Internasional, Timur Tengah,
Majelis Umum PBB Dorong Pembentukan Negara Palestina, Minta Israel Angkat Kaki dari Gaza - Halaman all - Serambinews

SERAMBINEWS.COM, TEL AVIV - Majelis Umum PBB pada Selasa (11/4/2024), meminta Israel untuk menarik diri dari wilayah Palestina yang diduduki dan mendorong pembentukan negara Palestina.
Dalam resolusi yang disahkan dengan suara 157-8, Majelis Umum PBB menyatakan “dukungan yang tak tergoyahkan, sesuai dengan hukum internasional, untuk solusi dua negara Israel dan Palestina".
Untuk diketahui, Amerika Serikat dan Israel termasuk di antara mereka yang memberikan suara "tidak" dalam pemungutan suara itu. Sementara tujuh negara memilih "abstain".
Majelis tersebut mengatakan, Israel dan Palestina harus hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan di dalam perbatasan yang sudah diakui, berdasarkan batas-batas sebelum tahun 1967.
Majelis Umum PBB kemudian menyerukan pertemuan internasional tingkat tinggi di New York pada Juni 2025, yang akan diketuai bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, untuk menghembuskan kehidupan baru ke dalam upaya diplomatik untuk mewujudkan solusi dua negara.
"Pertemuan tersebut akan menyerukan terwujudkan hak-hak rakyat Palestina yang tidak dapat dicabut, terutama hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak atas negara merdeka,” ungkap Majelis Umum PBB, dikutip dari AFP.
PBB menganggap Tepi Barat, Yerusalem timur dan Jalur Gaza diduduki secara tidak sah oleh Israel.
Israel menduduki Jalur Gaza pada 1967 dan menempatkan pasukan dan mendirikan permukiman di sana hingga 2005.
Meskipun telah menarik diri, Israel masih dianggap sebagai kekuatan pendudukan di sana.
Menyinggung keputusan Mahkamah Internasional baru-baru ini, Majelis Umum PBB meminta Israel untuk mengakhiri “kehadirannya yang melanggar hukum di Wilayah Palestina yang Diduduki, secepat mungkin” dan menghentikan semua aktivitas permukiman baru.
“Masalah Palestina telah menjadi agenda PBB sejak berdirinya organisasi ini dan tetap menjadi ujian paling penting bagi kredibilitas dan otoritasnya serta keberadaan tatanan berbasis hukum internasional,” ujar utusan Palestina, Riyad Mansour.
Resolusi Majelis Umum PBB pada 1947 membagi Palestina yang dikuasai Inggris menjadi dua negara, satu negara Arab dan satu negara Yahudi.
Namun, pembentukan Israel baru diproklamasikan pada 14 Mei 1948. Hal ini memicu perang antara Israel dan negara-negara tetangganya di kawasan Arab.
Baca juga: VIDEO Dianggap Mengganggu, Menteri Zionis Ini Akan Sita Pengeras Suara Adzan di Masjid Palestina
AS dan Negara-negara Arab Susun Rencana Pembentukan Negara Palestina
Amerika Serikat dan beberapa negara Arab secara aktif terlibat dalam penyusunan rencana pembentukan negara Palestina, menurut laporan media AS pada Jumat (16/2/2024).
Menurut sejumlah pejabat AS dan Arab kepada The Washington Post, ada urgensi untuk menyelesaikan rencana tersebut demi terciptanya perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina.
Berbagai upaya sedang dilakukan untuk menentukan kerangka waktu bagi pembentukan negara Palestina, dan pengumumannya kemungkinan akan dilakukan dalam beberapa pekan mendatang, menurut Post.
Baca juga: Arab Saudi Tegaskan Tak Akan Jalin Hubungan dengan Israel Tanpa Negara Palestina Merdeka
Sebagaimana diberitakan Anadolu, laporan media AS itu mengeklaim bahwa gencatan senjata dan negosiasi pembebasan sandera antara Israel dan Hamas juga termasuk dalam rencana tersebut.
Disebutkan pula, bahwa gencatan senjata awal selama enam pekan diharapkan dapat memfasilitasi pengumuman rencana ini, menggalang dukungan, dan memulai langkah-langkah pendahuluan.
Menurut Post, para pejabat AS telah mengisyaratkan kemungkinan untuk mengakui negara Palestina itu dan menekankan bahwa pengakuan tersebut bisa menjadi sinyal adanya pendekatan baru terhadap upaya perdamaian di kawasan itu.
Sementara Arab Saudi telah menegaskan kepada Amerika Serikat (AS) bahwa mereka tidak akan menjalin hubungan dengan Israel sampai adanya pengakuan negara Palestina merdeka.
"Kerajaan telah menyampaikan posisi tegasnya kepada pemerintah AS bahwa tidak akan ada hubungan diplomatik dengan Israel kecuali jika negara Palestina merdeka diakui berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," ungkap Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dalam sebuah pernyataan pada Rabu (7/2/2024).
Disebutkan, Arab Saudi juga menuntut agar agresi Israel di Gaza harus dihentikan dan semua pasukan Israel harus mundur dari wilayah yang terkepung tersebut.
Arab Saudi sejauh ini memang tidak pernah mengakui Israel dan tidak bergabung dengan Perjanjian Abraham yang ditengahi oleh Amerika Serikat (AS) pada 2020, yang membuat negara tetangga Teluknya, Bahrain dan Uni Emirat Arab, serta Maroko, menjalin hubungan resmi dengan Israel.
Pernyataan Rabu itu muncul sebagai tanggapan atas komentar Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby pada hari Selasa (6/2/2024).
Saat bertemu wartawan, dia mengatakan bahwa pembicaraan tentang normalisasi Arabb Saudi-Israel sedang berlangsung.
Menurut Kirby, AS telah menerima umpan balik positif dari kedua belah pihak bahwa mereka bersedia untuk melanjutkan diskusi tersebut.
Baca juga: Deretan Kontroversi Gus Miftah, Pernah Toyor Istri di Depan Umum, Terbaru Ejek Pedagang Es Teh
Baca juga: Kejari Bireuen Raih Juara Umum Kinerja Terbaik Kejaksaan se-Aceh Tahun 2024
Baca juga: Safriadi Oyon-Hamzah Sulaiman Berjaya di Aceh Singkil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar