Kala Muhammad Ali Salat Jadi Makmum Diimami Sekjen Hizbullah Naim Qassem - Halaman all - TribunNews
Kala Muhammad Ali Salat Jadi Makmum Diimami Sekjen Hizbullah Naim Qassem
TRIBUNNEWS.COM - Omar Ahmed, penulis dan analis berspesialis middle east and north africa (MENA/Timur Tengah dan Afrika Utara), punya ulasan menarik saat Hizbullah mengumumkan Naim Qassem sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) baru organisasi Lebanon tersebut.
Omar yang memiliki gelar master of science di bidang Keamanan Internasional dan Tata Kelola Global dari Birkbeck, Universitas London langsung teringat akan sosok mendiang petinju legendaris Amerika Serikat (AS) Muhammad Ali.
Baca juga: Ribuan Tentara Israel Segera Dibebastugaskan, Hizbullah Jauh dari Selesai, Roket Hantam Kota Tira
Lebih spesifik, adalah memori saat petinju berjuluk 'The Greatest' itu melaksanakan salat dengan menjadi makmum yang diimami oleh Sekjen Hizbullah saat ini, Naim Qassem.
Video Ali menjadi makmum salat dengan imam salat Naim Qassem itu belakangan lalu lalang di platform media sosial.
Omar kemudian menjelaskan latar belakang video tersebut.
Dijelaskan, video itu diambil pada saat kunjungan Ali ke Beirut, Lebanon tahun 1985.
Adapun Naim Qassem menjabat posisi Wakil Sekretaris Jenderal sejak 1991 di bawah mantan pemimpin Sayyed Abbas Al-Musawi, yang dibunuh oleh Israel tahun berikutnya.
Naim Qassam secara resmi diangkat menjadi Sekretaris Jenderal baru Hizbullah hampir sebulan setelah pembunuhan penerus Al-Musawi yang karismatik dan telah lama menjabat, Hassan Nasrallah.
Pengangkatan Naim ini hanya seminggu setelah calon penggantinya, Hashem Safieddine , tewas dalam serangan udara yang dilakukan oleh negara pendudukan Israel di wilayah Dahieh, Beirut.
Dalam pidato pertamanya dalam peran kepemimpinan baru Hizbullah, Naim Qassem (71), berbicara tentang perjuangan yang sedang berlangsung melawan serangan Israel terhadap rakyat Lebanon dan menegaskan kembali solidaritas dengan perlawanan Palestina di Gaza.
“Kami akan terus melaksanakan rencana perang yang digariskan oleh Nasrallah bersama para pemimpin perlawanan, dan kami akan tetap berada di jalur perang sesuai dengan pedoman politik yang ditetapkan,” katanya.
“Mendukung Gaza sangat penting untuk menghadapi ancaman Israel terhadap seluruh wilayah melalui pintu gerbang Gaza, dan rakyat Gaza memiliki hak untuk mendukung, dan semua orang harus mendukung mereka.”
Ali Pendukung Perjuangan Palestina
Solidaritas dengan perjuangan Palestina juga merupakan sesuatu yang sangat menyentuh hati Muhammad Ali.
"Ia mengunjungi Beirut, termasuk Dahieh, pada tahun 1985 sebagai bagian dari misi kemanusiaan untuk merundingkan pembebasan sandera Amerika dan Arab Saudi, memanfaatkan ketenaran dan pengaruhnya di seluruh dunia untuk menjadi perantara perdamaian dan menunjukkan solidaritas dengan mereka yang terkena dampak Perang Saudara Lebanon yang menghancurkan," tulis Omar.
Juara dunia kelas berat tiga kali ini sangat berkomitmen pada keadilan sosial dan sering melibatkan diri dalam berbagai isu politik, termasuk solidaritas Palestina dan advokasi kemanusiaan.
Komitmen ini pula yang memotivasi kunjungan Muhammad Ali ke tempat yang pada saat itu digambarkan sebagai “kota paling berbahaya di dunia”.
Dalam kunjungan sebelumnya ke Beirut pada tahun 1974, sebagai bagian dari tur Timur Tengah, Ali mengatakan kalau, “Amerika Serikat adalah benteng Zionisme dan imperialisme.”
Dalam perjalanannya berikutnya, Ali menyatakan, “Saya menyatakan dukungan terhadap perjuangan Palestina untuk membebaskan tanah air mereka dan mengusir penjajah Zionis.”
Kunjungan ke Beirut pada bulan Februari 1985 tercantum dalam kronologi kemanusiaan situs web Muhammad Ali Centre , yang menyatakan:
“Muhammad Ali menegosiasikan pembebasan empat sandera warga negara AS dan seorang sandera Arab Saudi yang ditawan oleh penculik tak dikenal di Beirut Barat, Lebanon, atas nama pemerintahan Reagan. Hizbullah telah mengumumkan keberadaannya dengan manifesto yang menyatakan tujuannya untuk melenyapkan Israel. Saat berada di Lebanon, Ali menghadiri salat di sebuah masjid di Beirut.”
Masjid yang dimaksud adalah Masjid Imam Ali Reda, di daerah Bir Al-Abed, Dahieh.
Hanya sebulan berselang, sebuah bom mobil meledak di luar masjid, menewaskan sedikitnya 45 orang dan melukai 175 orang.
Pengeboman itu terkait dengan CIA .
"Dalam sebuah pertunjukan koeksistensi sektarian Muslim, Ali dan rombongannya bergabung dalam salat berjamaah yang diikuti oleh penganut Sunni dan Syiah, yang dipimpin oleh Naim Qassem muda," kata Omar menjelaskan latar belakang video di media sosial tersebut.
Namun, Ali akhirnya gagal membebaskan para sandera.
Kala itu, LA Times mencatat: "Selama empat hari tinggal di Beirut, Ali bertemu dengan beberapa ulama Muslim Syiah dan menghadiri salat Jumat. Ia tidak melakukan kontak dengan pemerintah Lebanon atau pemimpin milisi Muslim."
Ditambahkan pula bahwa, "Ia berharap pengaruhnya sebagai seorang Muslim Amerika dapat membebaskan kelima orang tersebut, yang diyakini telah diculik oleh para radikal Muslim Syiah yang setia kepada Ayatollah Ruhollah Khomeini dari Iran."
Syarat pembebasan sandera adalah Ali menggunakan pengaruhnya untuk membantu mengamankan kebebasan ratusan tahanan Lebanon dan Palestina yang ditahan di penjara Israel.
Ali menepati janjinya dan berusaha melakukannya, dengan melakukan perjalanan ke negara pendudukan empat bulan kemudian untuk mengadvokasi pembebasan mereka.
Surat kabar Israel, Haaretz mengakui kalau, “Ali bahkan mengunjungi Israel, datang untuk 'mengatur pembebasan saudara-saudara Muslim yang dipenjarakan oleh Israel' pada tahun 1985, ketika sekitar 700 warga Syiah Lebanon ditahan di kamp Atlit, dengan latar belakang pendudukan Israel di Lebanon selatan."
“Ali ingin mendiskusikan pembebasan 'ke-700 saudara' dengan 'pejabat tertinggi di negara ini,' tetapi pejabat Israel dengan sopan menolak untuk ikut campur.”
(oln/Omar Ahmed/Memo/*)
Komentar
Posting Komentar