Pengusaha Ungkap Alasan Ekspor Minyak Sawit Mentah RI Turun di 2024, Ada Apa? - inews

 

Pengusaha Ungkap Alasan Ekspor Minyak Sawit Mentah RI Turun di 2024, Ada Apa?

ilustrasi ekspor minyak kelapa sawit RI turun di 2024 (Foto:ist)

BELITUNG TIMUR, iNews.id - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menjelaskan saat ini ekspor sawit mengalami penurunan. Khususnya komoditas Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah.

Menurut Eddy penyebab penurunan ekspor minyak sawit mentah di tahun ini karena harga penjualannya relatif mahal. Sedangkan, harga minyak nabati lainnya, seperti minyak bunga matahari relatif lebih murah.

Baca Juga

3 Perusahaan Sawit Tersangkut Kasus Korupsi, Gapki: Pengusaha Lebih Berhati-Hati

Ia pun mencoba menggambarkan situasi itu dengan China, di mana tahun lalu mereka melakukan impor minyak sawit mentah dengan jumlah besar. Namun, tahun ini jumlah ekspor ke negara tersebut mengalami penurunan.

"Negara-negara yang import sawit kita terbesar adalah China. Terakhir tahun lalu 7,7 juta ton. Kemudian India sekira 5,5 juta ton. Kemudian Uni Eropa sekira 4,3 juta ton. Kemudian Pakistan itu sekira 2,5 juta ton," kata Eddy dalam acara diskusi bersama media dengan tema 'Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian' di Belitung Timur, Selasa (27/8/2024).

Baca Juga

Pemerintah Mau Alihkan Ekspor CPO ke Afrika, Begini Tanggapan Gapki

"Tapi yang perlu kita perhatikan adalah penurunan ekspor. Pada tahun 2024 dibandingkan dengan tahun 2023, ini ada sedikit penurunan. Kenapa demikian? Kemarin saya baru kembali dari China, itu ternyata minyak bunga matahari yang tidak disangka-sangka produktivitasnya jauh lebih rendah dari sawit, itu lebih murah dibanding sawit," tutur dia.

Situasi ini membuat para pengusaha kelapa sawit Indonesia sempat merasa pesimis. Sebab jika penurunan terus terjadi ia khawatir penjualan ekspor ke China tidak akan mencapai 5 juta ton.

Baca Juga

Luhut Sebut Ada Pejabat Terlibat Perizinan 3,3 Juta Lahan Sawit, Begini Tanggapan Gapki

"Saya sampaikan ke mereka (China) bahwa kalau seperti ini terus mencapai 5 juta ton saja cukup berat. Jadi saya minta saran dari mereka apa yang harus kita lakukan," ucap Eddy.

Ia mengatakan salah satu solusi yang bisa ditawarkan ke pemerintah adalah melakukan penurunan harga jual sementara waktu. Hal ini perlu dilakukan karena sawit bukanlah satu-satunya minyak nabati di dunia.

"Memang ada perlu kebijakan pemerintah. Paling tidak di sini memainkan instrumen fiskal. Artinya pada waktu harga kita tidak kompetitif kita turunkan sementara, kemudian setelah menjadi kompetitif kembali kita naikkan lagi. Misalnya seperti itu," kata Eddy.


Editor : Puti Aini Yasmin

Baca Juga

Komentar