Kisah Sukses Anak Tukang Jahit yang Berhasil Raih Gelar Doktor di Prancis
Siska Hamdani adalah murid dengan prestasi gemilang sejak duduk di bangku SD. Dia menyelesaikan pendidikan hingga tingkat S3 di Prancis.
Kisah Sukses Anak Tukang Jahit yang Berhasil Raih Gelar Doktor di Prancis. (Foto: Freepik)
IDXChannel—Cerita keberhasilan Siska Hamdani dalam meraih gelar S3 di Prancis adalah contoh kisah sukses anak tukang jahit. Siska adalah putri dari seorang penjahit di Solok, Sumatera Barat.
Pada 2005, Siska menerima tawaran tiga beasiswa master, yakni dari Inpex Scholarship di Jepang, France Excellence di Ecole Nationale Superieure de Chimie de Montpellier, dan dari Buckman Laboratoris di Mervis, AS.
Siska memilih untuk menerima beasiswa ke Prancis untuk memperdalam ilmu kimia. Usai merampungkan pendidikan master dengan nilai 18,5 dari skala 20, dua tahun kemudiann Siska melanjutkan program PhD spesialis bidang polimer untuk kabel tegangan tinggi di Universitie Montpellier II.
Siapa sangka, anak seorang tukang jahit mampu mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Eropa. Namun bagi orang-orang yang mengenalnya, tentu tidak akan heran.
Siska Hamdani adalah murid dengan prestasi gemilang sejak duduk di bangku SD, saat bersekolah di SDN 01 Jawi-Jawi, Solok, Siska meraih juara umum. Dia melanjutkan pendidikan ke SMP 3 Gunung Talang dan lagi-lagi meraih juara umum.
Saat itu dia juga sering dilibatkan sekolah untuk turut serta mengikuti lomba P4 tingkat provinsi, dan lomba-lomba pidato bahasa Ingris. Tamat SMP, Siska melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Analisis Kimia Padang.
Sekolah tersebut berada di bawah pengelolaan Kementerian Perindustrian. Bisa ditebak, Siska kembali meraih juara umum sejak catur wulan III, dia juga mendapatkan beasiswa yang menggratiskan uang SPP sekolahnya.
Lulus SMA, Siska melanjutkan sekolah ke Akademi Teknologi Industri Padang (ATIP) dan kembali mendapatkan beasiswa semester gratis, berkat rata-rata nilai IP yang mencapai 3,98 dari skala 4,00.
Bahkan berkat kecerdasannya, Siska mampu lulus dalam kurun waktu 2,5 tahun saja, padahal rata-rata masa tempuh pendidikan di kampus tersebut adalah empat tahun. Setamatnya dari ATIP, Siska menerima saran untuk melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada.
Namun karena terkendala biaya dan perekonomian keluarganya yang pas-pasan. Sang ayah hanya penjahit yang sering mengambil sampingan dengan bertani di ladang. Penghasilan yang diperoleh hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah adik-adiknya.
Akan tetapi nasib baik berada di pihaknya, tiga orang teman SMA-nya yang sudah bekerja berinisiatif untuk patugan dan mengumpulkan uang untuk meminjami Siska, agar dia dapat mendaftarkan diri UGM Fakultas MIPA.
Pada tahun kedua berkuliah di UGM, Siska masih dirundung masalah ekonomi. Ayahnya sangat sedih karena tidak memiliki biaya untuk kuliahnya. Setiap hari Siska berdoa meminta kemudahan, yang kemudian dijawab dalam bentuk beasiswa.
Beasiswa inilah yang membantu Siska merampungkan studinya di UGM, sekaligus melanjutkan pendidikan ke Prancis hingga jenjang S3. Namun sebelum menerima tawaran beasiswa S2, dia pernah bekerja di Buckman Laboratories Pte Ltd.
Perusahaan itu merupakan korporasi multinasional asal Amerika, dia bekerja sebagai sales technical support untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper di Riau selama enam bulan.
Itulah kisah sukses anak tukang jahit yang meraih gelar doktor di Prancis.
(Nadya Kurnia)
Komentar
Posting Komentar