Efek Perubahan Iklim, Beruang Kutub Semakin Rentan Terinfeksi Kuman dan Parasit - detik

 

Efek Perubahan Iklim, Beruang Kutub Semakin Rentan Terinfeksi Kuman dan Parasit

Jakarta 

-

Perubahan iklim semakin serius mengancam makhluk hidup di bumi tak terkecuali beruang kutub. Akibat perubahan iklim, diketahui populasi beruang kutub kini semakin terancam.

Saat ini, perubahan iklim tidak hanya membuat hewan ini kehilangan habitat es yang kian mencair, tetapi juga membuat mereka menjadi rentan terkena infeksi kuman dan parasit. Dalam studi yang terbit di jurnal PLOS ONE pada 23 Oktober 2024, ilmuwan ungkap kondisi beruang kutub saat terhadap ancaman patogen.

Menurut studi, kini beruang kutub yang tinggal di dekat Alaska kini lebih sering terpapar berbagai patogen. Kenapa bisa?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suhu yang Menghangat Membuat Patogen Bisa Hidup di Kutub

Patogen adalah mikroorganisme penyebab penyakit, seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit, yang dapat menginfeksi makhluk hidup. Patogen sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan kematian.

Sebenarnya, patogen tidak bisa hidup di lingkungan ekstrem seperti kutub. Namun, dengan meningkatnya suhu Bumi akibat perubahan iklim, patogen mulai berkembang biak di Kutub Utara.

Sayangnya, beruang kutub belum memiliki kekebalan tubuh yang cukup untuk melawan patogen. Akibatnya, hewan ini menjadi lebih rentan terkena infeksi yang dapat mengancam kelangsungan hidup mereka.

"Dengan pemanasan, patogen dapat bertahan hidup di lingkungan yang sebelumnya tidak dapat mereka tempati," ujar Karyn Rode, ahli biologi satwa liar dari Pusat Sains Alaska milik Survei Geologi AS di Anchorage, yang dikutip dari Science News.

Dari Mana Patogen Muncul?

Menurut peneliti, patogen pada beruang kutub kemungkinan didapat dari makanan utama mereka yang terpapar patogen. Hal ini kemudian semakin diperkuat dengan temuan beberapa anjing laut yang mati akibat penyakit yang tidak diketahui.

"Beruang kutub mungkin bukan satu-satunya spesies yang memiliki paparan lebih tinggi terhadap patogen," kata Rode.

Seorang ahli ekologi penyakit satwa liar dari Princeton University, Andy Dobson, juga mengatakan bahwa penemuan anjing laut yang terpapar penyakit misterius belum dapat dipastikan sepenuhnya. Hal ini karena sampel diambil dari dua lokasi geografis yang berbeda.

Kendati demikian, Dobson menjelaskan bahwa patogen memang dapat memengaruhi rantai makanan, tetapi dari mana asalnya patogen pada beruang kutub, masih perlu diteliti lebih lanjut.

Populasi Beruang Kutub Terus Menurun

Menurut data Organisasi Konservasi Alam Internasional atau The International Union for Conservation of Nature (IUCN), populasi beruang kutub di alam liar hanya sekitar 22-26 ribu. Populasi terbanyak ada di kutub yang masuk wilayah Kanada, mencapai 60% dari total populasi.

Namun, populasi beruang kutub terus kehilangan habitat es yang terus mencair. Kondisi ini memaksa mereka menghabiskan lebih banyak waktu di daratan selama musim panas.

Di daratan, beruang kutub mulai terpapar patogen berbahaya yang kemungkinan bersumber dari sampah manusia. Hal ini berdasarkan temuan dari sampel darah dan tinja yang diambil dari 232 beruang kutub Chukchi dari tahun 2008 hingga 2017.

Para peneliti menemukan peningkatan signifikan dalam proporsi beruang kutub yang terinfeksi parasit Neospora caninum serta bakteri penyebab penyakit brucellosis dan tularemia, dengan jumlah kasus yang setidaknya meningkat dua kali lipat sejak 1990-an.

Selain itu, ditemukan juga peningkatan tujuh kali lipat pada infeksi virus distemper anjing dan parasit Toxoplasma gondii.

(faz/faz)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya