kalinya kami melihat dampak yang terukur."
Sebelum pandemi, Korea Selatan mulai mengizinkan warga negara Thailand dan turis asing lain untuk tinggal hingga 90 hari jika mereka mendapat persetujuan sebelumnya dari Otorisasi Perjalanan Elektronik Korea, yang juga dikenal sebagai visa K-ETA. Peluang mengantongi visa mendorong sebagian warga Thailand melakukan perjalanan ke Korea Selatan, mencari pekerjaan, dan tinggal hingga 90 hari sambil mendapatkan penghasilan tiga hingga empat kali upah minimum harian di negara asal mereka.
Korea Selatan mengatakan, para pekerja ilegal menyebabkan masalah sosial dan mereka terlibat dalam aktivitas kriminal, sehingga memaksa pejabat imigrasi memasukkan pelancong Thailand dengan visa K-ETA melalui pemeriksaan sekunder. Menurut data pemerintah Korea Selatan, terdapat 157 ribu warga negara Thailand yang tinggal secara ilegal pada September 2023, tiga kali lipat dari jumlah yang tercatat pada 2015.
Pihaknya mengatakan tahun lalu bahwa sejak 2016, warga negara Thailand merupakan bagian terbesar dari orang asing yang tinggal di negara tersebut secara ilegal. Ketika Kementerian Tenaga Kerja Thailand pada 2023 membuka saluran bagi warga Thailand yang tinggal secara ilegal di Korea Selatan untuk kembali ke rumah, 2.601 orang mendaftar.
Awal Gerakan Boikot Liburan ke Korea Selatan
Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan. (dok. Instagram @incheon_airport/https://www.instagram.com/p/CGzJxlfgSSQ/)
Gerakan "Ban Korea" awalnya muncul di Thailand ketika tindakan agen imigrasi Korea Selatan sebelum pandemi mulai merugikan wisatawan Thailand yang memasuki wilayah itu dengan legal. Banyak warga Thailand yang ditolak setelah mendarat di Korea Selatan, dan tidak mempunyai cara mendapatkan kembali uang muka tiket pesawat, hotel, atau tur mereka.
Yang lebih merugikan adalah stempel penolakan yang ditempelkan petugas imigrasi Korea Selatan di paspor mereka, sehingga mempersulit mereka untuk memasuki negara lain. Tagar ini kembali ramai dalam beberapa bulan terakhir, namun Wakil Presiden TTAA Yuttachai mengaitkan penurunan jumlah wisatawan Thailand ke Korea Selatan karena relatif sedikitnya jumlah tempat wisata di negara tersebut.
Ia mengklaim, atraksi-atraksi yang ditawarkan Korea Selatan dipopulerkan oleh film-film terkenal dan acara Netflix, sehingga hanya bersifat sementara. Selain memiliki lebih banyak atraksi, menurut Yuttachai, China dan Jepang menawarkan beberapa daya tarik non-wisata yang besar, seperti bebas visa dan pilihan wisata yang lebih murah, ditambah "pemandangan menakjubkan dan suasana yang menyenangkan."
Suthana Sombutsatien, seorang pekerja kantoran berusia 30 tahun, membatalkan perjalanan ke Korea Selatan dan mengalihkan rencana liburan ke Jepang tahun lalu. Ia mengatakan, alasan perubahan tujuan adalah "biaya perjalanan yang lebih murah karena melemahnya yen (terhadap baht),” dan menambahkan bahwa temannya "mengalami penolakan dari imigrasi Korea.”
Menurutnya, temannya ditolak dan tidak dapat menerima kompensasi apapun dari otoritas Korea Selatan untuk pemesanan hotel. Suthana akhirnya merasa "berisiko" untuk melakukan perjalanan ke negara tersebut.
Lebih Murah dari Korea Selatan
Petugas berpura-pura memasuki jalur masuk baru di Bandara Internasional Suvarnabhumi saat mereka berlatih prosedur untuk pembukaan kembali Thailand, di Bangkok, Rabu (27/10/2021). Mulai 1 November, Thailand akan dibuka kembali tanpa karantina untuk yang divaksinasi penuh. (Lillian SUWANRUMPHA/AFP)
TTAA memperkirakan bahwa setelah China membebaskan visa masuk pada 1 Maret 2024, 1,2 juta warga Thailand akan mengunjungi negara tersebut tahun ini, hampir dua kali lipat dari 693.818 perjalanan pada 2019. "Tiongkok lebih menarik karena merupakan negara besar dengan beberapa pemandangan alam yang indah dan situs bersejarah yang patut dikunjungi," kata seorang pemandu asal Thailand dari perusahaan tur keluar. "Biaya perjalanan ke sana juga tidak terlalu mahal.”
Menurut Wakil Presiden TTAA Yuttachai, tur China selama empat hari menghabiskan biaya sekitar 22 ribu baht (sekitar hampir Rp10 juta) per orang, lwnin muran dari biaya perjalanan serupa ke Korea Selatan sebesar 30 ribu baht (sekitar Rp13,5 juta). Dengan meningkatnya permintaan, Thai Airways telah meningkatkan jumlah penerbangan ke China dari tujuh jadi 11 per minggu, khususnya ke dan dari Beijing, Shanghai, dan Kunming.
Jepang juga lebih murah. Faktanya, negara ini mengalami lonjakan jumlah wisatawan yang sebagian besar disebabkan melemahnya nilai yen secara historis. Kota-kota metropolitan yang ramai di negara ini, bentang alam yang menakjubkan, dan budaya yang unik merupakan daya tarik tambahannya. Di Korea Selatan, pelaku industri pariwisata mengatakan, mereka belum merasakan dampak signifikan dari kampanye boikot tersebut.
“Kami tidak tahu banyak mengenai penurunan wisatawan Thailand,” kata seorang manajer di Asosiasi Agen Perjalanan Korea. Namun, Korea Selatan berusaha mempertahankan posisinya sebagai tujuan wisata utama Asia dengan mengumumkan visa baru khusus bagi peminat budaya pop Korea Selatan. Visa Hallyu akan memungkinkan orang yang bukan warga negara untuk mendaftar di akademi seni pertunjukan lokal dan tinggal di negara tersebut hingga dua tahun.
Wisata urban adalah wisata yang menjadikan ruang-ruang publik kota dan pengalaman hidup di perkotaan sebagai atraksi utama. (Dok: Liputan6.com/Trisyani)
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komentar
Posting Komentar